AKSI BEJAT PARA PRIA TUA
**Indriani Suseno**
Lokasi pusat perbelanjaan yang didatangi oleh Pak Adam dan Indriani berada di tengah kota dan sangat ramai pengunjung. Hilir mudik orang berjalan keluar masuk toko.
Pandangan Indriani masih kabur, entah karena pusing melihat banyaknya pengunjung mall atau perasaan jengahnya yang tidak juga mau hilang setelah mencium seorang sopir taksi yang tak dikenal.
Dia merasa seperti seorang pelacur hina dan ini semua karena ulah ayah mertuanya yang bejat. Pak Adam menarik tangan Indriani dengan kasar memasuki sebuah toko baju yang cukup terkenal.
“Ayo! Kita cari baju yang lebih cocok untuk pelacur seperti kamu.” Pria tua itu berkata.
Indriani menggeram kesal mendengar ucapan mertuanya tapi tak bisa berbuat banyak, mertuanya memang benar-benar tidak tahu malu, berani-beraninya dia mengatainya pelacur, padahal ini semua ulahnya.
Indriani hanya diam saja di pojok saat Pak Adam berkeliling dan menarik beberapa lembar baju wanita, dia bahkan tidak malu saat mengambil beberapa helai pakaian dalam untuk Indriani.
Beberapa orang SPG menatap heran pada pasangan aneh ini. Akhirnya, Pak Adam menarik lengan Indriani untuk ikut berkeliling bersamanya.
“Aku akan memilihkan baju yang terbaik dan bisa membuatmu tampil seksi. Jangan khawatir, kau pasti akan terlihat sangat mempesona. Baju yang sekarang kamu pakai itu kesannya kuno, aku carikan yang baru.” Kata Pak Adam.
Indriani melotot galak dan disambut cengiran cabul sang mertua. Setelah mengikuti Pak Adam berkeliling dan mengambil beberapa baju, akhirnya Indriani digiring ke kamar ganti. Sekilas lihat Indriani langsung tahu jenis baju yang dipilih Pak Adam, baju-baju yang hanya pantas dikenakan seorang pelacur.
Bahkan menurut Indriani, pelacur yang paling menjijikkan sekalipun hanya berani mengenakan pakaian seperti itu saat sedang ‘menawarkan dagangannya’, sementara Indriani akan mengenakannya di dalam mall yang ramai pengunjung.
Indriani dan Pak Adam masuk ke kamar ganti bersamaan. Indriani melirik ke arah Pak Adam, dia berbalik ke arah mertuanya dan memandangnya heran, dalam hati Indriani bertanya-tanya kapan mertuanya itu akan keluar dari kamar ganti. Pak Adam menggelengkan kepala.
“Aku tetap di sini. Aku sudah pernah lihat kamu telanjang, apa salahnya melihatmu berganti pakaian? Tidak perlu pura-pura sok suci. Ayo cepat ganti!” Ucap Pak Adam.
Dengan perlahan Indriani melucuti pakaiannya, walaupun air matanya sudah di ujung pelupuk karena merasakan pahitnya nasib yang ia alami, tapi wanita cantik itu berusaha menahan diri agar tidak menangis.
Dia tidak mau Pak Adam lebih marah lagi. Satu persatu pakaian yang dikenakan dilepasnya, sampai kemudian Indriani hanya mengenakan bra dan celana dalam.
“Kamu memang benar-benar seksi. Bapak bangga punya menantu seperti kamu. Dilihat saja enak apalagi kalau dientot. Nikmat sekali.” Celoteh Pak Adam.
Pak Adam menatap tubuh Indriani untuk beberapa saat. Saat menantunya itu hendak mengambil pakaian, Pak Adam menggeleng dan melarang. Pria tua itu mengambil sesuatu dari dalam tumpukan baju dan memberikannya pada Indriani, rupanya sebuah celana dalam yang sangat mungil, celana dalam thong yang sangat seksi karena hanya berupa tali pengikat yang melilit pinggang dan sedikit kain segitiga transparan untuk menutup memek wanita cantik itu.
Indriani menatap tak percaya celana dalam yang diberikan Pak Adam padanya. Dia juga terheran akan dua hal. Satu adalah bagaimana mertuanya itu bisa tahu ukuran celana dalamnya dan yang kedua adalah ukuran celana dalam thong yang sekarang berada di tangannya. Bagaimana mungkin barang sekecil dan semungil itu bisa dipakai? Terlalu kecil untuk bisa menyembunyikan apa-apa. Celana itu bagaikan secuil kain tipis yang hanya melingkar di selangkangannya.
“Cepat dipakai.” Desis Pak Adam galak.
Dia mencubit pantat Indriani sampai memerah. Menantunya meringis kesakitan dan mengangguk. Dengan malas Indriani melepaskan celana dalam yang dipakainya dan menggantinya dengan celdam thong yang diberikan oleh mertuanya.
Ternyata celana kecil itu pas sekali, bisa dirasakannya temali celana thong melingkar di pinggangnya dan sedikit kain segitiga transparan itu menutup hanya kemaluannya. Hanya dengan mengenakan celdam ini saja sudah bisa membuat Indriani sangat terangsang. Wajah Indriani memerah karena malu saat melihat Pak Adam tersenyum cabul menatapnya di cermin.
“Masih ada yang kurang…” Pak Adam memperhatikan tubuh menantunya yang hanya mengenakan bra dan celana dalam.
“Lepaskan bramu.. dadamu itu bagus. Dada seperti itu seharusnya dibanggakan dan dipamerkan, bukannya malah disembunyikan di balik bra yang sesak.” perintahnya kemudian.
Belum sempat Indriani memprotes, Pak Adam sudah melangkah ke belakang Indriani, pria tua itu dengan cekatan membuka pengait di bagian belakang bra.
Wajah Indriani memerah ketika branya jatuh ke lantai ruang ganti. Tanpa perlindungan bra, buah dada Indriani yang ranum, padat dan kenyal bergelantungan dengan erotis di dada wanita cantik itu.
Pak Adam meraih ke tumpukan baju yang dibawanya dan mengambil sebuah rok mini berwarna hitam, dia memberikannya pada Indriani untuk segera dipakai. Indriani segera mengenakannya.
Rok yang diberikan Pak Adam itu adalah rok mini yang paling pendek yang pernah dipakai Indriani sepanjang hidupnya. Rok itu sama sekali tidak cocok dikenakan seorang wanita dengan kaki jenjang seperti Indriani, karena jika dia membungkuk sedikit saja maka orang-orang di belakangnya akan bisa mengintip isi roknya dengan jelas dan gratis padahal dia hanya mengenakan thong tipis.
Sementara bagian atas rok yang rendah akan membuat orang lain bisa menikmati bagian atas celana dalam yang dipakai Indriani dan celah pantatnya yang menggaris. Dia tidak akan bisa berdiri dengan nyaman.
Indriani mendesah.
Dia hanya bisa pasrah, dalam situasi normal, dia hanya mau mengenakan pakaian seksi seperti ini di hadapan suaminya seorang. Tapi saat ini Indriani tidak sedang berada dalam situasi yang normal. Mertuanya yang bejat membuatnya tak bisa berbuat apa-apa kecuali menurut padanya.
Indriani menarik baju dari tumpukan pakaian pilihan Pak Adam. Sebuah blouse berwarna putih yang tipis. Tubuh Indriani bergetar ketakutan melihat pakaian yang dipilih Pak Adam itu. Jika dia tidak diperbolehkan mengenakan bra, maka buah dadanya yang kencang dan besar akan terbentuk jelas di balik blouse, bagian lehernya juga rendah sehingga akan mempertontonkan belahan dada Indriani, belum lagi puting susunya pasti akan menjulang maju ke depan.
Kemeja itu membuat kemontokan dada Indriani bisa dinikmati oleh banyak orang. Dia akan semakin terlihat seperti seorang pelacur murahan. Dengan panik Indriani memilih baju lain dari tumpukan pakaian, ternyata semua sejenis, malah beberapa pakaian ada yang lebih parah lagi.
“Aku tidak bisa mengenakan baju ini. Tidak mungkin aku bisa mengenakan pakaian seperti ini di luar sana. Pak, kumohon… kasihani aku… tolong, Pak! Carikan baju yang lebih pantas! Aku ini masih menantumu, Pak! Kumohon…” Protes Indriani dengan keringat mengalir deras di dahinya.
“Itu baju bagus. Kenapa tidak mau? Kamu akan terlihat sangat mempesona.” Jawab Pak Adam sambil menggeleng kepala menolak protes Indriani.
“Kamu harus memakainya. Kalau tidak mau, aku akan membiarkanmu keliling mall tanpa menggunakan celana dalam. Pilih mana?” Lanjut Pak Adam.
Indriani tidak percaya ini semua terjadi, ini sudah keterlaluan! Mertuanya benar-benar sudah kehilangan akal sehat! Tidak saja dia sudah memperkosa Indriani, memukulinya, menggunakan bibir dan dadanya untuk membayar taksi, masih ditambah sekarang hendak mempermalukannya di depan orang banyak!
Emosi wanita cantik itu memuncak dan wajahnya memerah, dia marah pada diri sendiri karena lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa, dia tidak sanggup menjalani ini semua. Bagaimana nanti seandainya ada orang yang dia kenal melihatnya berjalan-jalan dengan pakaian seperti ini? Atau bagaimana nanti seandainya Mbak Stella atau Mbak Dina melihatnya? Atau… atau…
“Aku tidak bisa melakukannya…” Indriani berbisik lirih.
Sayang Pak Adam tak bergeming dan menatapnya galak. Tangannya mencengkeram lengan Indriani hingga terasa sakit sampai ke tulang. Tubuh Indriani bergetar ketakutan. Tidak mungkin ayah mertuanya itu begitu tega, tapi Pak Adam tidak main-main.
Istri Indra itu akhirnya pasrah dan hanya bisa menganggukkan kepala pertanda setuju. Ia mencoba mengenakan pakaian yang dipilih oleh sang ayah mertua.
Dalam sekejap, pakaian Indriani sudah berganti. Pak Adam memasukkan pakaian yang tadinya dikenakan oleh Indriani ke dalam tas plastik. Saat sudah menggunakan pakaian ala pelacur ini, barulah Indriani sadar susahnya berjalan tanpa mempertontonkan bagian tubuhnya yang mulus.
Dia harus berhati-hati agar tidak mengangkat kaki terlalu tinggi atau membungkuk terlalu dalam karena bagian pantatnya yang hanya mengenakan celana dalam thong akan terlihat jelas oleh orang di belakangnya.
Blouse yang dikenakan Indriani juga lebih mengerikan, blouse itu seharusnya dikenakan dengan syal, sweater atau hoodie melihat bagian lehernya yang rendah, tapi Pak Adam tidak mengijinkan Indriani mengenakannya, seakan-akan belum parah, Pak Adam juga menarik turun blouse depan Indriani sehingga belahan dadanya makin terlihat jelas, sangat menggoda birahi laki-laki yang menatap.
Buah dadanya yang montok dan kencang menyeruak ke depan sementara putingnya makin lama makin menegang karena ac mall yang dingin. Tiap kali berjalan, Indriani khawatir buah dadanya suatu saat akan terpantul dan mental keluar tepat di depan pengunjung mall. Jelas hal itu tidak diinginkan olehnya.
Akhirnya, setelah Pak Adam puas, mereka berdua pergi membayar ke kasir. Entah sial bagi Indriani entah kebetulan, seorang pemuda tanggung sedang bertugas di meja kasir, kemana para pegawai wanita yang biasa berjaga di kasir? Pak Adam dan Indriani berdiri di depan pemuda itu.
“Saya beli baju yang sudah saya pakai ini… Juga celana dalam yang saya pakai sekarang…” desah Indriani lirih.
Saat melihat ke arah Indriani, rahang si pemuda seakan mau copot. Gila, wanita cantik ini berani sekali berpenampilan seksi! Si otong di selangkangan pemuda penjaga mesin kasir langsung ngaceng melihat penampilan Indriani.
Dengan hati-hati pemuda itu melepaskan tag harga dan penjepit anti-maling dari baju dan rok yang dikenakan Indriani, dia melakukannya sambil hati-hati sekali karena takut dianggap tidak sopan, wangi tubuh Indriani membuatnya terbang ke awang-awang.
Untung saja Pak Adam sudah melepaskan tag harga dari celana dalam yang dikenakan Indriani sehingga dia tidak perlu mempertontonkannya pada sang pemuda yang masih terlihat sangat lugu ini.
Beberapa orang customer laki-laki yang kebetulan menemani pasangan mereka belanja juga tidak bisa melepaskan pandangan dari Indriani sambil meneteskan air liur. Penampilan seksi Indriani benar-benar membuat mereka nafsu.
Indriani merasa malu dan memperhatikan puting susunya sendiri perlahan mengeras dan menyodok kemeja yang dikenakannya. Dengan buru-buru Indriani mengeluarkan dompet dan mengambil kartu kredit.
Pemuda yang menjadi kasir menggesek kartu kredit Indriani dengan tangan gemetar. Beberapa kali dia salah memencet tombol karena terganggu oleh pemandangan indah di hadapannya.
Kontolnya juga makin ngaceng dan menghunjuk ke luar, pemuda itu dengan malu mengempit otongnya sendiri. Keadaan ini makin membuat Indriani khawatir, sayangnya makin khawatir wanita cantik ini, makin besar puting buah dadanya mengembang dan situasi seperti ini membuat Indriani sedikit terangsang.
Pemuda kasir itu memberikan kesempatan bagi Indriani untuk menandatangani berkas yang keluar dari mesin kartu kredit. Saat tanda tangan, Indriani terpaksa membungkuk karena posisi kasir yang pendek. Saat itulah satu buah dada Indriani tiba-tiba saja melompat keluar dari dalam blouse.
“Ya Tuhan!!” desah si pemuda yang langsung terperanjat.
Dengan cekatan Indriani merapikan blousenya dan memasukkan buah dadanya kembali ke dalam sebelum ada orang yang melihat. Walaupun hanya beberapa detik saja, tapi pemuda kasir itu jelas sangat beruntung.
Wajah Indriani memerah karenanya dan secepat mungkin meninggalkan meja kasir setelah urusan pembayaran usai. Pak Adam terkekeh bahagia saat mereka akhirnya sampai di luar toko.
“Kamu lihat tidak tadi wajah bocah itu?” Pak Adam tertawa cekakakan sambil menggandeng Indriani yang pucat pasi menuju tempat lain.
Seandainya mungkin, Indriani ingin pingsan saat ini juga. Berjalan-jalan di sebuah mall besar yang ramai oleh pengunjung dengan mengenakan busana minim jelas bukan ide yang baik menurut Indriani. Berkali-kali wanita muda yang cantik itu membenahi rok dan blouse yang dikenakannya agar tidak terlalu mencolok.
Tapi seperti apapun usaha Indriani untuk membenahi, kemolekannya mengundang birahi. Kepalanya terus menunduk karena Indriani tidak mau dikenali oleh teman atau siapapun yang kebetulan berjumpa dengannya. Seandainya tidak kenal pun, Indriani tetap merasa malu dengan penampilannya yang seronok.
Entah mana yang lebih parah, berjalan di tengah mall dengan pakaian seperti pelacur atau sekalian saja telanjang. Yang jelas saat ini Indriani merasa dirinya sangat telanjang.
Seorang satpam garuk-garuk kepala karena indahnya pemandangan yang disajikan oleh Indriani. Walaupun sudah sering melihat seorang wanita cantik berpakaian seksi, baru kali inilah satpam itu melihat cewek yang sepertinya perempuan baik-baik mengenakan pakaian super minim.
“Pak, sudah saja ya, Pak. Kita pulang saja. Saya akan melayani Bapak dirumah.” Wajah Indriani memelas memohon ampun pada ayah mertuanya.
Indriani merasa lebih baik memuaskan nafsu bejat mertuanya dirumah karena dia sudah pernah melakukannya, daripada harus berkeliling mall dengan pakaian seperti ini. Wanita cantik itu terus meratap manja.
“Aku malu sekali. Kita pulang saja. Tidakkah Bapak mau tidur denganku?” ujar Indriani pasrah.
Pak Adam menggelengkan kepala sambil tersenyum sadis.
“Baru masuk kok sudah mau pulang? Kalo mau ngentot nanti malam aja..” ujar Pak Adam.
“Aku malu sekali…” ucap Indriani lirih.
“Sini, mendekat kesini..” balas Pak Adam.
Satu-satunya cara bagi Indriani untuk menutupi kejengahan dan rasa malunya yang membuncah adalah dengan merapatkan tubuhnya dengan sang ayah mertua. Pak Adam tertawa saat sang menantu yang seksi itu menempel erat.
Pak Adam merangkul pundak Indriani sehingga mereka berdua nampak seperti sepasang kekasih. Beberapa orang yang berpapasan atau nongkrong di pinggir koridor menatap heran ke arah sepasang manusia ini. Bagaimana mungkin bidadari secantik dan seseksi Indriani mau bergaul dengan pria gemuk buruk rupa seperti Pak Adam?
Saat mereka berjalan berdua, Pak Adam memperhatikan banyak laki-laki tua muda yang sedang berjalan-jalan melirik penuh minat ke arah Indriani. Buah dadanya yang terpantul naik turun bisa dilihat dengan jelas, sementara kaki Indriani yang jenjang terlihat seksi dan sangat mulus dengan rok super mini yang dikenakannya.
Beberapa orang meneteskan air liur melihat kemolekan menantu Pak Adam itu. Makin bangga mertua bejat itu pada menantunya.
+
**Anissa Wibisono – Stella Wijaya**
Dodit menghentikan mobil tidak begitu jauh dari gerbang utama komplek perumahan kakak kandung Anissa. Tunangannya yang lugu itu terheran-heran.
“Lho? Kok berhenti, Mas? Apa ada yang salah?” tanya Anissa.
“Tidak ada yang salah. Kamu manis sekali, say. Manis dan seksi.” balas Dodit tersenyum.
Dodit menggeser posisinya duduk agar bisa sedikit mendekati Anissa. Gadis itu langsung bisa melihat perubahan ukuran gundukan di selangkangan Dodit. Tangan Dodit membawa jari-jemari Anissa ke arah gundukan itu.
Sembari dibimbing oleh Dodit, tangan Anissa mengelus kontol tunangannya yang makin lama makin membesar di balik celana. Tangan Dodit sendiri tidak diam begitu saja. Dia mengelus seluruh tubuh Anissa dari atas sampai ke bawah. Dengan berani Dodit menciumi wajah dan leher sang kekasih.
“Mas Dodit! Jangan Mas! Apa yang Mas lakukan?” tanya Anissa sambil merem melek, walaupun sepertinya menolak, tapi gadis cantik itu cukup menikmati serangan tangan dan banjir ciuman dari Dodit.
Dengan penuh semangat Dodit meremas-remas buah dada Anissa yang montok dan menggemaskan. Anissa berusaha mendorong Dodit menjauh tapi tunangannya itu jelas lebih kuat.
Anissa melenguh keenakan saat Dodit mengecup dan melesakkan tangannya ke balik baju yang dikenakan Anissa. Tangan Dodit kian merajalela di balik baju yang dikenakan gadis cantik itu.
Dengan nekat tanpa takut ketahuan orang yang kebetulan lewat, Dodit menyelipkan tangan ke balik bra Anissa yang masih dikenakannya dan memainkan pentilnya dengan memilin dan meremas gumpalan dagingnya yang indah. Berulang kali Anissa melenguh.
Baju Anissa terbuka dan branya terangkat naik. Dodit makin leluasa menikmati bagian dada dari Anissa yang memang besar dan indah itu. Makin lama makin tidak kuatlah Dodit menahan gejolak nafsu birahinya, dia menggumuli Anissa dan mencoba melepaskan kancing celana jeans tunangannya.
“A-aku ingin bercinta denganmu, say…” bisik Dodit lirih di telinga Anissa.
Laki-laki muda yang sudah horny itu memeluk tubuh indah Anissa dan mengulum bibirnya dengan nafsu, kedua tangannya bergerak bebas meremas-remas gundukan indah buah dada Anissa.
Adik kandung Rendra menggelengkan kepala, walaupun merasa panas dan siap bercinta, tapi Anissa tidak mau menyerah pada nafsu birahinya. Dengan sedikit memaksa, Anissa mendorong Dodit menjauh.
“Jangan, Mas. Aku mohon… sudah cukup, jangan melakukan sesuatu yang akan kita sesali nantinya… aku tidak bisa… aku mohon, kalau Mas Dodit benar-benar mencintaiku… Mas harus menghargai keputusanku untuk mempertahankan milikku yang berharga sampai pernikahan kita nanti…” ujar Anissa.
Dodit mundur sambil ngos-ngosan. Nafasnya tersengal dan tidak teratur. Dodit memandang ke arah Anissa dengan kesal.
Bersambung…