SUAMI YANG MERASA FRUSTASI
Selama lima hari di Pulau Maldives, Elliot dan Charlotte tak pernah sekalipun lelah bermesraan dimanapun mereka berada. Bahkan keduanya melakukan hubungan intim di setiap ruangan resort, seperti di kamar, dapur, ruang tamu, dan kolam renang.
Mereka saling memadu kasih seolah tidak ada lagi hari esok. Di hari terakhir menginap di Pulau Maldives, Charlotte bangun begitu pagi karena mencium aroma roti panggang yang baru saja keluar dari pemanggang roti.
Matahari baru saja terbit, membiaskan sinar hangat ke dalam kamar sehingga Charlotte merasa semakin enggan untuk turun dari tempat tidur. Apalagi sekarang bagian pinggang dan pahanya agak pegal akibat terus melebarkan kaki sepanjang malam di hadapan Elliot.
“Elliot … ambilkan aku air,” pinta Charlotte dengan suara serak.
Usai mendengar suara Charlotte, Elliot segera datang ke kamar sembari membawa nampan berisikan segelas air mineral, segelas susu hangat, dan beberapa potong roti panggang yang diolesi selai blueberry manis.
“Kamu memanggang roti sendiri?” tanya Charlotte seraya berusaha bangun untuk duduk di tempat tidur. Dia belum mengenakan pakaian, sehingga Charlotte menutupi tubuhnya menggunakan selimut.
“Mhm, tidak sulit. Aku sengaja membuatnya karena sudah mengira kamu akan segera bangun.”
Charlotte tersenyum saat tahu bila suaminya begitu memperhatikan dia dengan baik. Walau makanan yang disiapkan oleh Elliot sederhana, setidaknya makanan tersebut disiapkan dengan penuh perhatian. Charlotte lantas menenggak air mineral yang diberikan oleh Elliot dan mulai memakan roti panggang di piring.
“Rotinya enak, terima kasih karena sudah membuatnya,” kata Charlotte.
Elliot lalu duduk di sebelah Charlotte, sebelah tangannya merangkul pundak Charlotte sedangkan tangan satunya menyuapi potongan roti panggang ke mulut Charlotte.
“Siang ini kita akan pulang, sayang sekali.”
Charlotte menimpali. “Ya, sayang sekali kita harus pulang.” Jika boleh memilih, maka tentu mereka tidak akan pulang begitu cepat. Namun, sayangnya mereka tidak dapat meninggalkan pekerjaan dalam kurun waktu lama.
Elliot memeluk Charlotte, tangannya mengelus punggung Charlotte yang kini dipenuhi oleh tanda cinta. “Lain kali, aku akan mengajakmu berlibur di tempat yang bagus lagi.”
Charlotte tertawa, “Mhm, aku menantikannya.”
Usai makan sarapan dan membersihkan diri, keduanya lantas merapihkan barang – barang mereka sebelum akhirnya meninggalkan resort. Penerbangan mereka akan berangkat pada pukul 1 siang, sehingga mereka pergi ke bandara sejak jam 10 pagi supaya tidak terlambat.
Ketika baru memasuki bandara, Elliot baru menyalakan ponselnya lagi setelah sengaja mematikan ponsel itu selama berlibur dengan Charlotte.
Dalam waktu singkat, notifikasi pesan beruntun dari Erland terlihat. Berdasarkan tanggalnya, Erland baru saja mengirim banyak pesan hari ini, sehingga Elliot berpikir mungkin ada masalah hari ini sampai Erland terus mengiriminya pesan.
Baru saja Elliot ingin menghubungi Erland, dia sudah lebih dahulu mendapatkan panggilan dari Erland.
“Sir, saya tidak bermaksud mengganggu liburan Anda dengan Nyonya Landegre. Tapi, Anda harus cepat kembali ke kantor sekarang.” Elliot menghentikan langkahnya agar bisa berbicara lebih serius. “Apa ada masalah di kantor?”
“Sangat bermasalah, sir. Pagi ini, ketika para karyawan membuka komputer, mereka mendapati komputer perusahaan sedang error. Layarnya terkunci dan ketika dipulihkan, ternyata data – data perusahaan telah terhapus oleh Malware.”
Seketika Elliot merasa tegang. “Malware? Apa Malware ini menyerang komputer utama yang terhubung ke komputer seluruh karyawan?”
“Ya, sir. Malware ini berasal dari komputer utana. Semua dokumen serta data – data penting terkait Departemen Infrastruktur III hilang dalam satu malam.”
Elliot memegangi keningnya yang kini terasa sakit, dia akhirnya duduk di ruang tunggu dengan raut wajah frustasi. “Putuskan dulu sambungan seluruh komputer karyawan dari komputer utama sehingga terputus dengan sumber Malware. Jika ada data – data penting yang masih tersisa, segera pindahkan ke tempat penyimpanan yang lebih aman.”
“Pinta divisi IT untuk berusaha memulihkan data dengan mengambil back up data dari sistem databese pusat. Untuk sementara, kamu bisa menggunakan stempel tanda tanganku untuk mendapatkan izin dari pusat. Aku baru saja ingin naik pesawat, mungkin baru bisa ke kantor besok pagi.”
“Saya mengerti, sir. Saya akan memberi kabar lagi begitu Anda turun dari pesawat.”
Setelah mengucapkan beberapa kata, Elliot mematikan sambungan telepon dan menghela napas panjang. Wajahnya menunduk, merasa terlalu lelah untuk sekedar mengangkat kepalanya.
Dari hasil perbincangan Elliot dengan Erland, Charlotte bisa menarik kesimpulan bahwa departemen mereka tengah mengalami kekacauan akibat terkena Malware.
Karena tidak mau membebani pikiran Elliot, Charlotte tidak bertanya mengenai masalah itu lebih lanjut dan lebih memilih untuk menenangkan suaminya. Dia membeli segelas kopi hangat dan memberikannya kepada Elliot, “Minum ini dulu, mungkin bisa membuat pikiranmu menjadi lebih jernih.”
Elliot mengangkat kepalanya, kegundahan di hatinya sedikit terangkat tatkala mendapatkan perhatian kecil dari Charlotte. “Terima kasih, sayang.”
Charlotte lantas menepuk punggung suaminya. “Jangan khawatir, semua masalah pasti bisa diselesaikan.”
“Entahlah, Charlotte. Aku sesungguhnya hanya merasa kesal, kenapa aku harus mendapatkan masalah sekarang? Padahal Ayah baru saja mempercayaiku. Jika dia mendengar masalah ini, mungkinkah dia kembali merasa kecewa terhadapku?”
“Malware merupakan sesuatu yang tidak bisa kamu kendalikan, sehingga aku yakin Tuan Besar Landegre pasti bisa mengerti.”
Elliot masih bergeming di tempatnya, sehingga Charlotte berinisiatif untuk memberikan pelukan. “Elliot sangat hebat, pasti mampu menyelesaikan masalah ini.”
Elliot meletakkan kepalanya di pundak Charlotte, kemudian merasa lebih tenang setelah mencium aroma citrus dari kulit Charlotte. “Aku akan berisaha. Lagipula, terlalu frustasi juga tidak akan menyelesaikan masalah.”
*****
Sesampainya di New York. Elliot dan Charlotte langsung pergi ke kantor tanpa pulang terlebih dahulu. Seluruh barang bawaan mereka dititipkan kepada Samael, sehingga mereka tidak perlu membawa koper ke dalam kantor.
Sebelum ini, Elliot sudah memaksa Charlotte untuk beristirahat saja di rumah dan kembali bekerja besok. Namun, istrinya itu bersikeras ingin datang karena merasa perlu membantu rekan kerjanya yang lain.
“Kamu yakin tidak lelah?” tanya Elliot saat mereka sedang berada di elevator.
“Aku sudah tidur seharian di pesawat, tentu saja tidak lelah.”
“Istirahat di pesawat dan di kamar itu berbeda, sayang. Kamu mungkin tidak bisa tidur nyenyak di pesawat karena merasakan guncangan.”
“Aku tidak apa – apa, Elliot. Jangan terlalu khawatir.”
Sebelum pintu elevator terbuka, Elliot sempat mencium bibir Charlotte dan berkata. “Jika lelah, kamu bisa tidur di kantorku.”
“Iya, aku mengerti.”
Sesampainya di lantai 15, lampu – lampu di ruang karyawan sudah menyala terang meski waktu masih menunjukkan pukul 5 pagi. Elliot curiga bila para karyawannya itu bukan datang terlalu pagi, tetapi menginap di perusahaan sejak kemarin.
“Kalian tidak pulang semalaman?” tanya Elliot seraya berjalan mendekati meja kerja para karyawan.
Seluruh karyawan mengangkat kepalanya, ada lingkaran hitam yang ketara di bawah mata mereka dan raut wajah mereka juga tampak begitu lelah. Mereka sudah merasa sangat frustasi sejak kemarin, tapi merasa lebih tenang saat melihat Elliot sudah datang.
“Sir, senang melihat Anda sudah kembali!”
Satu – persatu karyawan mulai menyerukan hal yang sama. Dengan keantusiasan mereka dalam menyambut Elliot, pria itu jadi yakin bila para karyawannya sudah bisa mempercayakan posisi Kepala Departemen kepada Elliot.
“Kalin belum menjawab pertanyaanku.”
Sean yang duduk paling dekat dengan Elliot akhirnya menjawab. “Kami tidak punya pilihan, Sir. Seluruh sisa data yang masih ada di komputer telah teracak, sehingga kami perlu menyusunnya ulang dan memindahkan penyimpanan data ke sistem database yang lebih aman. Kami sengaja belum pulang karena takut akan mendapatkan serangan Malware lagi saat kami pulang.”
“Bagaimana dengan sistem database utama? Apa kalian berhasil melakukan back up data.”
Sean menggeleng, “Kami tidak bisa mendapatkan akses ke sistem databese utama sebelum Anda datang, Sir.”
“Mengapa begitu? Bukankah aku sudah memperbolehkan Erland untuk memakai stempel tanda tanganku?”
“Tuan Davis berkata bahwa ada pihak perusahaan yang menghalanginya untuk mendapatkan izin ke Presiden Utama. Menurutnya, akan lebih baik bila Kepala Departemen sendiri yang datang untuk meminta izin.”
“Siapa pihak yang berani – beraninya melarang itu?”
“Pihak yang melarang itu adalah Tuan Ketiga Landegre. Dia terus menghalangi saya untuk menghubungi Presiden Utama,” kata Erland yang baru saja keluar dari ruangannya sendiri.
Elliot menoleh, “Johan melarangmu? Atas dasar apa dia berani mencampuri urusan departemenku lagi? Kenapa adikku yang satu ini sangat senang menyusahkanku? Haruskah aku memukulnya sekarang?”
Erland hampir saja menyetujui Elliot jika saja dia kehilangan rasa sabarnya. “Kekerasan bukan satu – satunya jalan untuk menyelesaikan masalah, Sir.”
“Bagaimana bila dia tetap menghalangi departemen kita setelah aku datang?” Erland menghela napas lelah, “Mungkin kekerasan diperlukan, Sir.”
Bersambung…