Sinar matahari pagi membangunkanku. Saat itu, kulihat Emi masih tergolek diatas tubuhku. Hanya saja, aku mendapati bahwa kami sudah diselimuti oleh selimut. Hmmm, bukankan selimutku kuberikan kepada Novi?
Kenapa bisa ada disini? Waduuh, pasti salah satu dari Novi atau Desi masuk ke kamarku dan memakaikan selimut ini padaku dan Emi. Berarti yang masuk itu melihat bahwa aku dan Emi sedang tidur berduaan saling berpelukan dalam keadaan telanjang.
Waduuh, semoga tidak berabe nih. Aku mengenakan pakaianku, dan beranjak keluar kamar. Aku melihat Desi sedang menonton TV, sedangkan Novi sedang menggoreng telur untuk sarapan kita berempat.
“Emi akhirnya semalam tidur sekamar dengan bapak?” Tanya Desi.
“Iya betul Des. Kasihan abisnya dia digigitin nyamuk melulu diluar.” Kataku.
“Iya sih betul. Terima kasih ya pak, bapak sudah peduli kepada Emi.” Kata Desi.
“Ahh santai saja. Toh sesama teman kita saling bantu Des.” Kataku.
“Cieee… bapak manager ini emang pidatonya paling memukau.” Canda Novi sambil memindahkan telur yang sudah matang ke piring.
Tak lama kemudian, Emi pun keluar kamar, dan untungnya ia sudah mengenakan pakaiannya. Setelah Emi keluar, kami berempat langsung duduk di meja makan. Novi langsung membagi-bagikan telur itu ke 4 piring dengan cekatan.
Setelah sarapan, rencananya adalah berenang. Akan tetapi, Novi dan Desi saja yang pergi, karena aku dan Emi masih mengantuk, mungkin efek permainan semalem kali ya. Aku dan Emi tertidur sampai jam makan siang, itupun karena dibangunkan oleh Desi.
“Makan oii, tidur mulu kerjaannya.” Kata Novi.
“Makan? Barusan juga makan.” Kataku bingung.
“Pak James, Ini sudah jam 13.00, liat HP bapak kalo ga percaya.” Kata Novi.
Saat kulihat jam di HP, betul juga sih jam 13.00. Gile, banyak sekali kami tidur hari ini. Karena aku dan Emi tertidur sampai sekarang, mereka berdua tadi jalan-jalan sendirian.
Setelah makan siang dengan masakan yang sangat enak buatan Novi, waktunya acara santai di pantai. Novi bilang ia kecapekan karena lelah berjalan-jalan dan memasak, sehingga kami bertiga pergi ke pantai untuk santai.
Pantainya bagus sekali, dan suara ombaknya pun cukup santai untuk didengar. Emi dan Desi memakai pakaian yang sama seperti pada saat bermain voli pantai. Ya, pakaian seksi itu. Kalau Emi sih, semalam sudah kulihat apa yang ada dibalik BH dan celana dalamnya.
Nah kalau Desi, aku belum pernah lihat, jadi ada sedikit rasa penasaran nih. Saat aku sedang membayangkan hal itu, Desi langsung berjalan ke arah pantai, dan duduk di kursi panjang yang telah disediakan. Wow, kaya bule aja, mao sunbathing dia.
Emi langsung memegang dan menarik tanganku, isyarat untuk mengajak berkumpul disana. Aku duduk selonjoran di kursi kira-kira dua kursi sesudah Desi.
“Pak Jaameess.. Aku mao balik ke cottage dulu ya. Ada yang ketinggalan.” Kata Emi. Ia langsung berlari ke arah cottage.
Aku yang sudah tinggal berduaan dengan Desi, pindah ke kursi tepat disebelahnya.
“Demen sunbathing ya Des?” Tanyaku.
“Iya pak. Aku ingin menggelapkan warna kulitku sedikit.” Kata Desi.
“Lho? Nanti kulitnya ga putih lagi lho.” Kataku.
“Aku lebih suka warna kulit seperti ini pak daripada warna kulit putih. Menurut pendapatku, warna kulit putih itu cenderung pucat.” Kata Desi.
“Ah bisa saja kamu Des. Tapi ya pendapat orang mah tidak sama semua.” Kataku.
“Betul sekali pak.” Kata Desi.
Desi ini betul-betul lucu. Kata-katanya betul-betul bahasa yang baku menurut Ejaan Yang Disempurnakan.
“Eh iya Des, udah pake sunblock?” Tanyaku.
“Oh iya pak, aku benar-benar lupa.” Kata Desi seraya berupaya bangkit dari kursinya.
“Udah Des kamu disini aja. Dimana sunblocknya biar kuambilkan.” Kataku sambil bangkit berdiri dari kursiku.
“Di tasku yang berwarna putih pak. Aku meletakkan sunblock milikku di bagian resleting depan, pak.” Kata Desi.
Aku mengangguk saja, dan berlari ke arah cottage. Sesampainya di cottage, aku langsung berjalan cepat kearah kamar Desi, aku lupa bahwa itu adalah kamar para perempuan, dan membuka pintunya… Terlihatlah didepan mataku pemandangan indah berupa kedua bukit kembar besar yang tertanam di kulit yang putih dan tubuh yang cukup proporsional, ya Emi.
Melihat itu, nafsuku jadi bangkit, dan seluruh rangkaian kejadian semalam aku bersama Emi terulang dalam pikiranku. Eits, aku harus bisa menahan nafsuku, disamping karena Desi menunggu aku, Novi juga ada didalam kamar itu.
“Eh sorry. Lagi ganti baju toh. Aku cuma numpang ambil sunblock buat Desi.” Kataku.
“Oke pak, itu pak tasnya.” Kata Emi sambil menunjuk kearah tas putih Desi dan melanjutkan ganti bajunya dengan santai.
Setelah kucari dibagian resleting depan, aku langsung menemukannya, dan langsung membawanya kepada Desi. Dan apa yang dilakukannya betul-betul tidak kusangka. Ia membuka seluruh pakaiannya, dari BH strapless bulu-bulunya, kemudian menyusul celana dalam bulu-bulunya.
Kini, tampaklah pemandangan yang tidak kalah indah dengan yang baru saja kupandang tadi pada saat mengambil sunblock. Desi memiliki tubuh yang cenderung langsing, meskipun tidak langsing-langsing amat. Buah dadanya bulat cukup sempurna, dan menyisakan gap diantara kedua buah dadanya.
Puting susunya berwarna coklat, dan sangat cocok dengan buah dadanya. Rambut kemaluannya tidak setebal Emi, dan kelihatan terawat. Batang kemaluanku menegang seketika. Ngocoks.com
“Ah, pak. Maafkan aku. Aku lupa bahwa bapak ada disini.” Kata Desi sambil tersenyum-senyum.
“Yaa gpp sih Des. Tapi emang kamu ga masalah ya badan kamu terekspos begini di depan aku?” Tanyaku.
“Jika itu Pak James, aku tidak keberatan.” Kata Desi seraya mengusap sunblock ke seluruh tubuhnya.
“Kenapa begitu?” Tanyaku.
“Karena Pak James itu orangnya baik, mau bergaul dengan kita yang aneh ini, dan kelihatannya bapak bukan merupakan orang yang mesum.” Kata Desi.
“Bukan orang yang mesum? Semua cowo itu mesum Des, kecuali kalo ga normal.” Jawabku.
“Itu berbeda pak. Orang yang benar-benar mesum, itu mengaku dirinya tidak mesum, padahal hatinya kotor sekali. Dengan kata lain, munafik. Akan tetapi, bapak kenyataannya tidak munafik. Untuk masalah mesum yang bapak bilang, menurut saya itu normal dialami oleh semua manusia, tidak hanya pria, tapi wanita.” Jawab Desi seraya mengoleskan sunblock dari leher hingga buah dada dan perut.
“Salah Des kalo kamu bilang saya ga munafik. Saya baru nyadar kok kalo saya munafik. Saya kesini dengan modal setia sama istri, yah tapi lihat, semalem saya sudah menodai kesetiaan saya.” Kataku, dengan sedikit penyesalan.
“Itu masalah kesetiaan pak, tidak ada hubungannya dengan munafik. Mengenai itu, hal itu memang tidak terhindarkan pak. Seperti kata Emi, seks itu adalah kebutuhan dasar manusia.
Jadi menurutku, jika semalam Bapak dan Emi berhubungan seks, itu dapat dikatakan cukup normal, tentunya dengan tidak mempertimbangkan aspek pernikahan dan kesetiaan ya.
Karena jika sudah membawa aspek pernikahan dan kesetiaan, bapak jelas sudah melakukan kesalahan yang sangat besar.” Kata Desi seraya mengoleskan sunblock ke selangkangan dan pahanya.
“Oh, jadi kamu yang masuk ke kamarku tadi pagi ya?” Kataku.
“Betul pak. Tidak perlu khawatir pak, aku tidak memberitahu Bu Novi masalah ini, walaupun sepertinya beliau sudah dapat menebak apa yang kalian lakukan semalam.” Kata Desi sambil membungkuk untuk mengoleskan sunblock di kakinya.
Haduh, makin ricuh saja. Kenapa pula aku bangun kesiangan hari ini, padahal biasanya aku selalu bangun subuh untuk menunaikan ibadah. Memang sedang sial aku hari ini. Setelah selesai mengoleskan sunblock diseluruh tubuhnya, Desi memasang posisi tengkurap di kursi panjang itu, dan mengulurkan sunblock kearahku.
“Pak James, bolehkah saya meminta tolong?” Tanya Desi.
Aku langsung mengerti Desi ingin meminta tolong mengoleskan sunblock di area belakang tubuhnya. Aku mengambil sunblock itu dari tangannya Desi, dan mulai mengoleskannya di bagian belakang tubuhnya, mulai dari leher, punggung, pinggang, paha, dan kaki.
“Maaf pak, jika tidak merepotkan, aku juga minta tolong di area pantat pak.” Kata Desi dengan sopan.
Aku memang sengaja melewati area pantat, karena aku ngerti dengan berbagai macam implikasi yang timbul. Mulai dari akunya bisa makin terangsang, sampai Desi nya bisa merasa risih. Tapi yah berhubung dia minta, aku mengoleskannya juga di pantat Desi. Ooohhh, pantatnya kenyal dan cukup bulat, aku jadi membayangkan aku sedang doggy style dengan Desi, ups…
“Sudah nih Des, apa lagi yang mao dioles?” Tanyaku.
“Terima kasih banyak, pak.” Kata Desi seraya membalikkan tubuhnya lagi, sehingga buah dada kembarnya dan selangkangannya yang indah tampak kembali.
Aku segera kembali ke kursi panjangku, dan berbaring sambil melihat ke langit. Melihat ke langit membuatku melupakan semua masalah, dari masalah pekerjaan di kantor, masalah rumah, dan masalah apapun. Aku memejamkan mataku, dan hampir tertidur, ketika tiba-tiba…
“Pak, oleskan dulu pak sunblock-nya.” Suara Desi terdengar.
Aku membuka mataku, dan pemandangan pertama yang kulihat adalah dua bukit kembar Desi. Buset, lama-lama Desi bisa bernasib sama nih seperti Emi. Aduh tahan James, Desi sudah menikah, sudah menikah.
“Aku oleskan ya pak. Ayo tengkurap pak.” Kata Desi.
Aku menurut saja, dan tengkurap di kursi panjangku. Aku merasakan Desi mulai mengoleskan sunblock dari leher, turun ke punggung. Enak sekali rasanya, apalagi sesekali Desi juga menyisipkan pijatan kecil.
Aku merasakan Desi menarik celana pantaiku turun kebawah, sehingga sekarang aku telanjang, tapi masih dalam posisi tengkurap. Desi mulai mengoleskan sunblock di pantat, paha, dan kakiku. Lalu, ia menyuruhku berbalik.
Eits buset, masa aku harus berbalik, bisa-bisa aku yang sedang terangsang ini kelihatan oleh Desi, ah tapi cuek lah, siapa juga yang kaga terangsang melihat tubuh Desi yang indah itu. Aku pun berbalik, dan melihat Desi yang sedang mengoleskan sunblock di telapak tangannya untuk diusapkan ke badanku.
Setelah ia melihatku dalam keadaan telanjang, ia tampak terdiam sebentar. Bola matanya bergerak-gerak mengamati seluruh tubuhku. Bola matanya berhenti cukup lama saat ia memandangi batang kemaluanku yang sudah menegang.
“Kenapa Des? Kagum sama badanku?” Godaku.
“Sepertinya sih begitu pak hehehe. Habis badan bapak bagus sekali, idaman semua wanita pak. Apalagi titit bapak, sepertinya nikmat sekali jika dimasukkan ke dalam memek milikku.” Desi balas menggoda.
Sialan nih anak. Kugoda, dia malah balas menggoda dengan kekuatan godaan dua kali lipat. Desi mulai mengoleskan sunblock nya, dari kakiku, menjalar keatas sampai ke paha dan selangkanganku. Batang penisku sempat ia kocok 3-4 kali sambil mengoleskan sunblock di penisku.
Setelahnya, usapan tangannya naik ke perut, dada, tangan, dan pundakku. Terakhir di muka dan keningku. Pada saat ia mengoleskan sunblock di keningku, ia memasang posisi bukit kembarnya tepat di depan mukaku, entah ia sengaja atau tidak.
Aih, ini sih aku makin terangsang saja, dan sampai lama-lama bisikan iblis menyuruhku untuk nekat menghisap puting susunya dan meremas buah dadanya. Akhirnya, aku menyerah kepada bisikan iblis, dan mulai meremas buah dada kirinya dengan tangan kananku, dan menghisap puting susu buah dada kanannya.
Desi tetap sibuk memijit-mijit keningku walau dua bukit kembarnya sudah ada dalam tangan dan bibirku. Aku merasakan napas Desi mulai terengah-engah, maka ia kini ganti mengusap-usap rambutku, dan mulai meraba-raba pundak dan dadaku. Lama-lama, isapan dan remasanku di bukit kembarnya semakin liar, napas Desi pun makin memburu.
“Baa… bapaakk handaal… sekalii mainnya… E… Emii pasti puass… yaa semalam…” Desah Desi dengan nada yang terputus-putus.
Baru segini udah dibilang mainnya handal? Heh, belum tahu apa-apa dia. Birahi sudah mulai menguasai dan menggelapkan pikiranku, sehingga semua akal sehatku sudah tertutup. Aku mulai menjalarkan ciuman dan jilatanku ke lehernya, sementara kedua tanganku masih meremas dan memuntir puting susu Desi.
“Dess… Body kamuu… baguuss jugaa… aku makiin… ga ta… tahaan babee…” Desahku juga dengan nada terputus-putus.
Bersambung…