Aku mulai meraba-raba perut dan pahanya. Sedikit berminyak akibat sunblock, tapi kehalusannya masih tetap terasa. Jilatanku kembali menjalar kebawah, melewati pundak kanan, buah dada kanan, berputar-putar di puting susu buah dada kanannya, perut, paha kanan, pindah ke paha kiri, dan selangkangannya.
“Aaahhhh… uuuhhhh… Ba.. baappaakkk… nikmaaatt paakk… ” Desah Desi.
Setelah itu, aku mulai mengulum dan menjilati daerah lubang kemaluan Desi. Desahannya makin menjadi-jadi, dan kini tangannya sibuk menjambak rambutku sampai hampir rontok. Setelah itu, aku melepaskannya, dan berbaring di kursi panjang.
“Ayo Des… gantiaann… Sekarangg kamuu yang aktiiff…” Desahku.
Desi mulai merangkak diatas tubuhku, dan menggenggam batang penisku, dan mulai mengocok-ngocoknya dengan lembut. Tidak lama kemudian, ia mulai menjilati ujung batang penisku. Aku benar-benar kegelian mendapat rangsangan itu.
Kemudian, ia mulai memasukkan batang penisku ke dalam mulutnya, dan menggerakan kepalanya naik turun. Kepalaku benar-benar pusing mendapat perlakuan yang sangat hot dari Desi. Tidak hanya menaik turunkan kepalanya, lidahnya ikut bermain-main dengan handalnya melilit penisku.
Gawat ini, bisa-bisa aku keluar duluan sebelum menu utamanya. Maka, kuangkat kepalanya, dan kubaringkan dia di kursi panjang tempat aku semula berbaring, dan kutindih tubuhnya. Dalam posisi itu, kuciumi bibirnya, sambil juga menelusupkan lidahku ke dalam mulutnya.
Desi pun membalas dengan respon positif. Ia juga menjulurkan lidahnya untuk menyambut lidahku. Kini lidah kami saling berpilin-pilin untuk memberikan rangsangan ke lawan main kami. Keringat kami pun mulai mengucur, entah karena sinar matahari yang panas, atau rangsangan dari lawan main kami.
Tiba-tiba, ia mendorongku dengan sangat keras ke samping, sehingga aku terjatuh ke pasir. Aku lupa bahwa tenaganya sangat kuat. Setelah terjatuh di pasir diantara dua kursi panjang, Desi berdiri dari kursi panjang tempatnya tadi kugumuli, dan kemudian menyeretku ke area pasir yang lumayan lapang.
Buset, ini aku seperti kerbau peliharannya saja, dengan mudah ia menyeretku. Setelah sampai di area pasir yang cukup lapang, ia merangkak diatas tubuhku, dan mulai mengarahkan batang penisku ke arah lubang kemaluannya.
“Pakk… De… Desii boleehh masuk…?” Tanya Desi.
“Ayoohh… Dess..” Desahku.
Bless… tidak pakai lama, Desi langsung mendorong pantatnya kearah batang penisku tidak sampai 2 detik setelah aku menjawab. Tidak pakai membuang-buang waktu, Desi memutar-mutar pantatnya dengan irama yang rapi.
Tidak hanya pantatnya yang diputar-putar, ia juga meliuk-liukkan perutnya bagai penari, sehingga bukit kembarnya ikut berputar-putar, dan memasang ekspresi wajah yang nakal. Gila, mendapat rangsangan di penisku dan melihat pemandangan yang bukan main aduhainya, kepalaku benar-benar pusing.
“Kenapaa paakk?” Goda Desi.
“Gapapa Dess… Kamuu… bener-bener gila…” Kataku.
Desi terus mengulek-ngulek penisku dengan irama yang semakin cepat. Aku semakin tidak tahan, kalau begini terus, aku bisa kalah. Maka kubangkitkan badanku, dan mulai meremas-remas dan mengulum kedua puting susu Desi. Desi hanya bisa mendesah-desah kenikmatan.
“Terruuss paakk.. hisaap terruss…” Desah Desi.
Lama kelamaan, kurasakan irama ulekan Desi mulai tidak beraturan. Daguku diangkat olehnya, dan ia menciumi bibirku dengan liar, sementara pantatnya terus menghujam-hujam batang penisku.
“Paakk… Akuu… mauu sampaaii…” Erang Desi.
Maka, kubalas ciumannya dengan semakin liar. Kedua tanganku masih meremas-remas bukit kembar Desi. Genjotan selangkangannya semakin cepat, dan akhirnya kurasakan seluruh tubuhnya mulai bergetar dan mengejang.
Tidak lama kemudian, kurasakan aliran cairan yang cukup deras di dalam lubang kemaluannya, sementara nafasnya sudah sangat tidak teratur, ekspresi wajahnya seperti kesetanan.
“Oouuhhh… Akuu klimaakss pakk…” Erang Desi.
Gile, bener-bener liar si Desi ini mainnya. Aku mencoba mengatur napasku, karena aku pun sebetulnya sudah diambang ejakulasi, tapi aku berusaha menahannya, karena dalam permainan seks, aku sangat menyukai ronde lebih dari satu.
Desi hanya bisa terduduk lemas di selangkanganku, dengan lubang kemaluannya masih melahap penisku. Kulihat, Desi berusaha mengatur napasnya kembali, aku pun juga demikian. Setelah beberapa lama, Desi mengangkat pantatnya dan memisahkan lubang kemaluannya dari penisku.
“Bapak hebat. Biasanya suamiku langsung kalah ketika aku bermain menggunakan posisi tadi.” Kata Desi sambil tersenyum puas.
“Jadi kamu ngetes aku Des? Belum apa-apa itu mah.” Kataku dengan percaya diri, padahal aku juga hampir saja KO.
Desi hanya tersenyum nakal, dan membaringkan tubuhku di pasir. Ia duduk diatas pahaku, dan mulai mengocok-ngocok penisku. Kali ini, tidak sekedar mengocok naik-turun saja, tetapi menggunakan banyak variasi cara mengocok.
Dari menggunakan kedua tangan yang satu naik yang satu turun, satu tangan menggenggam di pangkal penis dan tangan yang satu bergerak naik turun dengan perlahan, mengelus-elus dengan satu jari mengikuti urat penisku, dan beberapa teknik lain.
Aku baru menyadari, Desi yang biasanya kalem dan tidak banyak bicara, ternyata sangat mahir dalam urusan seks. Baru setahun menikah, pengalaman sudah segunung seperti ini. Aku tiba-tiba teringat perkataan Desi tentang penis besar yang ia inginkan.
“Des. Kalau segini, cukup gede ga?” Godaku.
“Titit milik bapak sangat pas di memek Desi. Desi suka sekali pak.” Jawabnya sambil tersenyum nakal.
“Kalo dikocok-kocok terus, bisa keluar. Abis keluar, ga gede lagi lho.” Godaku.
“Tidak mungkin, pak. Titit bapak bisa bertahan dari serangan memek aku. Tanganku tentu bukan apa-apa bagi titit bapak.” Kata Desi.
Sialan. Dia mau menyiksaku ya. Aku rubah strategi deh.
“Des, suami kamu memangnya ga bisa muasin kamu? Kok kamu masih cari kesenangan seks dari laki-laki lain macam aku?” Tanyaku.
“Seperti yang dibilang Emi sebelumnya pak, seks itu adalah kebutuhan dasar manusia. Bagiku, aku terus berpetualang mencari kenikmatan seks, sampai aku menemukan kenikmatan yang menurutku paling maksimal.” Kata Desi sambil terus mengocok-ngocok batang penisku dengan variasi tekniknya.
Waduh. Sengsara amat yang jadi suaminya. Dia bakal terus-terusan selingkuh sampai tidak ada habisnya, karena manusia kan tidak pernah puas.
“Kalau kamu udah nemuin kenikmatan maksimal, lalu apa?” Tanyaku, sambil mulai memasukkan jari telunjukku ke dalam lubang kemaluan Desi dan memainkannya.
“Tidak akan pernah ada yang maksimal pak. Karena sesuatu yang baru itu selalu menggairahkan.” Kata Desi.
“Jadi, lama-lama nanti kamu juga bosan dong sama aku?” Tanyaku, sambil semakin kencang memutar-mutar telunjukku di dalam lubang kemaluannya.
“Betul pak. Lama-lama saya pasti bosan dengan bapak. Saya memiliki watak cepat bosan. Tidak ada hal yang pernah membuat saya tidak pernah bosan. Tergantung seberapa menyenangkannya, hanya berapa lama kesenangan itu bertahan sampai sebelum akhirnya menjadi bosan.” Kata Desi, kurasakan napasnya mulai terengah-engah.
“Kalo sama tititku ini, kira-kira berapa lama bosannya Des?” Tanyaku.
“Kayanyaa… bi… bisaa lama pak.” Jawab Desi, nadanya mulai terputus-putus, kocokannya di penisku mulai tidak teratur.
Tiba-tiba, Desi melepaskan kocokannya di penisku. Ia juga menyingkirkan tanganku dari lubang kemaluannya. Ia memasang posisi nungging membelakangiku. Aku hanya bengong memandangi posisinya yang sangat sensual itu.
“Apakah bapak akan mengentoti aku dari belakang, atau bapak akan berbaring terus seperti itu sampai malam?” Katanya, mengikuti kata-kata dari film Kingsman, sialan dia. Ngocoks.com
Aku selalu kalah dari Desi dalam hal seks. Ia sangat dominan, tetapi aku sangat menikmatinya. Maka aku mulai berdiri, dan memasang penisku untuk menembus lubang kemaluannya dalam posisi doggy style.
Aku memegangi pantatnya, dan mendorong pantatku untuk menerobos lubang kemaluannya. Bless… Aku terus memaju-mundurkan pantatku, sedangkan Desi sendiri juga aktif menggerak-gerakan pantatnya menyambut penisku. Saat aku maju, dia mendorong pantatnya sekuat mungkin.
“Haahhh.. hoohhh… titit bapak memang paling nikmaatt…” Desah Desi.
“Memek kamuu… jugaa tidak kalaah.. nikmaatt Dess…” Erangku.
Baru kali ini aku ada di posisi yang aktif dalam menggenjot. Lubang kemaluan Desi cukup sempit, sehingga aku merasakan nikmat yang luar biasa akibat gesekan-gesekan dinding lubang kemaluan Desi.
“Dess… kitaa lagii.. ngapaaiinn sekarangg?” Desahku.
“Kitaa.. sedang ngentoott paak…” Desah Desi.
Kata-katanya yang liar semakin membuatku terangsang. Lama-lama, hujaman penisku semakin cepat, gerakan pantat Desi pun juga semakin cepat. Napas kami berdua semakin tidak menentu.
“Paakk… Akuu sudaahh… akaan keluarr lagii…” Erang Desi.
Melihat Desi yang hampir keluar, maka aku mencabut penisku, lalu membaringkan tubuh Desi di pasir. Dengan tubuh Desi yang sudah terbaring di pasir, kugenjot selangkangannya dengan posisi aku diatas. Lidahku sibuk kumainkan didalam mulutnya, dan lidahnya pun mengikuti irama kulumanku. Kami saling berpelukan, keringat kami sudah mengucur deras.
“Kalauu.. udaahh keluaarr… ngomongg babee… biaarr aku ikut puass…” Erangku.
“Ouuhhhhh… aku sudaah keluaarr… babee…” Erang Desi.
Aku merasakan kontraksi di lubang kemaluan Desi, yang memijat-mijat penisku. Mendapat ransangan itu, aku makin tidak tahan. Maka, kuhujam-hujamkan selangkangan Desi makin cepat. Napasku semakin tidak menentu, dan aku merasakan tubuhku bergetar.
“Dess.. Aku maauu… keluaarr babeee…” Erangku.
Tahu aku hampir keluar, Desi memutar-mutar pantatnya makin cepat. Ciumannya di bibirku semakin liar, dan pelukannya semakin erat. Croott.. Croott.. Croottt… Kusemburkan air maniku di dalam lubang kemaluan Desi.
Tidak kutahan-tahan lagi, kusemprotkan semua sampai tidak bisa kusemprotkan lagi. Nikmat sekali rasanya, dan puas. Mulut kami tetap berpagutan selama aku ejakulasi, sehingga menambah sensasi semprotan spermaku di lubang kemaluannya.
Desi dan aku terkulai lemas setelah itu, tubuhku masih menindih tubuhnya, pelukan kami belum juga lepas, dan penisku masih menancap di lubang kemaluannya.
“Sadis sekali pak semprotan sperma bapak.” Goda Desi.
“Siapa suruh itu pantat ngegoyang terus ga berhenti-berhenti, dan itu lidah aktif bener.” Kataku.
“Hahahaha… Ini belum apa-apa pak.” Kata Desi.
“Halah, belum apa-apa segala. Tadi pas dientot juga keenakan gitu.” Kataku.
“Sudah-sudah tidak perlu dibahas lagi.” Kata Desi menghindar.
Kucubit pipinya saking gemasnya, kuberi ciuman terakhir, dan akhirnya kucabut penisku dari lubang kemaluannya. Kami menuju pancuran dekat pantai untuk bilas, kemudian memakai pakaian masing-masing, dan kembali menuju villa. Sampai di depan pintu villa, Desi menyerahkan BH dan celana dalam bulu-bulunya kepadaku.
“Jaga baik-baik ya pak. Ini adalah salah satu pakaian dalam yang sangat kusukai.” Kata Desi.
Aku terdiam sebentar.
“Apakah ini maksudnya, kita belum berakhir Des?” Tanyaku.
Desi hanya tersenyum penuh arti, dan ia masuk ke dalam villa mendahuluiku.
Bersambung…