Alya membuka matanya perlahan. Dia tidak sadar kalau dia tertidur lama di atas kasurnya. Pandangannya terpaku ke langit-langit kosong. Antara ingat dan tidak ingat apa yang terjadi tadi. Badannya terasa sedikit pegal. Alya bangun perlahan dan duduk.
Dia tidak tahu sudah jam berapa sekarang. Dia menoleh ke arah jendela. Gelap. Tangannya meraba-raba mencari ponselnya di atas kasur. Begitu ponsel diraih, Alya melihat jam yang tertera di layar. 8.30 malam. Dia pulang ke kamar tadi jam 4.30 sore. Lama sekali dia tertidur.
“Haa, bangun juga kamu,” tegur Elvira yang sedang duduk di meja belajarnya. Lamunan Alya terhenti seketika mendengar suara teman sekamarnya itu.
“Lama banget aku tidur, Vir. Kenapa nggak bangunin aku tadi?” tanya Alya dengan suara lemah.
“Aku lihat kamu capek banget. Nggak tega bangunin. Kasihan,” jawab Elvira.
Alya perlahan-lahan bangun untuk pergi mandi membersihkan diri. Tiba-tiba celah selangkangannya terasa ngilu. Saat disentuh bagian bawahnya itu, barulah Alya teringat apa yang terjadi sebelum dia tidur tadi. Alya segera menoleh ke arah Elvira. Elvira sedang asyik menjawab soal dari buku seperti tidak ada apa-apa yang terjadi.
“Aa… Elviras,” panggil Alya dengan suara terputus-putus.
“Ya, kenapa?” jawab Elvira sambil menoleh ke arah Alya.
“Aa.. ap… Apa yang terjadi tadi?” tanya Alya nekad.
“Alya, kamu mandi dulu, ya. Nanti kita ngobrol,” kata Elvira segera mematikan pembicaraan.
Alya menurut dan bangun mengambil handuknya lalu segera menuju ke kamar mandi.
Begitu terdengar suara air di kamar mandi, Elvira segera merapikan mejanya dan duduk di tepi kasur Alya menunggunya selesai mandi.
Sepuluh menit berlalu. Alya keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. Elvira memerhatikan setiap gerak tubuh Alya. Kali ini tidak perlu lagi dia menyembunyikan perlakuannya dari Alya.
“Kenapa kamu lihat aku begitu? Malu, tahu,” ujar Alya yang segera mengenakan singlet dan celana pendek. Pakaian dalam tidak dipakai seperti biasa. Malam hari di kamar, Alya lebih nyaman begitu.
Elvira yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangan, hanya tersenyum. Dia merasa senang karena kali ini secara terang-terangan dia bisa memperhatikan Alya berpakaian.
Setelah selesai semuanya, Alya pun mendekati Elvira dan duduk di sebelahnya. Mata mereka bertemu. Alya segera mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
Elvira memegang tangan kiri Alya dan mengusapnya perlahan.
“Bagaimana perasaanmu sekarang? Oke?” tanya Elvira memulai pembicaraan.
“Emm. Oke. Tapi badanku sedikit pegal,” jawab Alya kembali menatap mata Elvira.
“Pertama kali ya kamu merasakan begitu?”
“Err. Iya. Belum pernah sebelumnya.”
Wajah Alya mulai merah saat mengingat peristiwa tadi.
“Itu normal. Nanti lama-lama biasa saja tubuhmu.”
“Tapi aku malu, Vir.”
“Malu kenapa?”
“Ya, aku perempuan. Kamu juga…”
“Iya, aku juga perempuan.”
“Tapiii…”
Belum sempat Alya menyelesaikan kalimatnya, Elvira meletakkan jari telunjuknya di bibir Alya.
“Nanti dengan Irwan, lebih malu kan?”
“Emm. Tapi Irwan laki-laki. Pasti malu.”
“Dengan aku kamu nggak perlu malu, Alya. Kita sama-sama perempuan.”
“Hmm…”
Alya kini hanya tertunduk. Tidak tahu apa lagi yang ingin dikatakan. Elvira mengangkat dagu Alya mencoba memujuk.
“Tapi tadi enak nggak?”
“Emm… Se.. enak.”
Elvira tertawa kecil melihat reaksi teman baiknya itu. Jarum halus mulai dicucukkan untuk memujuk Alya.
“Tau juga enak. Hehehe.”
Lidah Alya kelu. Tidak tahu apa yang hendak dibalas.
“Dari mana kamu belajar semua ini, Vir?”
“Adalah. Hehe.”
“Tapi kamu… Kamu terlihat…”
“Terlihat alim?”
Sekali lagi kalimatnya terpotong. Alya mengangguk perlahan. Matanya menatap dalam ke mata Elvira.
“Aku ini tidak sebaik yang kamu kira, Alya,” Elvira memulai cerita.
“Aku memang dari keluarga baik-baik. Ayahku ustaz. Ibuku guru sekolah. Saudara-saudaraku juga semuanya baik-baik.
Tapi, Alya. Mereka tidak tahu kisahku. Apa yang terjadi padaku sejak aku kecil.”
“Kenapa, Vir? Apa yang terjadi?” Alya tertarik dengan cerita Elvira.
“Aku sejak umur 6 tahun sudah dicabul.”
“HAA??? Serius, Vir?”
“Iya. Tetangga aku, umurnya 4 tahun lebih tua dariku. Dulu setiap pulang dari TK, aku menunggu di rumah dia sambil menunggu ibuku pulang sore itu.
Kak Farida namanya. Baik orangnya. Tapi aku tidak tahu kalau semua yang dia lakukan padaku itu tidak benar. Masih kecil, Alya. Mana bisa berpikir.”
Wajah Alya serius mendengar kisah kelam Elvira yang baginya sangat mengejutkan. Alya tidak berani menyela. Wajah Elvira yang tadi ceria kini muram.
“Dia selalu menyuruh aku telanjang saat kami berdua-duaan. Dia juga telanjang. Dia suruh aku meremas payudaranya, menghisap putingnya. Dia kelas 4 SD tapi payudaranya sudah cukup besar bagiku waktu itu.
Aku ingat dia bilang dia sakit, jadi aku harus membantu. Sumpah waktu itu aku ikut saja apa yang dia suruh.”
Air mata mulai menetes dari mata Elvira. Memori pahit yang dialaminya sangat pedih saat diingat kembali.
Mata Alya sudah berkaca. Dia menahan air matanya agar tidak tumpah. Dia tidak mau menangis di depan Elvira. Dia merasa harus kuat. Elvira membutuhkannya. Lagi pula ini yang ingin dia ketahui tadi.
Elvira mengelap air matanya di pipi dan melanjutkan cerita, “Yang paling menjijikkan saat dia suruh aku menjilat vaginanya.
Hancing, bau. Tapi dia janji mau memberi aku kue coklat. Jadi, aku lakukan saja apa yang dia suruh.
Setelah itu dia mainkan vaginaku, menggentel klitoris. Awalnya tidak ada rasa apa-apa. Tapi hampir setiap hari seperti itu, aku mulai merasa enak.
Dia juga suruh aku masukkan pensil ke vaginanya. Untung dia tidak masukkan ke aku juga.”
Tanpa sadar, air mata Alya sudah bercucuran. Tidak menyangka begitu dahsyat penyiksaan yang dilalui Elvira.
“Elvirass,” Alya memeluk erat tubuh Elvira, tidak tahan lagi mendengar ceritanya.
“Maafkan aku, Vir. Aku tidak tahu sampai begini yang kamu alami,” kata Alya sambil menangis di bahu Elvira.
“Tidak apa, Alya. Sudah lama aku pendam cerita ini. Tidak ada seorang pun yang tahu kisahku. Aku lega akhirnya bisa meluapkan ke seseorang,” ujar Elvira sedih.
Pelukan dilepaskan. Alya menghapus air mata Elvira. Elvira juga mengelap air mata Alya dengan ibu jarinya.
“Sekarang dia di mana?”
“Tidak tahu di mana. Waktu dia SMP, dia masuk asrama. Dan setelah itu aku ikut keluargaku pindah karena ibuku dipindahkan ke Bekasi.
Sejak itu aku butuh belaian. Aku jadi ketagihan. Aku mulai belajar melancap. Tapi aku tidak puas.
SMP kelas 1, aku masuk asrama. Di situlah aku mulai aktif dengan hubungan sejenis. Aku menemukan geng yang seperti aku.
Dan kelas 3 SMP, aku mulai punya pacar. Kami berhubungan berkali-kali. Aku yang mengajarinya macam-macam. Aku ketagihan penis saat itu. Tapi aku masih suka perempuan. Orang menyebutnya ‘Bisex’.”
“Ohh, aku pernah dengar. Tidak menyangka aku ada juga seperti ini,” ujar Alya menggeleng kepala.
“Ada, Alya. Ini di depan kamu contohnya. Hahaha!” Elvira tertawa yang sudah kembali normal.
“Ish, kamu ini Elvira. Bisa-bisanya tertawa. Orang sedang sedih ini,” cemberut Alya.
Suasana berubah menjadi ceria. Elvira pandai mengubah emosinya. Tidak ingin terlalu sedih terbawa kisah lamanya. Hidup harus diteruskan.
“Terima kasih, Alya. Sudah mau mendengar curhatanku,” ucap Elvira senang.
“Aku kan sahabat baikmu. Apa pun masalahnya, ceritain aja ke aku ya?” balas Alya sambil memegang bahu Elvira.
Elvira terharu mendengar kata-kata Alya itu dan mencium pipi Alya sebagai tanda terima kasih.
“Eiii. Kenapa cium-cium pipi orang, nggak malu apa?” kata Alya terkejut dengan ciuman yang diterimanya.
“Kan kamu yang ngajarin aku tadi. Begini nih,” lanjut Alya dan langsung mencium bibir Elvira.
Elvira terkejut dengan tindakan Alya.
“Apa nih? Tadi kamu yang ngajarin. Sekarang malah kamu yang nggak bisa cium?” ujar Alya sambil menantang Elvira.
Tanpa membuang waktu, Elvira menyambar kembali bibir Alya dan mereka tenggelam dalam ciuman yang penuh gairah.
Sejak kejadian hari itu, hubungan Elvira dan Alya semakin erat. Mereka lebih mesra ketika bersama, baik di dalam kamar maupun di luar. Teman-teman mereka tidak mencurigai apa-apa karena mereka memang bersahabat sejak semester pertama.
Dan lumrah bagi perempuan, bermanja-manja antara satu sama lain tidak akan dipandang aneh oleh orang sekeliling. Bahkan terlihat sweet ketika mereka berkelakuan begitu. Jadi, tidak ada masalah bagi mereka untuk lebih mesra.
Alya kini semakin terbuka tentang seks. Walaupun seks sejenis, bagi Alya itu adalah salah satu cabang dalam seks. Meski dia sangat suka disentuh Elvira, perasaannya terhadap laki-laki masih kuat. Mungkin inilah yang disebut biseksual.
Pada suatu pagi, di dalam ruang kuliah, Alya merasa terangsang. Malam sebelumnya mereka sibuk menyiapkan tugas yang diberikan oleh dosen. Karena tugas itu adalah tugas kelompok, beberapa teman mereka juga ikut berkumpul di kamar mereka selama seminggu ini. Hal ini membuat mereka kesulitan untuk saling membelai satu sama lain.
“Psst… Elvirass…,” bisik Alya kepada Elvira yang sedang serius mendengarkan kuliah di sebelahnya.
“Ada apa?” jawab Elvira pelan.
“Basah…,” ujar Alya yang membuat kening Elvira terangkat.
“Ishhh, kita lagi di kelas,” Elvira berbisik lebih dekat, takut teman mereka yang lain mendengar.
“Pleaseeee,” mata Alya dibundarkan secomel mungkin dengan harapan Elvira tergoda.
“Jangan buat masalah, Alya. Pak Ibrahim itu galak,” tegas Elvira yang tidak mau meladeni kelakuan sahabat baiknya itu. Di dalam hatinya campur aduk perasaan bangga dan kesal karena telah mengubah Alya yang polos menjadi gadis yang ketagihan seks.
Tiba-tiba Alya mendorong kursinya dan berdiri sambil mengangkat tangan. “Pak Ibrahim, saya mau izin ke toilet sebentar ya?” ujar Alya sambil menarik lengan Elvira yang masih terkejut dengan permintaan Alya tadi.
“Baik, 5 menit saja,” jawab Pak Ibrahim singkat.
Alya langsung menarik Elvira berdiri dan Elvira pun menurut. Baru beberapa langkah menuju pintu, Pak Ibrahim menegur, “Hai, yang minta izin satu orang, tapi yang pergi dua orang?”
Langkah mereka terhenti. Elvira menelan ludah, gugup. Matanya memandang tepat ke mata Alya, memberi isyarat bahwa dia tidak mau pergi.
“Err, ini urusan perempuan, Pak. Maaf. Elvira harus menemani saya,” alasan Alya.
“Ohh, err oke. Pergilah,” jawab Pak Ibrahim sedikit panik. Dia mengira Alya mungkin sedang datang bulan dan butuh bantuan Elvira.
Dengan cepat mereka berjalan keluar menuju toilet di ujung blok. Alya menoleh ke belakang dan memberikan senyuman nakal kepada Elvira. Elvira hanya menggelengkan kepala, tidak percaya dengan apa yang baru mereka lakukan.
Setibanya di toilet, Alya memeriksa setiap pintu untuk memastikan tidak ada orang di situ. Mereka masuk ke toilet paling ujung dan mengunci pintu.
Kini hanya mereka berdua di ruang sempit itu. Mereka berdiri berhadapan. Nafas mereka sedikit terengah karena berjalan cepat tadi.
Elvira menyandarkan Alya ke dinding. Wajah mereka dirapatkan. Nafas yang tadi cepat karena lelah, kini berubah menjadi nafas penuh gairah. Mata Elvira menatap tajam mata Alya.
Elvira mulai mencium bibir Alya dengan penuh gairah. Alya membalas ciumannya dengan kasar. Dendam selama seminggu dilepaskan di bibir. Suara ciuman mereka sedikit bergema di toilet yang kecil itu.
Alya menjulurkan lidahnya dan disambar Elvira. Lidahnya dihisap sambil tangannya meremas kepala bertudung Alya. Lidah mereka saling bergantian dihisap. Air liur mereka menetes membasahi pipi dan dagu masing-masing.
Kemudian Elvira melepaskan bibir mereka dan turun perlahan ke bagian dada. Payudara Alya diramas di balik hijab shawl yang membalut tubuhnya. Kepala Alya terdongak ke atas menahan gelora nafsu.
Baju kurung Alya disingkap ke atas, memperlihatkan perutnya dan sedikit bra. Elvira menjilat tubuh Alya dari pinggang hingga ke bawah dada. Diulang beberapa kali.
Elvira kemudian berdiri kembali dan memeluk tubuh Alya erat. Bibir mereka bersatu lagi. Kepala Elvira sedikit dimiringkan dan bibir mereka saling menghisap satu sama lain. Sambil tangan mereka menjelajah meraba seluruh tubuh.
Elvira menarik kembali baju kurung Alya ke atas hingga memperlihatkan payudaranya. Elvira menunduk dan mencium pangkal payudara Alya. Dihirup semahunya. Wangi sabun mandi pagi tadi masih tercium meski hari sudah beranjak petang.
Dihirup semahunya payudara Alya tersebut. Kemudian Elvira menarik bra ke bawah dan tersembullah payudara ranum 34B Alya. Elvira langsung menyerang puting yang sudah keras sejak tadi.
Dijilat-jilat puting Alya dan disedot dengan gairah. Alya hanya bisa bersandar dan menikmati lidah Elvira di payudaranya. Puting kiri dan kanan dihisap bergantian. Sambil tangan Elvira meremas kuat payudara.
Elvira mendongak ke atas dan menatap wajah Alya. Elvira menjeling nakal sambil menjilat-jilat puting. Ini membuat Alya semakin berahi. Cairan mazi sudah mengalir di celah paha. Celana dalamnya sudah basah tak mampu menahan cairan yang keluar.
Elvira tidak mau berlama-lama. Sudah 5 menit sejak mereka keluar dari ruang kuliah. Jika terlalu lama, mungkin akan menimbulkan kecurigaan dari Pak Ibrahim.
Rok Alya diturunkan hingga ke lutut. Elvira tidak begitu terkejut melihat celana dalam Alya yang basah. Kain putih tipis yang membalut vaginanya hampir menjadi transparan. Nampak jelas lekuk vagina Alya.
Memang sudah basah banget ini.
Celana dalam ditarik ke bawah. Terlihatlah vagina yang berkilat dengan cairan mazi. Lidah dijulurkan ke klitoris yang membengkak.
“Ssss… Ahhh… Elvirasss…,” desah Alya sambil meremas kepala Elvira yang berada di antara kakinya.
Elvira menjilat-jilat klitoris sambil mengikut alur vagina. Lidahnya ditekan-tekan ke lurah.
Kaki Alya bergetar menahan nikmat dunia yang agung itu. Cairan mazinya semakin deras.
Muka Elvira disembamkan semahunya ke vagina Alya. Lidahnya begitu rakus memainkan peranannya. Dijilat ke atas ke bawah, dengan berbagai ritme. Zigzag, putaran, hisapan kuat di klitoris. Ngocoks.com
Semua teknik jilatan dilakukan demi memuaskan Alya dengan segera. Tangan Elvira turut meremas pantat Alya kuat hingga meninggalkan bekas berwarna merah. Alya sudah tidak keruan. Tangannya memeras putingnya, memberikan dua sensasi di titik gairahnya.
“Aa.. Elvirasss. Si… Sedikit lagi, nis,” bisik Alya terengah.
Elvira menggunakan teknik terakhir di vagina Alya. Bibirnya menyedot klitoris sambil lidah di dalam menggoyang-goyangkan biji Alya. Jarinya menggesek-gesek alur vagina hingga ke lubang pantat.
Semuanya dilakukan bersamaan dan cepat. Mata hitam Alya sudah tidak terlihat lagi. Teknik Elvira begitu hebat hingga pikirannya melayang tinggi.
“Aaahhhh! Elvirassss! Ahhhh!”
Akhirnya Alya mencapai klimaks. Kakinya bergetar menahan gelombang nikmat.
Elvira yang menyadari Alya klimaks menekan lagi wajahnya di antara paha. Kepalanya bergetar mengikuti getaran pantat Alya.
Hampir jatuh Alya ke lantai toilet, namun sempat memegang flush toilet. Dia tidak mau masuk ke kelas dengan rok yang basah.
Setelah beberapa saat klimaks, Elvira melepaskan vagina Alya dan perlahan berdiri.
Elvira langsung menyambar bibir Alya, memberinya rasa cairan mazinya sendiri.
Alya hanya membalas lemah. Terasa asin dan sedikit amis aroma yang dirasakan. Cairan mazinya sendiri, apa yang perlu dijijikkan.
“Sudah puas?” tanya Elvira tersenyum melihat Alya yang masih belum membuka matanya.
Alya membuka matanya dan mengangguk perlahan.
“Mau banget kan? Hehe,” ledek Elvira kepada Alya yang masih belum sepenuhnya sadar.
Elvira memakaikan kembali celana dalam Alya dan merapikan roknya. Hijab pun dikemaskan.
Mereka keluar dari toilet dengan hati-hati. Khawatir ada yang melihat mereka keluar berdua.
Elvira membasuh muka dan berkumur-kumur. Beberapa kali dia berkumur hingga rasa asin di mulutnya hilang.
Setelah semuanya siap, mereka pun bergegas kembali ke ruang kuliah. Khawatir Pak Ibrahim akan memarahi karena waktu yang diambil terlalu lama.
“Terima kasih, Vir. Sayang banget sama kamu. Hehe,” ujar Alya sambil tersenyum.
Bersambung…