Kemudian setelah setengah jam Mbah Gemblung menggumuli sekaligus merengkuh kenikmatan tubuh Jeng Nadia, diapun mengakhiri pelampiasan birahinya dengan satu sentakkan dan erangan panjang mengiringi semburan air maninya di rahim Jeng Nadia, “…aaarrggghhh…Jeeeng…Sriiii….crot…crot…crot…!”
Dan tubuh Mbah Gemblung ambruk diatas tubuh seksi Jeng Nadia dengan bermandi peluh, mulai Jeng Nadia dengan penyesalannya yang sudah terlambat dan menitikkan air mata dikedua ujung matanya. Mbah Gemblung tau akan hal ini lalu dengan santainya Mbah Gemblung memberi penjelasan kepada Jeng Nadia,
“…ora opo opo Jeng…ora usah kuatir yo…sing penting ge’ndang waras, iso nduwe keturunan…!” Saat itu tidak terasa sudah menjelang maghrib, dan atas saran Mbah Gemblung Jeng Nadia kembali dimandikan dengan air kembang setaman.
Seperti halnya proses penyucian tadi siang kali ini pun Jeng Nadia kembali diperlakukan Mbah Gemblung secara cabul, dan dengan berbagai alasan dan dalihnya untuk kembali menikmati tubuh seksi tamunya dari Jakarta itu.
Kali ini dengan posisi berdiri di belakang Jeng Nadia Mbah Gemblung tengah menghujani tengkuk dan leher janjang Jeng Nadia dengan jilatan jilatan peenuh nafsu, seraya tangannya yang tidak bosan bosannya meremas remas buah dada Jeng Nadia.
Dan mulailah Mbah Gemblung meminta pasiennya itu untuk sedikit membungkukkan tubuhnya dan membuka kedua kakinya, lalu dengan perlahan Mbah Gemblung mengarahkan batang kontolnya keliang kenikmatan Jeng Nadia, dan dengan sekali tekanan kuat masuklah seluruh batang kontol Mbah Gemblung diliang vagina Jeng Nadia. “…aarrrggghh…ssshhh…tahan yo nduk…?!” racaunya ditelinga Jeng Nadia.
Jeng Nadia hanya pasrah diperlakukan seperti itu oleh Mbah Gemblung, pikirnya nasi sudah menjadi bubur, maka yang dilakukan kini hanya pasrah menerima rabaan, remasan, dan sodokkan sodokkan dari Mbah Gemblung.
Mbah Gemblung yang merasa sudah menundukkan korbannya, semakin seenaknya memperlakukan tubuh seksi Jeng Nadia dengan berbagai macam cara dan metode penggarapan atas tubuh seksi pasiennya itu hingga sampai klimaksnya.
“…aaarrrggghh…ssshhh….crot…crot…crot…!”
Dan menjelang tengah malam dengan alasan untuk menyempurnakan ilmu yang diterapkan ditubuhnya, kamudian Mbah Gemblung meminta Jeng Nadia untuk mengulum dan menyepong kontol Mbah Gemblung, serta menelan habis cairan spermanya. Dengan menahan rasa jijik Jeng Nadia menelan semua sperma Mbah Gemblung yang menyembur didalam mulutnya,
“…aaarrrggghh…bagus…bagus…nduk…telan semuanya…!” kata Mbah Gemblung sambil memegang kepala dan meremasi rambut Jeng Nadia.
Hingga pagi menjelang Mbah Gemblung tidak bosan bosannya terus menggarap kemolekkan tubuh Jeng Nadia, yang sudah kepayahan menahan gempuran gempuran dari Rudal Palkon Mbah Gemblung.
Seperti yang sudah dipesankan kemarin Mang Yogi pun datang pada siang harinya, dan kedatangannya belum diketahui oleh Jeng Nadia karena sedan Jaguarnya yang nyaris tidak mengeluarkan suara, setelah memarkirkan mobilnya Mang Yogi kemudian duduk di dipan bambu yang ada di teras rumah Mbah Gemblung.
Dan ketika sedang asyik dengan rokok kreteknya Mang Yogi lamat lamat mendengar suara majikannya yang masih didalam kamar Mbah Gemblung, lalu iseng iseng diapun mencari cari celah didinding papan rumah Mbah Gemblung.
Dan betapa kagetnya Mang Yogi setelah menemukan lubang kecil didinding kayu rumah Mbah Gemblung, dia dapat melihat jelas kedalam kamar menyaksikan majikannya yang sedang disebadani oleh Mbah Gemblung.
Dengan sesekali menelan ludah Mang Yogi terus menyaksikan tubuh majikannya yang seksi bin mulus itu sedang dikerjai oleh Mbah Gemblung, dengan tanpa terasa Mang Yogi pun mulai hanyut terbawa suasana didalam kamar dan penisnya pun kini mulai menegang.
Hingga akhir persetubuhan majikannya denga Mbah Gemblung, Mang Yogi masih mengelusi batang kontolnya, dan baru kali ini dia melihat bentuk tubuh seksi majikannya, dengan hanya terbalut kain kemben yang sudah awut awutan sehabis digumuli diatas ranjang oleh Mbah Gemblung.
Setengah jam kemudian Jeng Nadia pun keluar dari rumah Mbah Gemblung, dan pamit untuk kembali ke Jakarta.
“…kulo pamit yo Mbah…?!’ kata Jeng Nadia diteras rmah Mbah Gemblung.
“…iyo nduk sing ati ati ning dalan…inget pesene simbah yo…?!” dengan senyumannya Mbah Gemblung menyambut tangan Jeng Nadia bersalaman.
Dalam perjalanan kembali kepenginapannya di kota malang Jeng Nadia hanya melamun dikursi belakang mobilnya, sementara Mang Yogi yang mengemudikan mobil tengah asyik dengan hayalan dan fantasi sexnya bersama majikannya.
Sesekali Mang Yogi melirik majikannya yang sudah tertidur melalui kaca spion didepannya, dan terkadang sengaja membungkuk untuk mengintip paha mulus majikannya yang memakai rok ketat diatas lutut yang baru kali ini nekat dilakukannya setelah tadi sempat menyaksikan tubuh mulus nan seksi majikannya di gauli oleh Mbah Gemblung.
Dan hayalan Mang Yogi terus berlanjut hingga sampai kepenginapan, dan ketika didepan kamar majikannya Mang Yogi pun memaksa ikut masuk kedalam, dan hal ini membuat marah Jeng Nadia.
“…Mang Yogi apa yang kamu lakukan…berani beraninya masuk ke kamar saya…!” hardik Jeng Nadia dengan matanya melotot kearah Mang Yogi.
Lalu dengan santai dijawab oleh Mang Yogi, “…sudahlah Nyonya…ga perlu pake marah marah kale…!?
“…apa maksud kamu kacung sialan !!!…beraninya kamu kurang ajar kepada saya…?!” bentak Jeng Nadia kepada Sopirnya.
“…saya tau kok tadi nyonya ngapain sama Mbah dukun Gemblung itu…ngewe kan Nyah…hehehe…saya jadi kepengen nyicipin punya Nyonya…!” jawab Mang Yogi dengan tenang.
Bagai mendengar halilintar disiang bolong teling Jeng Nadia, demi mendengar ucapan sopirnya itu, lalu kegelisahan mulai melanda hati Jeng Nadia, serba salah dan bingung…lalu katanya dengan mulai terisak.
“…plis…Mang jangan paksa saya…saya mohon Mang, nanti saya kasih uang berapapun yang Mang Yogi minta…!” katanya dengan memelas.
Lalu dijawab oleh Mang Yogi seraya menghampiri majikannya itu, “…yang saya butuhkan sekarang adalah memeknya Nyonya…kalo Nyonya mau aman…layani saya…!”
Nadia tidak bisa menolak keinginan sopirnya itu, dan tidak ada jalan lain selain melayani keinginannya, keutuhan rumah tangganya yang menjadi taruhannya, kalo sampai sopirnya itu membuka aibnya dihadapan Mas Woko suaminya.
Dan mungkin ia tidak akan lagi bisa menikmati semua fasilitas yang serba mewah dari suaminya yang eksekutif muda itu bila sampai ia diceraikan, demi mempertimbangkan hal itu akhirnya dengan berat hati ia pun bersedia melayani Mang Yogi sopirnya atas pertimbangan hal tadi.
Nadia hanya bisa diam dan menitikkan air matanya saja, ketika Mang Yogi sopirnya itu tiba tiba sudah memeluknya dari belakang, dengan penisnya yang sudah diluar celananya digesek gesekkan kepantatnya yang masih memakai rok ketat berbahan halus.
Dengan perasaan hatinya yang hancur setelah sehari semalam menjadi budak nafsu Mbah Gemblung sidukun cabul itu, kini kembali harus menjadikan tubuh seksinya sebagai sarana pemuas hajat syahwat sopir pribadinya.
Nadia tidak bisa menolak ketika Mang Yogi kini tengah menjilati leher jenjangnya dengan tangan Mang Yogi yang juga aktif membuka satu persatu kancing bajunya, Mang Yogi pun dengan tergesa gesa mulai membuka pakaiannya hingga yang tersisa sempaknya yang sudah pada bolong disana sini.
Mang Yogi dengan penuh nafsu terus menggesekkan kontolnya di panntat majikannya itu, dan dengan mulut dan lidahnya menyusuri kulit mulus punggung majikannya.
“…aaahhh…kulit Nyonya mulus banget…ngga kaya kulit istri saya yang kasar dan panuan…ooohhh…sshhh…!” racau Mang Yogi ditelinga majikannya.
Setelah sekian lama Mang Yogi menjadi sopir pribadinya tidak pernah terlintas sebelumnya untuk dapat mencicipi tubuh Nadia majikannya itu, dan sore itu dimana seharusnya dia sudah menyopiri majikannya untuk pulang ke Jakarta, kini ia pun tengah menyopiri nafsu sexnya diatas tubuh majikannya.
Sungguh penderitaan Nadia begitu berat dirasakannya, setelah tertipu oleh seorang dukun cabul kini ia pun harus menerima kenyataan sopir pribadinya yang sudah sekian lama ia percayai, kini dengan bebasnya memperlakukan tubuh seksinya dengan kasar tak ubahnya seperti pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga.
Dalam batin Nadia menyesali nasibnya yang tidak beruntung, dan ditengah gempuran Mang Yogi yang kini sudah merebahkan tubuhnya diatas ranjang, Nadia Berbisik dalam hatinya,
“…Mas Woko…maafkan aku Mas…”
Dengan sudah menelanjangi tubuh majikannya, kini Mang Yogi sudah menindih tubuh majikannya itu dan dengan rakusnya melumat bibir sensual majikannya dengan tangannya yang terus meremasi buah dadanya yang begitu montok dan sangat menggiurkan itu.
Lidah Mang Yogi kini menjilati seluruh permukaan kulit halus nan mulus buah dada Nadia, dan terus turun jilatannya sampai keperut dan turun lagi kepaha dan selangkangan majikannya, lalu dengan lidahnya mulai merambah rimbunnya belantara kenikmatan majikannya dengan sangat nafsu.
“…ssllrrruuppff…ssshhh…memek Nyonya enak banget…kayak rawon setan…!” racau Mang Yogi seenak dengkulnya.
Nadia hanya diam dan menitikkan air matanya, dikurang ajari oleh sopir pribadinya itu, dan tangisannya kian terdengar ketika denga kasar memeknya sudah dijejali batang kontol sopirnya itu, dan menggenjotnya dengan seenaknya kasar dan brutal, layaknya seperti orang yang sedang diperkosa.
Mang Yogi terus dengan sodokkan dan tikamannya diliang memek majikannya dengan tangannya yang terus mengemudi di buah dada majikannya, dan dengan lolongan panjang disudahinya dengan memuncratkan spermanya dirahim Nadia majikannya yang dia tau dengan keberangkatannya ke lereng Bromo untuk bisa segera memiliki keturunan.
“…aaahhh…jangan didalam Maaanng…ooohhh…!” jeritan Nadia melarang sopirnya itu untuk memasukkan benih dirahimnya.
“…ooohhhssshhh…crot…crot…crot…enakan dilam Nyah, siapa tau nanti Nyonya bisa hamil sama benih dari saya…hehehe…!” kata Mang Yogi dengan seenaknya.
Betapa kian hancur hati Nadia menerima kenyataan pahit harus menerima masuknya benih dari sopirnya didalam rahimnya, dan sebelumnya pun sudah dimasuki benih dukun cabul sialan itu. Tangisan Nadia kian terdengar dan menyisakan keperihan yang berkepanjangan di relung hatinya, ia serasa tak kuasa lagi menahan nestapa yang semakin mengoyak kisi kisi dalam hatinya.
Dan ditengah malam itu disaat sedang terlelap tidur Nadia bangun ketika dirasakan tubuhnya ada yang menindihnya, Mang Yogi rupanya ingin menghabiskan malam itu diranjang bersama majikannya yang super cantik dan seksi itu.
Nadia tidak kuasa menolak nafsu birahi sopirnya itu, ia hanya diam dan pasrah ketika kembali ditelanjangi dan selanjutnya digumuli dengan penuh nafsu oleh Mang Yogi. Dan untuk kedua kalinya Mang Yogi sopirnya itu menitipkan benih dirahimnya, yang bisa saja membuahkan kehamilan setelah sebelumnya telah menyimpan pula benih dari Mbah Gemblung dukun cabul itu.
Pagi itu Nadia berangkat ke Jakarta dengan Mang Yogi sopirnya, yang kini mengemudi dengan hatinya yang sangat puas setelah merengkuh kehangatan tubuh seksi majikannya semalaman.
Nadia hanya diam dan mulai tidur selama perjalananya menuju rumahnya di Jakarta, dan tanpa disadarinya kesalahan telah terjadi lagi pada dirinya, disaat dalam tidurnya rok panjangnya tersingkap hingga menampakkan kulit pahanya yang mulus.
Mang Yogi yang menyaksikan majikannya tidur dengan paha mulusnya yang terbuka, kembali dirasuki hawa nafsu binatangnya yang sudah tidak lagi memandang norma norma kesopanan terhadap majikannya yang sudah sekian lama menghidupi keluarganya.
Dia pun akhirnya membelokkan mobilnya masuk dipinggiran hutan Alas Roban yang sudah terkenal dengan kerawanannya, setelah menghentikan mobilnya lalu ia pun membuka pintu belakang dan kemudian dengan secara paksa menyerang majikannya yang masih tertidur itu.
“…Mang cukup Mang saya ngga mauuu…aaahh…jangan Mang…!” jeritan Nadia kepada sopirnya, yang sudah seperti kesetanan terus mengujani dengan ciuman ciumannya di wajah dan bibirnya. Mang Yogi mulai membuka paksa baju atasan majikannya, dan kini hanya menyisakan BH dan rok panjangnya, Nadia sungguh tidak kuasa melakukan perlawanan dan tenaganya habis.
“…sekali lagi ya Nyah…abis Nyonya sih tidurnya ngongkong, jadi ngaceng lagi deh kontol saya…hehehe…!” kata Mang Yogi seenak udelnya.
Lalu dengan leluasa Mang Yogi mulai menurunkan tali BH di pundak majikannya, dan terus mengenyoti putting susunya dengan rakus, dan tangannya turun kearah selangkangan majikannya lalu dengan kasar menurunkan CDnya hingga sobek dan putus karetnya.
Kemudian Mang Yogi membuka kedua paha majikannya itu dengan dengkulnya, lalu dengan tangannya menuntun batang kontolnya keliang vagina majikannya dan dengan sekali dorongan masuklah seluruh kontolnya ditelan kegelapan goa diselangkangan majikannya itu.
“…aahh…oohh…ssshh…enaknya memek Nyonyah…ssshh…!” racau Mang Yogi mulai terdengar disela genjotan batang kontolnya, Nadia kembali dengan isak tangisnya yang tidak menyangka akan diperkosa oleh sopirnya itu.
Dan Mang Yogi sudah mulai ingin menuntaskan hajatnya dengan mempercepat genjotannya dan akhirnya sampailah ia di penghujung sodokkannya dengan kembali menyirami rahim majikannya dengan air maninya.
“…aaahhh…crot…crot…crot…!” dan dengan santainya ia berucap dengan asal ngejeplak, “…makasih ya Nyah…udah ngerepotin lagi nih…!”
Nadia segera membersihkan sisa sisa cairan Mang Yogi di vagina dan selangkangannya dengan tissue, dia tidak mau sampai ketahuan suaminya baru di senggamai sopirnya. Mang Yogi jongkok di belakang mobil dan menikmati rokok kreteknya, sambil tersenyum puas setelah merangsek tubuh majikannya yang seksi itu.
Tanpa disadari oleh Mang Yogi maupun Nadia, dirimbunnya pepohonan di pinggir hutan itu lima pasang mata tengah memperhatikannya sedari tadi. sumber Ngocoks.com
Rupanya mereka adalah kawanan rampok yang biasa menghadang dan merampok mobil mobil yang lewat dihutan itu, dan mereka sudah cukup lama memperhatikan sejak kedatangan mobil mewah yang sengaja diparkir oleh Mang Yogi dipinggiran hutan itu.
Dengan satu komando dari gembongnya mereka lalu menyergap Mang Yogi dari belakang dan langsung menempelkan goloknya dileher Mang Yogi, dan yang lain langsung mengerumuni mobil yang masih ada Nadia, di dalamnya tengah merapihkan pakaiannya sehabis di setubuhi sopirnya.
Betapa kaget dan ngerinya Nadia dengan kedatangan segerombolan perampok yang bertampang sangar dan menyeramkan itu, dengan golok di ditangannya masing masing.
“…harta atau nyawa…!!!…kalo mau pada selamet turuti perintah kami…!” kata gembongnya yang bertubuh paling besar dengan kumisnya yang mbaplang.
“…tolooong…!” jerit Nadia ketakutan.
“…diam…!!!…atau saya matiin semua…!!!” perampok itu membentak Nadia yang gemetaran saking takutnya.
Mang Yogi yang sudah disergap lebih dulu oleh perampok perampok itu, diikat disebuah pohon dan di sumpal mulutnya dengan kaos kakinya yang tadi dibuka paksa oleh salah seorang dari perampok itu. Mang Yogi hanya bisa menyaksikan tanpa bisa berbuat apa apa, ketika kelima perampok itu mengerumini mobilnya dan dengan kasar menarik keluar Nadia dari dalam mobilnya.
Lalu dengan satu isarat gembong rampok itu menyuruh menggeledah isi mobil dan mengambil barang barang berharga milik Nadia, dan gembong rampok itu dengan mudah menaklukkan Nadia dan menghimpit tubuhnya ke bagasi mobil.
“…wah…wah…wah…wah…ayune kowe nduk…langsung ngaceng kontolku…!” katanya didepan wajah Nadia yang semakin gemetar ketakutan.
Lalu disambut tertawa oleh perampok perampok lainnya yang baru saja mengobrak abrik dan mengambil semua barang berharga yang ada didalam mobil, “…ha…ha…ha…ha…kita jadikan teman tidur kita malam ini Kang…!” kata salah seorang perampok itu, yang langsung disambut dengan terbahak bahak oleh teman temannya yang lain,
“…ha…ha…ha…asyiiiik…bisa ngrasain memek Jakarta kita nih…!” kata perampok yang lain.
“…bener…Kang malam ini kita pesta memek orang Jakarta…!” kata perampok satunya lagi.
Nadia langsung bergidik mendengar ocehan para perampok itu, dan tangisannya mulai terdengar memilukan.
“…jangan pak jangan perkosa saya…saya mohon pak…ambil saja yang bapak bapak mau…tapi jangan perkosa saya pak…tolong pak…saya mohon pak…!” rintihan memelas Nadia, yang disambut tawa mereka secara bersamaan.
“…huahahahaha…huahahahaha…!!!”
Bersambung…