SUAMI INGIN BERLIBUR
Tatkala jam makan siang selesai, Charlotte kembali ke meja kerjanya dengan suasana hati yang lebih baik. Pada akhirnya, dia mengabaikan tatapan orang lain dan hanya fokus dengan pekerjaannya saja.
Pada pukul lima sore, hampir seluruh karyawan telah bersiap – siap untuk pulang. Sean berjalan menuju meja kerja Charlotte, kemudian memperhatikan Charlotte yang masih berkutat dengan pekerjaannya meski hari sudah sore.
“Charlotte, kamu bisa pulang sekarang,”
Charlotte mengangkat kepalanya dan tersenyum. “Aku akan pulang setelah kerjaanku selesai.”
Sean mengerutkan keningnya, “Jangan memaksakan diri, lanjutkan saja besok jika belum selesai. Tuan Elliot tidak senang bila ada karyawan yang pulang terlambat.”
“Jangan khawatir, Senior. Aku hanya perlu menambahkan beberapa hal, mungkin akan pulang lima belas menit lagi.”
“Baiklah, pokoknya kamu harus cepat pulang. Aku tidak mau dikira menindas anak magang karena membiarkanmu pulang larut.”
Charlotte mengangguk, “Aku pasti akan cepat pulang.”
Setelah mengucapkan salam perpisahan, Sean pulang terlebih dahulu bersama karyawan lain. Dalam waktu beberapa menit, ruang kantor sudah kosong sepenuhnya, beberapa karyawan yang ingin lembur juga turun sebentar untuk membeli makan malam.
Sesungguhnya Charlotte sengaja pulang paling terakhir supaya bisa masuk ke ruangan Elliot tanpa perlu melalui pintu belakang.
Dengan cepat Charlotte membereskan barang – barangnya di meja dan mematikan komputer. Lalu dia berjalan ke ruangan Elliot dan masuk tanpa mengetuk pintu.
Elliot baru saja ingin marah saat mendengar suara pintu terbuka tanpa ketukan. Namun amarahnya langsung ditekan tatkala melihat Charlotte yang masuk ke dalam ruangan.
“Elliot, apa kamu akan pulang larut?”
“Kurasa tidak, semua pekerjaanku sudah selesai, aku hanya perlu membuat Power Point untuk presentasi besok. Mungkin akan pulang jam 7 malam.”
Charlotte melangkah masuk, kali ini dia tidak duduk di sofa tamu, melainkan di kursi yang berada di hadapan meja Elliot. “Kalau begitu, mari pulang bersama.”
“Jangan menungguku,” Elliot berbicara tanpa melihat Charlotte. “Lebih baik pulang dan istirahat.”
Charlotte tidak menanggapi ucapan Elliot selama beberapa saat. Dia meletakkan sikunya di atas meja dan menumpukkan kepalanya ke telapak tangannya. Charlotte lantas memperhatikan wajah Elliot dari samping, mata Elliot mengarah lurus ke layar komputer sedangkan kedua tangannya bermain di atas keyboard.
Tanpa berpikir banyak, Charlotte berkata, “Kamu sangat sibuk bekerja akhir – akhir ini, aku jadi kesepian.”
Gerakan tangan Elliot seketika berhenti. Penuturan Charlotte itu terdengar seperti godaan untuk Elliot, membuat darahnya berdesir dan tak lagi berminat untuk melanjutkan pekerjaan.
“Aku mengabaikanmu?” tanya Elliot dengan khawatir.
“Kamu tidak mengabaikanku,” Charlotte mengetukkan jarinya ke atas meja, dia sedikit memalingkan wajahnya ketika berkata, “Hanya saja … kamu sudah jarang menyentuhku.
“Oh.”
“Oh?” Charlotte sedikit menekuk wajahnya saat mendengar balasan singkat Elliot, dia merasa bila suaminya itu tidak memperdulikan perkataannya dan membuat Charlotte berakhir malu.
Meski sebenarnya, Elliot bukan mengabaikannya, tapi terlalu bingung untuk menghadapi situasi seperti ini. Dia hanya bertanya – tanya di dalam hati, bukankah Charlotte yang dia kenal merupakan wanita yang begitu polos dan manis?
Tapi kenapa Charlotte seringkali menggoda Elliot di beberapa waktu.
Apa pikiran Charlotte sudah terkotori semenjak menikah dengan Elliot? Apa sesunggugnya Elliot merupakan pengaruh buruk untuk istrinya itu?
Elliot merasa bingung, tapi sesungguhnya juga merasa senang.
Pada akhirnya, Elliot tidak mampu lagi memikirkan pekerjaan karena ucapan Charlotte terus mengganggu benaknya.
“Kemarilah,” kata Elliot seraya merentangkan tangannya di hadapan Charlotte.
“Tidak bekerja lagi?” tanya Charlotte.
Elliot mendorong kursinya ke belakang, kemudian tersenyum kepada Charlotte. “Istriku bilang dia kekurangan kasih sayang, jadi aku akan menaruh lebih banyak perhatian kepada istriku sekarang.”
Charlotte tiba – tiba merasa bersalah. “Itu .. Itu hanya sekedar keluh kesah, bukan berarti kamu harus berhenti bekerja.”
“Tidak apa – apa, aku bisa melanjutkan pekerjaanku besok pagi sebelum rapat. Kemarilah, aku juga sepertinya kekurangan kasih sayang istriku.”
Tanpa membalas lagi, Charlotte segera berjalan memutari meja dan melemparkan tubuhnya ke dalam pelukan Elliot. Elliot lantas mengangkat kaki Charlotte, sehingga istrinya kini duduk di atas pangkuannya.
“Sudah berapa lama kamu merindukanku?” tanya Elliot seraya mencium pipi Charlotte.
Charlotte, “Setiap hari aku merindukanmu. Kamu sering pulang malam akhir – akhir ini, kita jadi tidak bisa menghabiskan waktu bersama karena biasanya aku sudah tidur sebelum kamu pulang.”
Mungkin karena hidupnya terasa lebih nyaman sekarang, insomnia Charlotte perlahan berkurang sehingga dia tidur lebih cepat dari biasanya. Namun karena dia tak lagi tidur larut, Charlotte jadi kehilangan waktu untuk berbicara dengan Elliot di malam hari.
Elliot melingkarkan tangannya di pinggang ramping Charlotte dan menarik tubuh Charlotte supaya lebih dekat dengannya. “Aku juga merindukan Charlotte. Bagaimana bila setelah rapat akhir tahun ini aku mengajukan cuti sehingga kita bisa liburan bersama?”
“Tapi aku baru saja magang, mereka mungkin akan menganggapku malas karena sudah cuti di minggu pertama.”
Elliot berpikir sejenak, kemudian tersenyum saat mendapatkan sebuah ide. “Aku bisa bilang akan melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri dan ingin membawa satu anak magang supaya dia bisa belajar dengan lebih banyak dari Departemen Infrastruktur III.”
“Terdengar curang,” Charlotte tertawa kecil, “Tapi aku menyukainya.”
“Tempat apa yang ingin kamu datangi? Kita bisa memesan penginapan dari sekarang?”
“Aku tidak begitu yakin. Sebelumnya aku tidak pernah diperbolehkan untuk liburan jauh karena dianggap menghabiskan uang, jadi aku tidak banyak tahu tentang tempat – tempat liburan.” Ceritasex.site
Ketika tinggal bersama Keluarga Baxter, uang jajan Charlotte selalu terbatas dan keinginannya jarang dikabulkan oleh Ayahnya sendir. Hal ini karena Agnes Baxter selalu melarang suaminya untuk memberikan uang lebih kepada Charlotte.
Elliot mengelus kepala Charlotte dengan penuh kasih sayang, lalu berkata, “Bagaimana jika kita mengecek tempat – tempat liburan di internet lalu tentukan bersama?”
Charlotte mengangguk senang, “Terdengar bagus.”
Elliot lantas membuka situs internet di komputernya. Dia mengetikkan beberapa kata kunci yang berhubungan dengan tempat wisata. Matanya memperhatikan gambar – gambar yang tertera di layar, berusaha memilah tempat yang terlihat paling menarik.
Tatkala layar menunjukkan gambar dari resort yang ada di Pulau Maldives, Charlotte menghentikkan tangan Elliot dan berkata. “Tempat ini terlihat indah, di mana ini?”
“Namanya Pulau Maldives,” Elliot meng-klik gambar lain dari pulau tersebut, “Lihat, sangat cantik, kan?”
Charlotte memajukkan kepalanya ke arah layar, merasa kagum dengan pemandangan yang disuguhkan dari tempat wisata itu. Terdapat hamparan pasir putih yang berdampingan dengan lautan jernih berwarna kehijauan. Ketika siang hari, cahaya matahari akan dipantulkan oleh air laut sehingga permukaan laut terlihat berkilauan.
“Elliot, bisakah kita ke sini?” tanya Charlotte dengan antusias.
“Tentu saja bisa, mari kita lihat tanggal yang kosong dahulu.”
Elliot melihat – lihat beberapa resort yang terdapat di Pulau Maldives, sebelum akhirnya memilih sebuah resort bernama Saneva Jani yang terkenal akan kemewahannya. Resort tersebut menyuguhkan pemandangan langsung ke laut serta mempunyai kolam renang pribadi yang luas, sepertinya cocok untuk dijadikan tempat bulan madu.
Ketika Elliot hendak memilih tanggal, Charlotte menahan tangan Elliot lalu berkata. “Resort ini terlalu mahal, bukankah masih ada resort lain yang lebih murah?”
Setelah mendengar ucapan Charlotte, Elliot baru melihat harga yang tertera di bagian paling bawah website.
3000 $
Mahal untuk Charlotte, tapi biasa saja untuk Elliot.
“Oh, memangnya perlu melihat harga?”
Charlotte terkejut, “Kamu membeli sesuatu tanpa melihat harga?”
“Tidak,” Elliot berkata, “Jika bagus, maka aku akan membelinya.”
Kebiasaan seperti itu tentulah karena sedari kecil Elliot tidak pernah kekurangan apapun dan selalu membeli semua barang yang ia inginkan. Oleh karena itu, di kehidupan lalu Arthur Landegre seringkali marah kepada Elliot karena menghabiskan banyak uang tanpa bekerja keras.
Dan sepertinya kebiasaan itu tidak bisa dihilangkan sampai sekarang.
“Jangan mengkhawatirkan harga. Aku bekerja keras tentu untuk membahagiakan istriku, jadi bolehkan aku memesannya?”
Charlotte merasa hatinya agak enggan karena melihat harga yang tertera di layar, tapi jika Elliot tidak keberatan maka dia juga tidak perlu menolak. “Hmm … baiklah.”
Akhirnya Elliot menyewa resort tersebut selama lima hari. Dia berpikir sepertinya mereka membutuhkan banyak waktu untuk dihabiskan berdua sebelum kembali ke dunia kerja.
“Senang?” tanya Elliot seraya mendongakkan kepalanya ke atas supaya bisa melihat wajah Charlotte yang lebih tinggi darinya, karena sedang berada di atas pangkuan Elliot.
Charlotte melingkarkan tangannya di belakang leher Elliot, kemudian meletakkan wajahnya di ceruk leher Elliot. “Senang.”
Tangan Elliot yang sedari tadi ada di atas mouse kini berpindah ke atas lutut Charlotte. Jemarinya yang panjang mulai menelusup masuk ke dalam rok Charlotte sehingga bisa merasakan kulit paha Charlotte secara langsung.
“Elliot! Tanganmu,” Charlotte menarik wajahnya seraya menahan tangan Elliot.
Elliot tersenyum, dia lantas mencium bibir Charlotte sekali. “Katanya kamu rindu dengan sentuhanku?”
“Kamu … Kamu salah paham! Maksudku adalah sentuhan seperti pelukan atau ciuman, bukan menjurus ke hal yang kamu pikirkan!”
“Ke mana? Memangnya aku memikirkan hal apa?” Elliot mendekatkan hidungnya ke leher Charlotte, menghirup aroma parfum yang masih melekat meski sudah seharian bekerja. “Charlotte, ternyata kamu senang memikirkan hal kotor.”
“Aku tidak memikirkan itu!”
Elliot menarik tangan Charlotte sehingga wajah wanita itu semakin dekat dengan Elliot. Sebelum Charlotte mengucapkan kata, Elliot sudah lebih dahulu mencium bibirnya, membungkam seluruh protes yang tertahan di tenggorokan Charlotte.
Walau tak mau dianggap mempunyai pikiran kotor, pada akhirnya Charlotte tidak menolak ciuman dari Elliot. Dia berusaha mengimbangi, namun tetap saja tak mampu semahir Elliot yang lebih berpengalaman.
Elliot melumat bibir Charlotte tanpa jeda, menghalangi oksigen yang hendak masuk ke dalam paru – paru Charlotte. Keduanya merasa sedikit sesak, tapi tak ada satu pun dari mereka yang mempunyai niatan untuk berhenti.
Elliot merasa begitu haus akan rasa bibir Charlotte yang memabukkan. Layaknya menemukan oasis di padang pasir, Elliot tak ingin melepaskan oasis tersebut ketika berhasil mendapatkannya.
Tangan kanan Elliot bergerak bebas menelusuri garis paha Charlotte, merabanya seolah ingin mempelajari susunan tulang dari kaki istrinya.
Di sela – sela ciuman mereka, keduanya sempat membuka kelopak mata dan saling menatap satu sama lain. Bola mata Charlotte yang indah tampak berair, terlihat sedikit merah karena menahan hasrat yang ditarik keluar oleh Elliot sedikit demi sedikit.
Tatkala Elliot melepaskan ciuman mereka, tangannya dengan cekatan menurunkan risleting rok Charlotte, sedangkan tangan yang lain bergerak masuk ke celah kemeja Charlotte sehingga dia bisa meraba kulit punggung istrinya secara langsung.
“Elliot … ini .. masih di kantor,” peringat Charlotte dengan napas yang terengah – engah.
“Lantas kenapa? Para karyawan sudah pulang sejak sore.”
“Masih ada Tuan Davis .. ada juga karyawan yang lembur,” bisik Charlotte.
Elliot mengabaikan kekhawatiran Charlotte, dia melepaskan kancing kemeja Charlotte satu – persatu, kemudian mengecup leher jenjang istrinya yang terekspos dengan jelas. “Mereka tidak akan tahu, ruangan ini kedap suara.”
“Tapi bagaimana …”
Elliot meraih dagu Charlotte, kemudian menatap kedua mata emerald itu dengan lekat. “Jangan memikirkan hal lain, kamu hanya perlu memikirkanku.”
Bersambung…
Untuk session 2 sudah di publish dengan judul The Beloved Wife (Session 2), terima kasih sobat Ngocokers!