ISTRIKU MEMILIKI KEINGINAN BESAR
Selama hidup, Charlotte tidak pernah berani untuk mengharapkan kehidupan yang indah. Dia tak berani berharap memiliki suami yang akan mencintainya dengan tulus, dan tak pernah berpikir akan mampu menggendong anaknya sendiri.
Namun, sekarang dia mampu mendapatkan kemustahilan itu satu-persatu.
“Charlotte, haruskah aku meletakkan baskom di bawah matamu untuk melihat berapa banyak air mata yang bisa kamu keluarkan?” tanya Elliot dengan bercanda, yang langsung mengundang tawa dari Jessica dan Ian.
Charlotte yang masih berusaha menghapus air matanya dengan sapu tangan segera memukul pundak Elliot dengan ringan. “Elliot!”
Elliot tertawa dan kembali memeluk Charlotte. “Sudah. Sudah. Jangan menangis lagi, Izekiel bahkan sampai tertidur saat menunggumu berhenti menangis.”
Merasa malu sebab terus diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya, Charlotte menyembunyikan wajahnya di dalam pelukan Elliot. Ia bahkan menghapus air matanya menggunakan kemeja Elliot.
“Charlotte, apa kamu sedang pamer kemesraan? Pergilah ke kamar kalau ingin bermesraan terus!” protes Jessica.
Mendengar protesan Jessica membuat Charlotte malu. Jadi, dia melepaskan pelukan Elliot dan duduk di sebelah suaminya dengan tenang. Tangisannya jiga sudah berhenti, sehingga Charlotte tak lagi mengusap air matanya.
“Maaf, aku terlalu bahagia,” kata Charlotte seraya membentuk senyuman sendu.
Jessica melepaskan tawa kecil. “Kalau bahagia, kamu harusnya lebih banyak tertawa daripada menangis! Sekarang berhentilah menangis dan diskusikan kapan kamu ingin mempunyai anak.”
Charlotte masih belum bisa berpikiran jernih. Jadi, Elliot membalas sebagai gantinya. “Mungkin tidak dalam waktu dekat, Charlotte masih harus menyelesaikan kuliahnya.”
“Elliot, kuliahku akan selesai sebentar lagi. Jadi, sepertinya tidak apa-apa kalau kita melakukannya dari sekarang.” Charlotte memandang Elliot dengan sungguh-sungguh, seolah tidak mau kalah dari pendapat Elliot.
“Charlotte, kita sudah pernah membicarakan ini sebelumnya,” tegas Elliot.
Waktu itu, Charlotte memang menyetujui ucapan Elliot. Namun, sekarang berbeda, kini sudah ada kandidat yang akan menjadi ibu pengganti untuk anaknya. Jadi, bagaimana mungkin Charlotte bisa menunggu lebih lama lagi.
“Kuliahku akan selesai sebentar lagi, paling lama 5 bulan. Karena itu, begitu bayinya lahir, aku sudah lulus kuliah. Elliot, aku ingin punya anak sekarang.” Charlotte terus mengguncang lengan Elliot, merengek seperti anak kecil yang ingin dibelikan boneka.
Elliot ingin menolak lagi. Tapi, tatapan Charlotte yang dipenuhi oleh pengharapan dan kebahagiaan membuat penolakannya tersangkut di tenggorokan.
“Baik, baiklah. Kita bisa mulai program IVF dari sekarang.” Elliot menambahkan, “Tapi, setelah kamu selesai magang. Aku tidak menerima bantahan lagi, mengerti?”
Charlotte mengangguk cepat, dia tersenyum penuh semangat dan melompat untuk memeluk Elliot. Kebahagiaan yang dikeluarkan oleh Charlotte menghantarkan perasaan hangat ke hati Elliot. Sehingga dia ikut merasa bahagia dan tak sabar menanti kehadiran anak mereka.
“Tanyakan juga ke Kakak Ipar, apa dia setuju kalau melakukannya bulan depan,” bisik Elliot ke telinga Charlotte.
Charlotte akhirnya sadar kalau orang yang akan menampung bayi mereka adalah Jessica. Jadi, seharusnya keputusan ada di tangan Jessica.
Buru-buru Charlotte mendekati Jessica dan bertanya, “Jessica, apa kamu keberatan kalau melakukan program IVF bulan depan?”
Jessica tampak memiringkan kepalanya, berpura-pura berpikir keras sehingga membuat Charlotte merasa cemas. Jessica kemudian menatap Ian, dan langsung dibalas dengan anggukan kepala dari pria itu.
Jessica akhirnya menjawab, “Kapan pun kamu ingin, aku tidak keberatan.”
Sekali lagi Charlotte menyelami euphoria. Angan-angannya tentang memiliki anak akhirnya bisa terwujud sebentar lagi.
“Jessica, aku sungguh-sungguh berterima kasih kepadamu.”
Jessica tersenyum. “Jangan sungkan. Lagi pula, anak kalian nanti juga bisa berteman dengan Izekiel.”
Memilih ibu pengganti itu sulit. Selain harus mempertimbangkan kesehatan dari sang ibu, mereka juga perlu mempertimbangkan keterikatan batin. Memilih Jessica sebagai ibu pengganti merupakan hal yang tepat. Wanita itu merupakan bagian dari keluarga Landegre, jadi bila anak mereka dilahirkan melalui Jessica, bayi itu tidak akan dianggap asing oleh keluarga besar. Selain itu, Charlotte dan Elliot juga bisa leluasa mengunjungi Jessica setiap saat dan memantaunya terus.
“Mama, apa aku akan punya adik?” tanya Izekiel yang baru saja bangun. Anak itu sejak tadi tidur di pangkuan Jessica, dan diam-diam menguping pembicaraan mereka.
Sebagai seorang anak tunggal, Izekiel jelas merasa senang saat mendengar akan mendapatkan teman.
Jessica mengelus rambut putranya dan membalas, “Mhm, adikmu nantinya akan tinggal bersama Paman dan Aunty. Tapi, nanti kita bisa sering-sering mengunjunginya bersama.”
Izekiel segera bangkit dan tertawa-tawa kegirangan. “Jadi, aku bisa terus main ke sini?”
Elliot menanggapi, “Tentu saja boleh! Kamu datang ke sini setiap hari juga tidak masalah!”
Dua keluarga itu lantas tertawa bersama, berbagi kebahagiaan yang terus membuat Charlotte tersenyum sepanjang hari.
Menjelang pukul delapan malam, Ian dan keluarganya pamit untuk pulang. Besok Ian akan melakukan perjalanan bisnis ke Yorkshire, jadi dia perlu memgepak barang-barangnya. Dari ambang pintu, Charlotte mampu mendengar suara Jessica yang terus-menerus mengomeli Ian yang akan pergi selama satu minggu.
“Sepertinya aku akan menolak kalau dipromosikan sebagai Wakil Direktur,” kata Elliot seraya menggelengkan kepalanya. “Setiap bulan, Ian setidaknya melakukan perjalanan bisnis sebanyak lima kali. Sungguh melelahkan, dan aku pasti akan merindukan istriku setengah mati.”
Charlotte, “Kamu juga sering pergi akhir-akhir ini.”
Elliot, “Aku paling lama hanya pergi tiga hari. Tapi, Ian bisa tidak pulang satu bulan. Coba bayangkan, Sayang. Bagaimana caranya kamu hidup tanpa aku selama sebulan?”
Charlotte meringis, merasa geli dengan tingkat kepercayaan diri Elliot yang begitu tinggi. “Hentikan, aku tidak mau meneruskan pembicaraan sesat ini.”
Charlotte lantas berjalan pergi ke kamar seraya menutup kedua telinganya agar tidak mendengarkan omong kosong Elliot lagi. Pria itu turut mengejar Charlotte, tapi langkahnya terhenti saat ponsel di kantungnya bergetar.
Charlotta juga berhenti berjalan dan menoleh. “Siapa?”
Elliot menatap layar ponsel. “Erland. Masuklah ke kamar duluan, aku mau menjawab panggilan Erland dulu.”
Dalam hitungan detik, Charlotte mencium pipi Elliot dan langsung berlari pergi sembari berkata, “Jangan lama-lama!”
Elliot hanya menanggapi dengan tawa, lalu mengangkat panggilan Erland. “Ada apa?”
“Sir, apa kamu masih ingat tentang insiden penusukan Nyonya Landegre?”
Elliot menegakkan punggungnya. “Tentu, aku ingat dengan sangat jelas. Apa kamu akhirnya mendapatkan petunjuk?”
“Ya, Sir. Setelah menyelidiki ulang kasus itu selama beberapa bulan, detektif swasta akhirnya menemukan orang yang telah menusuk Nyonya Landegre. Detektif berhasil mengetahui identitasnya karena melihat wajah orang itu dari CCTV mobil.”
“Siapa dia?”
Erland, “Orang itu adalah supir yang selalu mengantar jemput Nyonya Landegre ke sekolah. Setelah insiden penusukan, supir bernama Zack ini langsung mengundurkan diri dan tak lagi ada kabar.”
Elliot berpikir sebentar. Insiden yang menimpa Charlotte tidak bisa dikategorikan sebagai perampokan, karena tidak ada satu pun barang yang hilang. Pria bernama Zack itu hanya melukai Charlotte, seolah-olah memang niatnya dari awal adalah untuk membunuh Charlotte.
Charlotte bukanlah tipe wanita menyebalkan yang akan membuat orang lain kesal setengah mati. Jadi, Zack tak mungkin memiliki dendam ke Charlotte sampai ingin melenyapkan wanita itu. Kemungkinannya, Zack hanyalah sebuah pion yang digerakan oleh orang lain. Ada orang lain yang ingin mencelakai Charlotte melalui Zack.
Satu-satunya pelaku yang bisa selalu ingin mencelakai Charlotte dahulu hanyalah para anggota keluarga Baxter itu sendiri.
Antara ibu tirinya atau saudara tirinya. Siapa pun pelaku dari insiden itu, dia pasti adalah seorang keparat yang pantas untuk diinjak sampai mati.
“Erland, aku ingin bertemu dengan Zack. Apa kamu tahu di mana dia tinggal sekarang?”
Erland, “Sekarang dia tinggal di kampung halamannya. Tepatnya di Kota Nashville, Indiana.”
Elliot, “Erland, tolong kosongkan jadwalku di hari senin. Aku akan pergi ke Nasville bersama Charlotte.”
Elliot perlu menegakkan keadilan untuk Charlotte. Dia ingin membalas semua orang yang menyakiti Charlotte di masa lalu, menghancurkan mereka, atau bahkan menjatuhkan penderitaan kepada mereka. Karena di kehidupan ini, Elliot ingin menghapus seluruh penderitaan Charlotte.
Bersambung…