**Sutrisno – Stella Wijaya**
Sutrisno atau lebih dikenal dengan Pak Isno bukanlah orang yang beruntung. Di usianya yang sudah mencapai angka 55, pria tua ini masih hidup berkekurangan.
Masa mudanya yang suram membuatnya sering keluar masuk penjara, dia bahkan sangat terkenal sebagai preman pasar dengan sebutan Pak Isno Tatto, tentunya karena tatto gambar pria dan wanita bugil sedang bercinta yang menghias sebagian besar punggungnya.
Karena kehidupannya yang keras, Pak Isno diceraikan oleh istrinya dan bekerja sebagai penjaga pintu sarang PSK. Hanya sebentar bekerja di sana, Pak Isno terlibat perkelahian dengan seorang pelanggan. Hal ini menyebabkan Pak Isno kembali masuk penjara.
Saat terakhir di penjara, Pak Isno berkenalan dengan seorang mantan dosen yang berasal dari keluarga baik-baik dan dipenjara entah karena masalah apa. Pria itu memberikan ilmu pengetahuan dan mengajarkan banyak hal pada Pak Isno.
Berkat orang ini pulalah Pak Isno berani menghapus semua tatto di tubuhnya kecuali tatto yang dipunggung walaupun akhirnya meninggalkan bekas luka permanen di kulit. Beberapa bagian tubuh Pak Isno carut marut akibat bekas tatto yang dihapus. Kemahiran Pak Isno berlipat ganda berkat pengetahuan yang diberikan oleh pria itu.
Setelah keluar bui untuk yang terakhir kalinya di usia 45, Pak Isno ternyata tak kunjung bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Entah karena sejarahnya yang buruk atau karena pengaruh krisis ekonomi. Di jaman seperti sekarang ini, sangat susah mencari pekerjaan yang halal dengan mudah.
Apalagi Pak Isno tidak memiliki modal besar dan wajahpun tidak menunjang, codet besar bekas luka menghias wajahnya sehingga banyak perusahaan menolak memperkerjakannya.
Akhirnya, Pak Isno mengerjakan apa yang bisa dia kerjakan. Pak Isno memperoleh modal kecil dari temannya dan berjualan bakso keliling. Pak Isno Tatto kini berubah menjadi Pak Isno tukang bakso.
Tubuh Pak Isno yang dulu gagah dan tegap kini kurus kering dan hitam legam terbakar matahari. Wajahnya yang dulu bersih kini menjadi kurus dan kasar, kulitnya tipis dan tulangnya terlihat menonjol di seluruh badan.
Pak Isno sadar masa-masa keemasannya sebagai preman sudah sirna dan kini dia berniat melakukan yang terbaik yang dia bisa untuk membalas kebaikan sahabat yang telah memberinya pengetahuan dan modal berjualan bakso.
Demi mencari nasi untuk sekedar mengisi perut, Pak Isno menjalankan pekerjaannya tanpa mengeluh. Tapi, sesungguhnya tidak semudah itu Pak Isno berubah menjadi orang baik, dia masih seorang pria oportunis yang menghalalkan segala cara, dalam hatinya dia masih seorang penjahat. Hidup Pak Isno akan segera berubah.
Beberapa malam yang lalu, Pak Isno baru saja pulang dari nongkrong di warung kopi yang buka 24 jam. Pak Isno sengaja lewat jalan komplek yang sepi karena ada jalan tikus yang bisa lebih cepat sampai ke pasar di seberang komplek.
Pak Isno memang biasa begadang, jam dua minum kopi, lalu pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk bakso, dan paginya keliling lagi. Pasar di seberang komplek memang sudah buka sejak jam empat pagi dan biasanya pembeli yang datang jam segitu akan mendapatkan potongan harga yang lumayan langsung dari distributor, apalagi barangnya masih segar dan fresh.
Malam itu, entah kenapa Pak Isno memilih untuk beristirahat sebentar di pojok pengkolan jalan di dekat pos kamling. Kebetulan tempat Pak Isno beristirahat agak pojok dan terlindung oleh bayangan. Jadi siapapun yang melintas jalan akan terlihat oleh Pak Isno, namun sebaliknya, orang itu tidak akan melihat si tukang bakso.
Pak Isno tidak akan pernah melupakan pemandangan indah yang lewat di depannya. Malam itu, Pak Isno melihat seorang bidadari berjalan terburu-buru menuju ke pos kamling. Bidadari dalam balutan daster tembus pandang.
Rambutnya panjang, kulitnya putih mulus, hidungnya mancung, dadanya membusung dan pantatnya bulat menggemaskan. Entah kenapa bidadari itu seperti ketakutan dan kebingungan.
Malam itu tanpa sepengetahuan Stella dan Pak Kuncoro, Pak Isno memergoki Stella sedang menemui Pak Kuncoro dan bercinta dengan Pria tua bejat itu. Pak Isno tidak bisa mengintip kegiatan yang dilakukan oleh Stella dan Pak Kuncoro tetapi dia bisa mendengar suara desahan kedua orang itu.
**Indriani Suseno**
Mall yang dituju taksi yang ditumpangi oleh Indriani dan Pak Adam berada di tengah kota. Sejak berangkat dari rumah sampai ke lokasi, Pak Adam lebih banyak diam.
Untunglah Pak Adam tidak turut campur mendikte pakaian yang akan dipakai Indriani sehingga dia bisa pergi menggunakan baju yang lumayan sopan. Indriani mengenakan rok mini selutut dan baju yang tidak terlalu ketat.
Walaupun berpenampilan seadanya, Indriani masih tetap terlihat cantik mempesona. Walaupun mulutnya terdiam, tapi tangan Pak Adam masih tetap beraksi. Duduk berdampingan dengan Indriani di kursi belakang, Pak Adam dengan nakal mengelus-elus kaki menantunya itu dengan santai. Berulang kali Indriani merasa tidak enak karena melihat mata sang sopir melirik ke belakang menggunakan kaca.
Bahkan Pak Adam kadang nekat membelai paha Indriani yang mulus atau sesekali meremas buah dadanya. Wanita cantik itu sudah memperingatkan mertuanya agar tidak nekat karena sang sopir bisa melihat mereka. Tapi Pak Adam hanya tersenyum. Beberapa kali suara sang sopir meneguk ludah bisa terdengar dari belakang.
Akhirnya setelah menempuh jarak cukup jauh, Pak Adam dan Indriani sampai di pusat pertokoan yang dituju. Ketika Indriani hendak membuka dompet untuk membayar taksi, Pak Adam menggeleng. Dia melirik ke arah argo dan memberikan uang dari kantong celananya.
Sang sopir melongo melihat uang pemberian Pak Adam.
“Wah, gak salah nih, Pak? Duitnya kurang dong! Argonya aja segitu, masa bayarnya cuma segini? Yang bener aja!” Wajah sang sopir memerah karena merasa dipermainkan.
“Ini, ada kok..” Indriani kembali hendak membuka dompet.
Tapi tangannya diremas Pak Adam yang langsung menggeleng dan melotot galak.
Indriani mengurungkan niatnya. Kenapa lagi Pak Adam ini? Mau cari perkara dengan sopir taksi? Keringat mulai menetes di dahi istri Indra itu.
“Menurut mas sopir, menantu saya ini cantik tidak?” tanya Pak Adam tiba-tiba.
Indriani langsung mengernyitkan dahi, perasaannya tidak enak. Sang sopir meneguk ludah. Pandangannya beralih ke arah Indriani. Bagaikan seekor macan yang siap menerkam mangsa, dia memperhatikan Indriani dari atas ke bawah.
“Gila, kirain tadi ini istrinya, soalnya mesra banget, ternyata menantunya ya?” ucap sang sopir taksi.
“Menantu saya ini orangnya sangat pengertian dan baik. Dia senang kalau bisa menghibur orang lain yang kesusahan, contohnya saya ini, saya sudah lama jadi duda. Jadi bagaimana menurut mas, menantu saya cantik tidak?” Pak Adam mengulang pertanyaannya.
Indriani merasa jengah mendengar percakapan dua orang ini, apalagi sang sopir kemudian memandang ke arahnya dengan remeh dan tersenyum menjijikkan.
“Wah, Pak! Bukan cantik lagi namanya kalau yang seperti ini! Tapi.. cuantikkk!! Kayak bintang sinetron!” jawab sang sopir taksi.
“Bagaimana pendapat mas tentang tubuhnya, bagus tidak?” tanya Pak Adam lagi.
Indriani sudah bersiap keluar dari taksi tapi ditahan oleh Pak Adam.
“Seksi, Pak!” jawab sang sopir taksi.
“Baiklah, bagaimana kalau untuk membayar kekurangan saya tadi, saya tawarkan bibir menantu saya ini? Masnya boleh mencium dia selama dua menit plus meremas susunya selama itu pula. Bagaimana?” tanya Pak Adam.
Sopir itu melongo.
Tubuh Indriani langsung lemas. Dia tidak menyangka Pak Adam akan menggunakan dirinya sebagai alat pembayaran. Geram sekali rasanya Indriani karena diperlakukan seperti pelacur hina oleh mertuanya sendiri. Tapi cengkraman tangan Pak Adam yang tidak bisa dilepaskannya menyadarkannya akan satu hal, dia harus melakukan apapun perintah sang mertua, separah apapun perintahnya itu.
Sang sopir taksi yang bertubuh kurus dan berkulit gelap terbakar matahari kembali meneguk ludah. Gila, kalau begini caranya orang ini membayar, bisa kurang nanti duit setoran ke bos, tapi kapan lagi dia bisa mencium orang secantik bidadari?
Walaupun cuma dua menit, tapi bibir Indriani yang ranum itu membuatnya sangat nafsu, belum dekat dengannya saja si otong yang di bawah sudah ngaceng, apalagi kalau boleh mencium, wah, asoy sekali. Bininya di rumah jelas kalah jauh. Hatinya bimbang, tapi nafsu akhirnya mengalahkan akal sehat sang sopir.
Indriani makin merasa tertampar saat melihat sopir berwajah ketus itu mengangguk sambil cengengesan.
“Bolehlah, Pak. Sekali ini saja. Kapan lagi saya bisa ngerasain bibir yang begini?” ucap sang sopir taksi.
“Silahkan mas sopir pindah ke kursi belakang, saya yang akan menghitung waktunya.” ucap Pak Adam tersenyum.
Buru-buru sopir itu pindah ke belakang dan duduk di samping Indriani.
“Pak, aku..” Indriani mencoba memprotes.
Pak Adam kembali mencengkeram lengan Indriani. Tidak ada gunanya melawan pria tua yang busuk ini, Indriani hanya menunduk pasrah.
Sang sopir tidak membuang waktu, begitu Pak Adam mengangguk memberi ijin sambil memegang erat tubuh Indriani yang sudah siap meronta, dia langsung mencium bibir Indriani.
Indriani memejamkan mata karena tidak tahan melihat wajah sopir taksi yang sudah mupeng abis, mulutnya yang terkatup perlahan-lahan dibuka karena ia takut Pak Adam akan menyakitinya seandainya ia menolak membalas ciuman sang sopir.
Awalnya mereka berciuman dengan lembut, bibir sang sopir yang sudah basah dan bau rokok membelai bibir Indriani yang ranum dan membasahinya pelan-pelan. Lalu pria itu menghisap lembut bibir bawah Indriani sebelum akhirnya benar-benar menangkupkan seluruh bibirnya ke bibir Indriani.
Menantu Pak Adam itu melenguh kesakitan saat kemudian sang sopir meremas buah dadanya dengan kasar dan penuh nafsu. Karena ukuran buah dada Indriani lebih besar dari milik istrinya, sang sopir makin bernafsu, remasan tangan sang sopir makin lama makin cepat.
“Acchhh.. hhmmm.. ooccchhhh..” lenguh Indriani.
Lenguhan Indriani membuat mulutnya terbuka, sang sopir menyorongkan lidahnya masuk ke mulut menantu Pak Adam yang cantik itu. Lidah sang sopir bertemu dengan lidah Indriani dan keduanya bertautan. Perasaan takut mengkhianati suami dan rasa bersalah yang menebal malah membuat Indriani makin pasrah.
Dia sudah tidak tahu lagi mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang tidak. Bibirnya selalu menjadi milik Indra sang suami, tapi kini, mertuanya dan bahkan seorang sopir taksi tak dikenal telah mencicipi keranuman bibir Indriani.
“Occhhh.. acchhh.. ssttt.. aaccchhhh..” Indriani melenguh panjang.
Pak Adam tersenyum kegirangan melihat menantunya kembali melenguh, jelas sekali kalau Indriani lama kelamaan terangsang juga walaupun pada awalnya menolak mati-matian. Dengan sengaja Pak Adam memberikan kesempatan pada sang sopir untuk menikmati bibir Indriani lebih dari dua menit yang dijanjikan.
Dari tonjolan besar di selangkangan, terlihat jelas sopir itu pasti sudah ngaceng sedari tadi, Pak Adam terkekeh melihatnya. Ciuman Indriani dan sang sopir taksi berakhir saat Pak Adam menepuk pundak sang sopir.
“Oke, mas. Sudah dua menit lebih dua puluh detik.. yang dua puluh detik aku hitung bonus.” Kata Pak Adam sambil menunjuk jam digital di dashboard taksi.
Sopir taksi itu mengangguk puas.
“Wah, bapak beruntung sekali punya menantu seperti ini, dicium dua menit aja udah bikin blingsatan! Apalagi kalau dipake!” ucap sang sopir taksi.
Sambil mengucapkan terima kasih, Pak Adam dan Indriani keluar dari taksi dan masuk ke dalam mall. Sopir taksi itu tidak bisa melepaskan pandangan dari Indriani, sayangnya, beberapa saat kemudian ada seorang penumpang masuk sehingga dia harus segera pergi. Entah kapan lagi dia bisa berjumpa dengan si cantik itu, mungkin inilah yang dinamakan pengalaman sekali seumur hidup. Sopir itu menggelengkan kepala mencoba melupakan apa yang baru saja terjadi dan membawa penumpangnya meninggalkan mall.
**Anissa Wibisono – Stella Wijaya**
Anissa Wibisono merasakan kegembiraan yang meluap-luap seakan meledak di dalam dadanya. Tunangannya, Dodit Darmawan masih berada di belakang setir mobil saat Toyota Avanza hitam yang mereka naiki mulai memasuki jalan menuju komplek perumahan yang cukup terkenal di daerah pinggiran kota.
Pepohonan yang rindang dan sejuk menyambut mobil yang menggelinding dengan lembut di jalan yang sepi. Anissa melirik ke arah Dodit dan mencubit paha tunangannya dengan genit. Dodit melirik ke arah Anissa dan tersenyum penuh rasa sayang.
Dodit sebenarnya agak ragu berkunjung ke rumah kakak Anissa, mereka belum terlalu akrab sehingga dia khawatir kunjungannya akan mengganggu kegiatan keluarga Mas Rendra.
Tapi karena Mas Rendra ditunjuk sebagai calon wali dari Anissa kelak di pernikahan mereka, Dodit mau tidak mau harus mengakrabkan diri dengan Mas Rendra dan Mbak Stella, dalam hatinya yang paling dalam Dodit berpikir mungkin akan jauh lebih mudah mendekati putri kecil mereka, Kylie.
Baru beberapa bulan bertunangan setelah hampir dua tahun pacaran membuat pasangan Anissa dan Dodit kembali hot. Dodit yang juga senior Anissa di kampus sudah lulus tahun lalu dan sekarang magang di sebuah perusahaan swasta. Tahun ini Anissa juga dipastikan akan lulus dan pernikahan yang sudah mereka nanti-nantikan akan segera menjadi kenyataan.
Anissa sangat mengagumi Dodit dan bisa berkunjung ke rumah Mas Rendra dan Mbak Stella bersama tunangannya tercinta sudah menjadi keinginannya sejak lama. Karena kesibukannya, Mas Rendra sempat menengok rumah lama. Atas perintah ibunya, Anissa dan Dodit diminta berkunjung dan menginap selama akhir pekan di rumah Rendra agar mereka bisa lebih akrab.
Dodit sedikit grogi, walaupun sudah bertunangan dengan Anissa, dia masih grogi kalau disuruh bertemu dengan keluarganya, apalagi weekend ini mereka berdua diminta menginap di rumah Mas Rendra. Berulang kali Dodit melirik ke arah spion untuk memperhatikan penampilannya.
“Kamu ganteng kok, sayang. Tampan, seperti biasa.” Kata Anissa sambil membenahi make-upnya sendiri.
Wajah Dodit memang cukup lumayan, dia pantas bersanding dengan Anissa yang cantik dan menggairahkan. Walaupun masih muda dan tidak memiliki perawatan khusus, tapi tubuh Anissa benar-benar indah dan menggiurkan. Didukung wajah cantik melankolis, kulit putih mulus, buah dada menggunung dan rambut panjang sepunggung, penampilan gadis ini sangat sempurna.
“Ah, kamu ini. Aku kan grogi, say. Ini pertama kali aku menginap di tempat Mas Rendra. Aku harus tampil serapi mungkin. Takut tidak direstui nantinya..” Dodit tertawa mendengar sindiran Anissa.
“Jangan khawatir, sayang. Mas Rendra dan Mbak Stella pasti akan menyukaimu. Mudah-mudahan kamu juga bisa menyukai mereka.” Anissa tersenyum manis dan dengan rasa sayang membelai rambut Dodit.
“Ah, sudah jelas aku menyukai mereka. Kakakmu orangnya baik hati walaupun sedikit pendiam. Mbak Stella apalagi, sangat ramah dan baik hati, cantik pula, tapi menurutku yang paling enak diajak ngobrol sebenarnya si Kylie. Aku sudah kangen ingin menemuinya.” Dodit merapikan kemejanya yang berkerut.
“Kylie memang lucu, menggemaskan sekali. Aku juga sudah kangen.” Anissa tertawa.
Mobil mereka melaju melewati sebuah komplek pemakaman.
“Tapi dengar-dengar, lokasi komplek perumahan ini cukup seram lho. Aku dengar dari beberapa orang teman, katanya di tempat ini banyak setannya. Kalau tidak tahan, boleh tidur seranjang denganku nanti malam.” Kata Dodit dengan sengaja menakut-nakuti tunangannya yang jelita, tentunya dia hanya bohong belaka.
“Hahaha! Dasar otak mesum! Aku tidak mudah kau takut-takuti seperti itu!” Anissa tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Dodit, dengan manja gadis itu menggelayut di samping Dodit.
“Biarpun ada suster ngesot dan hantu jeruk purut, aku punya pahlawan perkasa di sampingku!” lanjut Annisa.
Dodit tersenyum sipu, wajahnya memerah tapi dia meneruskan godaannya, “Kalau tidak salah dengar pula, informasi ini berasal dari sumber yang bisa dipercaya lho, kabarnya ada hantu cabul yang hobi memangsa anak perawan orang!” Goda Dodit.
Dengan manja Anissa memukuli pundak tunangannya.
“Udah ah! Bercandanya nggak asyik! Mas Dodit jahat! Aku nanti nggak bisa tidur!” Ucap Annisa manja.
“Kamu kan masih perawan, say. Kalau aku jadi kamu… hmmm… aku akan lebih berhati-hati nanti malam… lebih baik aku tidur minta ditemani Mbak Stella atau… atau minta ditemani sama Mas Dodit tersayang! Hahaha..” Dodit tersenyum sok ngeri.
Anissa mencibir dan menjulurkan lidah, wajahnya yang malu memerah, makin manis saja gadis ini.
“Huh, itu kan maunya Mas Dodit! Dasar otak mesum!” Balas Annisa.
Entah kenapa, ada angin dingin yang bersemilir di udara dan menghembuskan udara dingin di tengkuk Anissa dan Dodit. Perasaan mereka menjadi tidak enak, seakan suatu hal yang buruk akan segera terjadi.
“Kau tahu tidak, say. Kau terlihat sangat mempesona.” Ucap Dodit tiba-tiba saja Dodit menghentikan mobilnya. Dia mengedip ke arah Anissa.
Bersambung…