**Indriani Suseno**
Pak Adam meninggalkan Indriani sendirian duduk seorang diri di sebuah bangku panjang di depan toko yang menyediakan peralatan elektronik. Pria tua itu cekikikan melihat kegelisahan sang menantu dari jarak jauh. Pria busuk ini memang sengaja membiarkan Indriani sendirian, dia ingin melihat menantunya yang cantik itu digoda laki-laki lain.
Dengan pakaian yang super seksi seperti itu, pasti mudah bagi Indriani memperoleh perhatian seorang lelaki, apalagi yang hidung belang. Tanpa mengenakan pakaian seksipun Indriani sudah mampu membuat mata seorang pria terpukau, apalagi sekarang dia mengenakan baju super seksi? Keringat dingin mulai membasahi tubuh Lidya.
Duduk di depan sebuah toko elektronik yang ramai dikunjungi oleh laki-laki berbagai usia dengan pakaian seperti seorang pelacur murahan membuatnya ingin lari. Tapi Indriani takut dengan ancaman Pak Adam yang tidak saja bisa menghajar tubuhnya secara fisik tapi juga menghancurkan masa depannya bersama Indra . Dia hanya bisa pasrah dan berharap mertuanya itu segera keluar dan menjemputnya. Saat ini Indriani hanya ingin segera pulang ke rumah.
Untungnya Indriani membawa handphone. Walaupun simcard yang tadinya berada di dalam hp sudah dicabut dan disita oleh Pak Adam sebelum mereka berangkat ke mall, tapi dia masih bisa menggunakannya untuk kamuflase. Tidak peduli berapa jumlah lelaki yang menggoda ataupun nanar menatapnya seperti akan menelan tubuh indah Indriani bulat-bulat, wanita cantik itu berkonsentrasi menatap layar di HP-nya dan berpura-pura sibuk dengan HP-nya.
Sialnya, bukannya cuek, malah makin banyak pria-pria nakal yang memperhatikan Indriani. Seorang pria yang berusia sekitar 40 tahun keluar dari toko yang dimasuki Pak Adam dan langsung berdiri di depan Indriani. Pria itu membawa tas jinjing plastik yang berisi mainan anak-anak.
Indriani yang melirik diam-diam langsung tahu kalau pria ini pasti sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak yang masih kecil, tapi sepertinya dia pergi sendirian. Indriani makin gelisah, dia berusaha menyilangkan kakinya sesopan mungkin untuk menutup bagian selangkangannya yang terbuka lebar. Tapi dengan cara itu, kini pahanya yang mulus bisa dinikmati oleh sang lelaki hidung belang yang sedang memanjakan mata.
Indriani kian jengah, dia terus menanti-nanti Pak Adam yang tidak kunjung keluar dari toko elektronik. Paha mulus Indriani sudah melambai-lambai seakan minta dielus, walaupun sudah berusaha sebisa mungkin untuk menutupinya, penampilannya tetap terlihat seronok. Mata wanita cantik itu memerah karena menahan air mata.
Indriani melirik lagi ke arah sang pria hidung belang, ia berharap pria itu sudah pergi. Ternyata dugaan Indriani salah, orang itu malah makin mendekat. Terlihat jelas dari posisi Indriani, sebuah gundukan kian membesar di bagian selangkangan pria itu. Indriani memalingkan wajahnya yang memerah karena malu.
Pria hidung belang itu memutari etalase toko seperti seorang anak kecil yang tersesat, berputar tanpa arah yang jelas, tapi satu hal yang pasti, pandangan matanya selalu kembali ke arah paha Indriani yang putih mulus tanpa cacat. Entah harus khawatir atau malah bangga, Indriani sedikit menyunggingkan senyum karena sikap orang itu malu-malu. Tapi Indriani tidak mau bermain api, dia segera membenahi posisi duduknya dan berpura-pura tidak memperhatikan.
Orang itu ternyata malah mendekati Indriani dengan berani. Dia mengira senyuman Indriani tadi ditujukan untuknya! Wanita cantik itu mengejapkan mata tak percaya dan menahan nafas saat pria itu datang mendekatinya.
“Sedang menunggu teman?” tanyanya pria itu.
“Saya juga. Boleh saya duduk di sebelah anda? Rasanya capek sekali berdiri di sini.” Lanjut orang itu.
Indriani mengangkat bahu dengan cuek, jantungnya mulai berdetak dengan kencang, matanya bergerak mencoba mencari Pak Indra. Kemana lagi pria tua brengsek itu? Indriani makin gelisah dan ingin segera pergi dari sini. Pria yang genit itu duduk di samping Indriani. Dia sengaja duduk sedikit merapat ke arah si cantik. Indriani bisa merasakan senggolan-senggolan kecil di daerah pinggul dan pantatnya.
“Wah, hp seri **** ya?” tanya pria genit itu lagi sambil menunjuk telpon genggam yang dipegang Indriani.
“Saya selalu ingin memiliki hp seperti itu. Sayang di tempat ini sangat susah mendapatkan hp seperti yang anda miliki, hp seri baru stoknya terbatas. Padahal saya tidak peduli dengan harganya yang mahal. Berapapun harganya, pasti saya beli. Saya selalu mengatakan pada diri saya sendiri, kalau saya menginginkan hp, harus yang memiliki fitur lengkap. Kebetulan hp itu memiliki fitur-fitur seperti yang saya butuhkan.” ujar orang asing itu.
Indriani mengangguk dan mengangkat bahu, dia masih cuek dan tidak peduli apa yang dikatakan laki-laki di sebelahnya. Pria itu mendekat dan makin nekat, kini lengan mereka bersinggungan dan saling menempel sisinya. Indriani berusaha menyembunyikan hpnya karena toh telpon genggam itu menyala tanpa simcard. Dia tidak ingin ketahuan oleh si hidung belang ini sedang berpura-pura. Untungnya pria hidung belang itu lebih tertarik memperhatikan paha dan belahan buah dada Indriani yang putih mulus dan menggoda daripada hp yang sedang ia sembunyikan.
Sekali lagi, pria hidung belang itu masih terus mencoba mendekati Indriani.
“Hpnya bagus, cocok dengan pemiliknya yang cantik. Jadi bisa foto selfie dan hasilnya pasti bagus.” puji si hidung belang dengan rayuannya.
“Anda sangat cantik.” tambahnya memuji Indriani.
“Terima kasih.” Jawab Indriani mencoba ramah.
“Sebelumnya belum pernah saya memuji seorang wanita yang baru saya temui seperti saat ini. Tapi anda benar-benar mempesona.” Kata si hidung belang lagi.
“Terima kasih. Saya beruntung menjadi yang pertama yang pernah anda puji.” Jawab Indriani.
Dia menarik nafas lega karena sepertinya orang ini cukup sopan untuk tidak berbuat yang aneh-aneh di tengah keramaian.
“Saya tidak tahu apa yang merasuki diri saya, mudah-mudahan anda tidak tersinggung.” Kata pria itu lagi.
“Ah tidak. Saya tidak tersinggung.” Jawab Indriani pendek.
Indriani berusaha membenahi caranya duduk agar pria di sebelahnya tidak bisa menikmati pahanya yang putih mulus dengan bebas. Matanya masih terus mencari Pak Adam. Kalau hanya digoda oleh laki-laki sudah jadi langganan bagi Indriani, yang membedakan kali ini adalah caranya berpakaian. Dengan busana yang ia kenakan, Indriani seakan seperti seorang pelacur yang sedang menunggu pelanggan. Memalukan sekali!
“Saya juga sangat menyukai pakaian yang anda kenakan, sangat modern dan seksi. Jujur saja saya sangat kagum dengan kecantikan anda. Apakah anda seorang model iklan atau bintang sinetron?” pria itu mulai berani melancarkan serangan.
“Bukan. Saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa.” balas Indriani.
Kata-kata ‘ibu rumah tangga’ membuat lelaki itu sedikit terkejut. Jarak mereka merenggang. Indriani akhirnya bisa menarik nafas lega. Tapi pria itu masih juga belum mau menyerah.
“Apa anda sedang menunggu suami anda?” tanya laki-laki itu.
“Tidak. Suami saya sedang berada di luar kota. Saya sedang menunggu ayah mertua saya.” Kali ini Indriani menjawab jujur.
Di saat genting, Indriani malah keceplosan mengatakan hal-hal jujur pada laki-laki ini, tapi memang Indriani mulai kebingungan mencari kata-kata karena ditelan oleh perasaan gelisah yang makin lama makin membuncah, dan pada akhirnya, dia mengatakan hal jujur di saat dia harus berbohong. Keringat si cantik mengalir deras. Laki-laki itu merasa kembali mendapatkan angin, dia merapat lagi, kali ini bahkan agak mendesak tubuh Indriani.
“Wah, kalau begitu suami anda adalah seorang pria yang sangat beruntung karena memiliki seorang istri yang cantik dan seksi yang juga sangat sayang pada mertua.” Kata orang asing itu.
“Saya selalu berharap istri saya berani mengenakan pakaian yang lebih membuat saya bergairah tapi dia selalu menolaknya.” lanjut orang asing itu.
“Saya yakin istri anda punya alasan sendiri.” Jawab Indriani sambil menjauh.
Indriani tidak berani menatap mata laki-laki di sebelahnya, pria itu menatapnya nanar seperti ingin menjilat seluruh tubuh Indriani. Wanita cantik istri Indra ingin pergi, dia ingin cepat-cepat meninggalkan pria ini, dia takut sekali, tapi Indriani jauh lebih takut pada Pak Adam sehingga dia tidak beranjak meninggalkan bangku.
“Tentunya kaki istri saya yang gemuk tidak bisa dibandingkan dengan keindahan kaki anda yang langsing. Suami anda benar-benar seorang laki-laki yang beruntung. Sayang dia tidak mempedulikan anda dan pergi ke luar kota sendirian…’ Kata pria itu.
“Dia sedang dinas keluar kota .” balas Indriani.
“…mungkin saja. Tapi hari ini, di mall ini, pasti banyak orang yang mau meninggalkan istri mereka dan mengajak anda pulang ke rumah.” ujar orang asing itu.
“Anda sungguh berani mengatakan hal itu. Apa maksud kata-kata Anda..” ucap Indriani dengan nada sedikit tinggi.
Pria itu tersenyum penuh percaya diri, tangannya perlahan mengelus lengan Indriani yang putih mulus, dia benar-benar yakin Indriani akan jatuh ke tangannya. Si cantik itu mulai jengah, kata-kata orang ini terdengar sopan dan terpelajar, sayang kelakuannya menjijikkan.
“Apakah anda termasuk pria tidak mempedulikan istri anda?” tanya Indriani menantang.
Dia menepis tangan pria hidung belang tak dikenal yang mulai keterlaluan itu.
“Bagaimana pendapat anda? Apa anda mau saya ajak pulang?” tanya pria itu sambil cekikikan, wajahnya terlihat sangat nafsu dan menjijikkan. Dalam benaknya pasti sudah terbayang beribu macam cara menunggangi Indriani. Dia pasti sudah gatal ingin melesakkan batang kontolnya dalam-dalam di liang rahim si cantik ini.
“Maaf sobat. Tapi nampaknya menantu saya tidak tertarik pada anda.” Sebuah suara menyelamatkan Indriani secara tiba-tiba.
Pak Adam sudah datang. Beberapa hari ini Indriani merasa jijik dan marah pada mertuanya, baru kali ini dia merasa sangat lega Pak Adam datang dan menyelamatkannya dari godaan seorang lelaki hidung belang. Indriani segera bangkit dan berlindung di balik tubuh Pak Adam. Laki-laki itu tahu diri dan mundur teratur sambil memasang muka masam. Tapi dia masih sempat melirik ke arah Indriani dan menjilat bibirnya penuh nafsu. Dasar hidung belang!
Pak Adam memeluk pinggang menantunya dan mereka berjalan lagi menyusuri lorong-lorong mall. Karena sudah diselamatkan dari lelaki iseng dan terlindungi, Indriani diam saja saat tangan mertuanya itu nakal meraba dan meremas-remas pantatnya saat mereka berjalan bersama. Indriani seakan sudah tidak peduli seandainya ada orang yang saat itu menatap mereka.
Satu perasaan bangga memenuhi batin Pak Adam. Seumur hidupnya, dia belum pernah memiliki suatu hal yang bisa dibanggakan. Kini, saat berjalan bersanding dengan seorang wanita yang masih muda, cantik dan seksi yang bisa ditunggangi setiap saat, banyak lelaki menatapnya iri. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Pak Adam bisa memamerkan sesuatu yang membuat orang lain ingin menjadi dirinya. Pak Adam benar-benar puas.
“Bagaimana rasanya?” bisik Pak Adam di telinga Indriani.
Sekujur tubuh wanita jelita itu merinding karena bisikan Pak Adam disertai pula dengan ciuman dan jilatan kecil di telinganya.
“Ra-rasanya apa, Pak?” Indriani menggelinjang geli.
“Bagaimana rasanya digoda laki-laki?” ujar Pak Adam.
“Bu-bukan yang pertama kali. Aku tidak suka…” Indriani tidak meneruskan kalimatnya karena sekali lagi Pak Adam mengendus telinganya yang wangi.
Indriani tidak bohong, walaupun terkesan sombong tapi memang dia sudah sering sekali digoda laki-laki hidung belang. Sebenarnya Indriani benci sekali pria semacam itu, karena meskipun Indriani sudah mengenakan pakaian yang sopan, tidak seksi dan tidak menunjukkan lekuk tubuhnya yang indah, masih banyak yang mendekatinya dengan tidak sopan.
Kali ini situasinya sedikit berbeda, karena Indriani jelas-jelas menggunakan pakaian seksi yang mengundang birahi, dia bagaikan seorang pelacur yang sedang menawarkan dagangan dengan mempertontonkan keindahan lekuk tubuhnya. Indriani meneruskan kalimatnya dengan lirih sambil memejamkan mata sesaat ketika lidah Pak Adam nekat menjelajah daun telinganya di tengah keramaian mall.
“…tidak suka…” ujar Indriani terputus.
“Kamu tidak suka digoda?” tanya Pak Adam.
“Ti-tidak…” balas Indriani lirih
Pak Adam menyeringai jahat.
Bersambung…