“Bagus kalau gitu,” ucap Ardi yang tidak sabaran dan meletakkan buku tersebut di atas nakas.
Narnia memejamkan kedua mata dan menaikkan kaos depannya. Memperlihatkan kedua dadanya yang putih berisi di hadapan Ardi. Ia sungguh tidak rela, dadanya di jamah oleh Ardi yang sangat ia benci.
Jakun Ardi naik turun, bawahnya juga terasa sungguh sesak. Kedua telapak tangannya meremas dan mencengkeram kedua buah Narnia yang semakin besar. Ardi masih ingat, terakhir ia meremas kedua dada Narnia. Saat mereka masih di bandung dalam rangka pramuka antar sekolah Jakarta dengan bandung.
Narnia tidak berani bersuara, ia mengigit kaos depan dengan gigitan kuat dan kedua tangan menutup wajahnya yang sudah memanas. Akibat ulah Ardi yang masih memainkan kedua buah dadanya.
Ardi menempatkan bibirnya di salah satu buah dada Narnia. Ia melahapnya dan menarik ujungnya dengan gigi.
“Ah..” desah Narnia tetiba dan kaos yang di gigit terlepas begitu saja dari mulutnya.
Ardi yang kesal, langsung menaikkan kembali kaos tersebut.
“Gigit erat kaosnya, jika tidak ku bakar bukunya!” ancam Ardi yang berhasil membuat Narnia menurut.
Melihat Narnia mengigit kaosnya secara mati-matian, Ardi melahap lagi dada satunya dengan menghisap ujungnya dengan lidah memaikan puncak yang menantang itu. sebelah tangannya terus meremas dada Narnia dengan berapa gerakkan yang berhasil membuat tubuh Narnia meremang.
Narnia menahan suaranya mati-matian dan bagian bawahnya sudah terasa basah dan berdenyut.
Puas memainkan kedua dada Narnia yang tidak di tutupi bra. Ardi mengakhiri permainya yang sudah 30 menit dan menatapi kedua dada Narnia sudah memar kebiruan dengan bekas ciuman dan gigitan yang ia tinggalkan di kedua buah dada tersebut.
Senyuman Ardi semakin menampakan senyuman jahat. Ia langsung mendorong Narnia ke atas ranjang dengan kasar.
Narnia tersentak dan hendak bangkit dari atas ranjang dengan kepala berputar-putar.
tapi, Ardi langsung menekan tubuh Narnia di atas.
Seketika, Ardi langsung mengecupi bibir Narnia dengan rakus dan menahan tengkuk Narnia untuk dapat memperdalam kecupannya.
“Hmmphh,” Narnia berusaha menolak dengan memukul-mukul dada Ardi dengan kedua kepalan tangan.
Ardi tidak bergeming, ia memperdalam kecupan di bibir Narnia. lidahnya menari-nari dalam mulut Narnia. Sebelah tangannya bahkan sudah menyusup ke bagian sensitif yang terasa lembab akibat perbuatannya yang mengoda kedua dada yang sintal itu. tanpa aba-aba, Ardi langsung memasukkan kedua jarinya di dalam lembah tersebut tanpa aba-aba.
“Hmmphh.. ” teriakan Narnia terendam oleh kecupan Ardi. Ketika ia ingin berteriak keras. Atas rasa sakit di bawah tubuhnya yang di masuki jemari Ardi secara kasar.
Jemari Ardi menari dengan tarian hebat, hingga Narnia merasa ada sesuatu di tubuhnya akan keluar dalam jumlah banyak. Tetapi gerakkan jemari itu terhenti. membuat Nanrnia terasa tidak rela untuk menerimannya.
Puas menyiksa Narnia dengan jemarinya. Ardi melepaskan kecupannya. Menatapi wajah Narnia yang terengah-engah. Karena kelelahan dan hampir Mati kehabisan nafas.
“Kau menipu ku,” protes Narnia.
“Bukannya kau menikmatinya?” balas Ardi dengan sikap cueknya.
Narnia membaringkan wjahnya. Pusat tubuhnya berdetak. Ia menginginkan lebih dari sebuah permainan jemari. Tepatnya, ia menginginkan barang keras dari Ardi yang mengenai perutnya.
“Hari ini sampai sini, aku pasti akan memuaskan mu lain kali!” ucap Ardi dengan senyuman kepuasan.
Perkataan Ardi sungguh memalukan. Dengan cepat Narnia mendorong Ardi keluar dari kamarnya.
Ardi memanfaatkan kesempatan tersebut menarik tubuh Narnia menempel ke tubuhnya. Ia kembali mengecupi bibir Narnia di sertai gigitan dan sebelah tangan ke bawah. Untuk memainkan bagian bawah secara keluar masuk dengan ritmen yang lebih cepat.
Tubuh Narnia mengejang, ia akan mendapatkan pelepasan dengan permainan jemari Ardi.
Merasa jarinya terjepit, Ardi menaikkan tempo permainan. Hingga semburan panas terasa di telapak tangannya.
Kecupan bibir di lepaskan, jemari Ardi yang basah di oleskan ke bibir Narnia.
“Hisap, atau ku masukkan dengan milikku?” ancam Ardi.
Mau tidak mau, Narnia menjilati cairan miliknya di jemari Ardi.
Ardi menatapi jemarinya yang di jilatin oleh Narnia. Seketika ia menahan tengkuk Narnia dan mengecup bibir tersebut. Bahkan memasukkan kembali jemarinya ke tempat yang basah.
Tubuh Narnia bergetar hebat, lagi dan lagi ia mendapatkan pelepasan ke sekian kali atas permainan jemari Ardi di pusat tubuhnya.
“Bonusnya sungguh hebat,” ucap Ardi yang keluar dari kamar Narnia.
“Hampir saja,” batin Narnia.
Narnia terduduk dengan bersandar di pintu saat ia sudah menutup pintu kamarnya.
Di luar, Ardi melihat ibunya yang berjalan ke arahnya.
“Bagaimana Narnia?” tanya Lala kepada putranya yang masih mengenakan seragam sekolah.
“Sudah bangun dan ia memeluk buku Adam dengan bahagia. Jangan lupa, malam ini milikku,” ucap Ardi yang berlalu dari hadapan ibunya
Lala memandangi putranya dengan tatapan rumit. Ia heran, kenapa Ardi mau ikutan kerjasama dengan persugihan ini.
Jika Adam, ia tidak akan kaget lagi. Karena sebelum Narnia menjadi tumbal persugihan. Kekasih Adam yang lain sudah duluan menjadi tumbal persugihan dagangan Herman.
Soal nasib mantan Adam. Lala dan Herman tidak mau tau. Bagi mereka berdua, uang sangat penting dari segalanya. Termasuk Narnia, apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Bukan urusanku,” batin Lala.
Lala berjalan ke arah kamar Narnia. Untuk melihat keandaan Narnia. Tepatnya memastikan Narnia tidak kabur atau kenapa-napa dulu. Karena Narnia merupakan tumbal yang sempurna.
Tok tok tok tok
Lala mengetuk pintu kamar Narnia sebanyak empat kali.
“Nar… Sudah bangun kah?” saut Lala dengan sikap biasanya.
“Sudah Bu,” balas Narnia yang cepat membetulkan pakaianya dan menganti celana piyama yang basah. Akibat ulah Ardi yang membuatnya mendapatkan pelepasan dalam jumlah banyak
Setelah memastikan semua beres, Narnia membuka pintu kamar. seolah tidak terjadi apa-apa barusan dengan Ardi.
“Apa Ardi sudah menyerahkan buku Adam padamu?” ucap Lala dengan senyuman lembut untuk memastikan apa yang di katakan oleh Ardi benar atau tidak.
“Sudah bu, terima kasih.”
“Tolong jaga rumah, ibu mau bantu Pak Herman beres-beres toko jualan!” pinta Lala memohon.
“Iya Bu, aku akan jaga rumah.”
“Obatnya jangan lupa di minum! biar besok segar dan bisa ketemu dengan Adam,” goda Lala kepada Narnia.
Wajah Narnia memerah, karena godaan ibu tirinya.
“Iya Bu,” balas Narnia gugup dan menutup pintu kamarnya.
Lala tersenyum licik melihat putri tirinya begitu polos dan bodoh.
Lala, kemudian berjalan ke kamar Ardi. Untuk memberitau Ardi, bahwa malam ini Ardi bisa main sampai puas. Selagi mereka di luar dan tentu saja, Adam akan ikut pergi.
Senyuman Ardi mengembang di bibirnya dengan pikiran licik dan gaya apa yang akan di pakai untuk menyentuh Narnia malam ini.
“Mau pergi berapa lama?” tanya Ardi tetiba.
“Mungkin sampai tengah malam, kita mau ketemu Pak Joko dan Adam akan ikut sama Kita!” jelas Lala, yang di tatapi malas oleh Ardi.
“Ya sudah, aku akan main sampai puas.”
“Jangan lupa, tampung bagian itu. Jangan sampai ketahuan Narnia,” perintah Lala dan Ardi memperlihatkan satu botol kecil di hadapan ibunya.
“Segini cukup?”
“Cukup, setidaknya untuk persediaan besok!” balas Lala yang masa bodoh.
Ardi mengamati kepergia ibunya.
Terlibat dalam ritual persugihan, Memang bukan hanya di lakukan ketiga keluarganya. Melainkan dirinya juga. Ardi tidak ingin kalah dari Adam. Yang bisa sukses dan tinggal sendirian di apertement mewah.
Pulang hanya sesekali, itu pun untuk menyentuh Nardia. Tapi Ardi tidak terlibat dengan dukun Joko. Ia hanya memafaatkan celah kesempatan yang ada untuk bisa sukses tanpa menggunakan ilmu gaib atau sebagainya.
“Cih, aku akan setingkat dengan mu!” gumam Ardi pelan yang siap menyentuh Narnia selama berapa ronde malam ini.
Jam 2 siang, Lala sampai ke toko. Para karyawan yang mendapatkan bonus. Banyak yang pergi dan ada berapa yang membantu Herman untuk beres-beres. Seperti mencuci panci dan berapa peralatan masak. Piring disusun di mobil pick up.
Tepatnya. Herman pergi kerja dengan menggunakan mobil pick up usang. Untuk mengangkat panci bakso dan mangkok. Pulangnya juga sama dengan mobil pick up usang.
Penyewa tempat Herman sudah dari tadi tidak sabaran untuk berjualan. Pak Andika menatapi Herman dengan rauk wajah hitam.
“Masih lama kah? Tanya Pak Andika dengan nada kurang bersahabat kepada berapa pelayan Herman.
“Sudah selesai, sisa mangkok!” ujar salah satu pelayan yang kurang suka dengan sikap Pak Andika.
Padahal pemilik tempat adalah Herman. Tapi gaya Pak Andika kayak bos yang punya lahan yang semenang-menang terhadap Herman.
“Mendingan cepatan tuh! Saya sudah mau buka,” pekik Pak Andika dengan suara keras yang seperti lagu hajatan nikah sekampung. Yang membuat toko sebelah dan depan. Pada liat ke arah Andika.
Pelayan dan Herman menaruh barang-barang seperti mangkok, gelas, teko, sendok, garpu dan sumpit, tempat sambal ke belakang mobil pick up.
Sikap pak Andika yang seperti itu. Selalu menjadi bahan pembicaraan para tetangga. mereka menganggap Pak Andika songong karena ketimpak rezeki durian runtuh dari Herman.
Sebenarnya Pak Andika dari dulu sudah mau membeli lahan tempat Herman berbisnis dengan harga yang tinggi. Tapi Herman tidak mau menjualnya, selain itu juga. Ia juga mendesak pemilik mall untuk mengusur Herman.
Hasilnya tetap gagal, pihak mall mengatakan Herman sudah menyewa tempat tersebut selama 10 tahun dengan surat kontrak di atas materai 6.000. Dan sejak itulah, sikap Pak Andika semakin jadi-jadi untuk membully Herman. Dengan segala cara yang ia punya.
Lala menatapi Pak Herman yang menebar senyuman padanya. Ia pun hanya membalas dengan tipis. Mengingat ia bisa mendapatkan uang lebih dari Pak Andika. Jika ia mengunakan Narnia untuk melayani pak Andika di atas ranjang.
Memikirkannya saja, Lala semakin tidak bisa memedung keinginan hatinya untuk memperalat Pak Andika. Untuk menjadikan Andika sebagai tumbal persugihan
Tapi mengingat Herman yang menjaga rahasia dengan sangat ketat. Bisa-bisa nyawa taruhan, sehingga Lala mengundurkan niatnya untuk memanfaatkan Pak Andika.
Selesai beres-beres, karyawan pamit pulang kerja. Demikian juga Herman yang memilih pulang dan menaruh mobil pic up ke dalam garasi mobil. Kemudian menganti mobilnya dengan mobil baru untuk ke rumah dukun bernama Joko yang menjadi dukun langanan berapa tahun ini.
Adam menyusul pergi dengan mobil mewah dari arah belakang. Mobil yang di kendaraankan oleh Adam masuk ke salah satu terpencil yang jauh dari kota.
Hari semakin malam, mereka bertiga sampai ketempat Pak Joko.
Pak joko yang sudah tau, meminta seorang pelayan untuk menyambut kedatangan ketiga tamu tersebut.
“Pak Joko sedang di dalam, mohon tunggu di sini!” ucap pelayan wanita itu ramah tanpa mengenakan pakaian sehelai benangpun di tubuh. Saat menyambut para tamu yang datang ke diaman Joko.
Pandangan mata Adam ke arah tubuh pelayan yang benar-benar sempurna. berisi padat dan segar, tanpa pakaian di tubuh.
“Jaga sikap mu, dia tidak boleh kau sentuh!” ucap Herman yang memperingatin anak pertamanya.
“Aku tau,” balas Adam yang memperbaiki posisi celananya yang sesak.
Berapa menit di luar, pelayan itu kembali dan meminta ketiga tamu masuk.
Herman berjalan di depan di susul oleh Adam yang menatapi kemolekan tubuh pelayan. Di belakang ada Lala yang merinding duluan. Saat berjalan semakin dalam kelorong rumah yang panjang. Yang di penuhi aura mistic yang kuat. Serta suara-suara tawa seperti suara tawa kuntilanak.
Ketiganya sampai kesalah satu ruangan yang bernuasa kuno dengan ukiran menakutkan di tiap tiang dinding ruangan. Entah apa tulisannya, Lala tidak memperhatikan dengan jelas ukiran itu. yang di inginkannya saat ini. ingin cepat-cepat pergi dari ruangan ini.
“Silahkan duduk,” ucap Joko yang mempersilahkan ketiganya duduk di lantai yang beralas kayu.
Ketiganya duduk di lantai kayu yang terasa dingin dan hawa mistic mengitari mereka bertiga.
“Hari ini jumat kliwon, akhirnya kamu datang sesuai janji!” ucap Joko yang menatapi Herman dengan kedua mata tanpa bola mata di rongga mata.
Adam langsung ngeri, melihat pria tua tanpa mata. Bisa membedakan Herman dan dirinya.
“Iya Gusti! saya sudah datang,” balas Herman yang memberikan hormat di susul oleh Lala. Kemudian dengan Adam.
Tapi mata Adam masih terbelalak melihat seorang yang sedang masak sesuatu tanpa mengenakan busana. Gadis itu tanpa malu mempertontonkan bokongnya yang sintal.
“Jadi, apa kalian sudah siap melakukan apapun?” tanya Joko yang masih menguji kesabaran mereka berdua. Sedangkan Adam, pikirannya sudah kemana-mana.
“Tia..” panggil Joko pelan.
“Iya,” sahut Tia.
Gadis cantik bernama Tia itupun mematikan kompor.
Kemudian, berjalan ke arah Ketiga tamu. untuk memyuguhi minuman. Dadanya yang tidak memakai apapun, justru mengundang nafsu Adam dan Herman yang sudah bergairah tinggi.
Adam maupun Herman menelan saliva dengan kasar. Melihat buah dada muda mengantung di depannya yang masih segar dan berisi.
“Mau minum dulu atau langsung ritual?” tanya Joko yang mempersilahkan ketiga tamu untuk minum.
“R-ritual dulu saja,” ucap Adam terbata-bata karena tidak bisa berhenti menganga menatapi Tia yang begitu cantik dan mengoda di sebelah Joko.
Joko menurunkan pandangan, melihat celana Adam yang sudah terlihat sesak di bagian selangkangan.
“Tia..” Joko menunjuk lantai di tengah mereka.
Tiapun mengangguk dan rebahan di sana sambil mengangkang lebar. Mempertontonkan bagian tertentu pada Adam.
“Silahkan main dan kalian berdua ikut aku,” perintah Joko. Kepada Herman dan Lala untuk meninggalkan ruang tamu.
Bersambung…