Dalam keadaan seperti itu aku tak bisa tidur. Kuamati Mama Tania yang berbaring memunggungiku. Aku tak tahu ia sudah tidur atau belum, tapi nafsuku tak henti-hentinya bergejolak, menggodaku untuk melampiaskannya.
Aku bertahan untuk tidak tergoda karena takut resikonya. Tapi gumpalan birahiku yang tertahan terus saja meronta-ronta, hingga membuatku mata hatiku gelap.
Bodoh rasanya jika tak kumanfaatkan kesempatan emas itu. Dengan berpura-pura sudah tidur, kugeser tubuhku hingga menempel ke punggung Mama Tania. Aku diam menunggu reaksinya. Karena Mama Tania bergeming, kumiringkan tubuhku hingga sejajar dengan tubuhnya. Rasa nikmat tiba-tiba saja menghentak saat senjataku menempel di pantat Mama Tania.
Sesaat kemudian kudengar Mama Tania menggumam lirih dan darahku berdesir ketika tangannya memeluk tanganku yang melingkar di tubuhnya. Gempuran nafsu birahi yang begitu kuat tak lagi mampu kubendung. Kuciumi rambut Mama Tania, kemudian turun ke lengannya. Gairahku makin menjadi-jadi saat kudengar Mama Tania mendesah.
Satu tanganku menjalari pahanya dengan beberapa kali usapan lembut sebelum menyusup ke balik baju tidur dan mulai memainkan jari tengahku di sela-sela bagian bawah tubuhnya. Aku melakukannya dengan selembut mungkin dengan harapan Mama Tania akan terangsang. Harapanku terkabul. Pelan-pelan Mama Tania membuka kedua kakinya.
Mama Tania kembali mendesah lirih. Kusibak lebar-lebar selimut yang menutupi kami berdua karena aku ingin melihat langsung permainan jariku. Aku harus bersabar melakukan itu dan kesabaranku membuahkan hasil.
Bukaan kaki Mama Tania makin lebar dengan satu lututnya terlipat sedikit. Pelan-pelan kususupkan jariku ke celana dalam Mama Tania hingga kurasakan bulu-bulu halusnya.
Mama Tania yang terlihat pasrah membuatku makin berani. Kulorot celana dalamnya dengan hati-hati sampai lepas. Aku ingin mempraktekkan adegan yang kulihat di film biru.
Kutelungkupkan tubuhku di atas kaki Mama Tania dan mulai menjilati organ sensitifnya. Sekali lagi Mama Tania mendesah disertai dengan gerakan mengangkang.
Aku tak tahu apakah Mama Tania sadar melakukan itu atau hanya refleks saja. Tapi kulihat matanya masih terpejam. Kulanjutkan jilatanku dengan penuh perasaan. Ternyata memang mengasyikkan. Ada sensasi tersendiri melakukan itu. Apalagi saat pinggul Mama Tania bergerak-gerak, seolah merespon kenikmatan yang kuberikan.
Lang, ngapain kamu?, ujar Mama Tania tiba-tiba sambil bertumpu di keduanya dan menatapku. Aku sedikit kaget dan balas menatapnya. Kutunggu reaksinya, marah atau tidak. Tapi begitu Mama Tania berbaring lagi, kulanjutkan lagi permainan lidahku dengan lebih agresif. Sesekali pinggul Mama Tania bergerak mengikuti irama permainanku.
Ooh, sudah, Lang. Nanti keterusan Ohh, desis Mama Tania. Tangannya mencengkeram kuat rambutku. Tak kuhiraukan permintaannya.
Makin kuat ia mencengkeramku, makin dahsyat jilatanku hingga lidahku masuk ke miliknya. Dengan dorongan yang agak kuat pada kedua paha Mama Tania ke arah yang berlawanan kuisyaratkan agar ia lebih mengangkang lebih lebar lagi.
Puncaknya, pinggul Mama terangkat disertai goyangan yang makin kencang, seolah mengimbangi tarian lidahku. Desahnya makin tak terkendali. Kedua tangannya mencengkeram erat seprai tempat tidur. Goyangannya melemah saat desah panjang keluar dari mulutnya.
Sudah, Lang. Mama sudah orgasmeOhhh, desisnya seraya menahan kepalaku agar tak bergerak lagi. Pelan-pelan pinggulnya turun lagi.
Ciumanku pun kemudian beralih ke perut dan berakhir di dadanya. Kusibak belahan dasternya agar bisa kucumbui dua bukitnya yang indah. Mama Tania melingkarkan kedua tangannya di punggungku pertanda ia menikmati cumbuanku. Sambil mencumbui dadanya, tanganku menjelajahi selangkangannya. Tampaknya Mama Tania tergoda untuk mengimbangiku.
Tak puas dengan meraba bagian luar, tangan Mama Tania pun kemudian menyusup ke dalam celanaku dan mulai menggenggam dan mengusap lembut milikku yang sudah berdiri tegak. Saat itulah cumbuanku beralih ke lehernya yang jenjang. Kubungkukkan tubuhku sedikit hingga milikku bisa kugesek-gesekkan ke milik Mama Tania.
Mama Tania mendesah dan mendesis yang segera kubungkam dengan pagutan di bibirnya. Kami pun berciuman dalam balutan nafsu birahi yang menggelegak.
Mama Tania mencengkeram T-shirt yang kukenakan dan menariknya ke atas. Aku pun berhenti sejenak untuk melepas T-shirt. Kuminta Mama Tania untuk duduk di ranjang, sementara aku berpindah posisi di belakangnya.
Beberapa saat kemudian aku rebah di ranjang. Mama Tania melepas dasternya sebelum melucuti celanaku, lalu mengulum, milikku dengan gerakan lembut. Begitu nikmat hisapannya hingga aku telentang seolah tanpa daya. Sampai sejauh itu aku masih merasa seperti mimpi, telanjang berdua dengan Mama Tania dalam panasnya api birahi.
Kubiarkan Mama Tania menikmati milikku sesuka hatinya. Hangatnya mulut Mama Tania melambungkanku dalam sebuah perasaan yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Setelah puas melakukan oral, Mama Tania duduk di atasku. Aku menunggu detik-detik mendebarkan saat milikku menembus miliknya, tapi tak terjadi.
Milik Mama Tania terasa telah demikian basah, hingga tak heran akhirnya senjataku amblas ke dalam miliknya. Mama Tania mendesis dan menelungkupkan wajahnya di leherku.
Kupegang erat-erat pantat Mama Tania saat aku mulai menggoyang pinggulku karena Mama Tania tak kunjung bergoyang. Lama-lama ia pun mengimbangi gerakanku.
Mula-mula masih dengan telungkup sebelum kemudian bangkit dan mulai bergerak naik-turun dengan ritme lambat. Tanganku leluasa menggerayangi payudaranya yang bergerak kesana-kemari.
Untuk beberapa saat kubiarkan Mama Tania bergoyang di atasku. Setelah itu aku bangkit karena tak tahan untuk tidak mencumbui dua bukit ranumnya.
Gara-gara itu goyangan Mama Tania melambat. Tak lama setelah itu ia mendorongku agar rebah lagi. Agaknya ia kurang bebas bergerak. Begitu aku rebah, Mama Tania langsung tancap gas. Ritme goyangannya makin kencang sebelum kemudian tubuhnya meregang disertai desahan panjang dari mulutnya yang indah. Ia rebahkan lagi tubuhnya di atasku.
Udah orgasme, Ma?, tanyaku mesra di telinganya.
Iya, sayangOhh, jawab Mama Tania terengah-engah.
Terbersit rasa bangga dalam hatiku. Aku berhasil membuat Mama Tania orgasme. Kubiarkan ia menikmati orgasmenya beberapa saat. Setelah nafasnya kembali tenang, kuminta ia untuk menungging. Tanpa diminta dua kali, Mama Tania beringsut menuruti permintaanku. Begitu ia sudah siap, kutancapkan milikku ke dalam miliknya.
Mama Tania langsung mendesah lirih, Oohhhsaat milikku tertanam dalam-dalam di miliknya. Aku pun mulai melakukan gerakan maju-mundur pelan-pelan.
Kunikmati betul-betul momen yang selama ini hanya ada dalam imajinasiku. Kuusap lembut pantat Mama Tania, merasakan kelembutannya. Setelah itu tanganku turun ke dadanya, meremas-remasnya dengan penuh perasaan.
Gerakanku makin cepat ketika kurasakan laharku dalam kawahku akan meledak. Aku tak bisa menahan desahanku saat spermaku kutumpahkan ke pantat Mama Tania. Mama Tania merebahkan tubuhnya di ranjang, sementara aku masih bertumpu pada kedua lututku, merasakan detik-detik puncak kenikmatan hingga tetesan spermaku yang terakhir.
Mama Tania masih tertelungkup di ranjang, meski tubuhnya sudah kubersihkan dari spermaku. Kubaringkan tubuhku di sampingnya. Mataku menerawang ke langit-langit kamar dengan pikiranku melayang. Aku telah memulai satu babak baru dalam kehidupanku. Kenikmatan seks. Meski terasa sebentar, tapi aku yakin efeknya akan sangat panjang.
Saat tengah melamun, kudengar Mama Tania menghela nafas. Kumiringkan tubuhku dan memeluknya.
Mama marah ya?, ujarku memecah kesunyian. Mama Tania tak menjawab. Kupalingkan wajahnya ke arahku. Kulihat kedua matanya basah. Ia menangis. Aku jadi merasa bersalah. Kudekap erat tubuhnya.
Maafin aku ya, Ma, ucapku lirih.
Mama Tania tak menjawab. Bahkan kemudian ia melepaskan pelukanku, membenahi selimut dan berbalik memunggungiku. Tentu saja hal itu membuatku salah tingkah. Setelah diam beberapa saat, Mama Tania kupeluk dari belakang sambil menciumi rambutnya. Mama Tania bergeming. Sesekali kudengar isaknya tertahan.
Karena merasa tak dihiraukan Mama Tania, aku beranjak dari ranjang, kukenakan bajuku. Lalu aku kembali ke kamarku. Saat itulah aku baru ingat kalau komputerku masih menyala.
Artinya, yang kulakukan dengan Mama Tania terekam di situ. Kuputar ulang rekaman itu. Kupandangi tak berkedip adegan ranjangku dengan Mama Tania yang berdurasi sekitar 23 menit terhitung sejak aku mulai mengusilinya.
Meski mencoba terpejam, tapi aku tak bisa tidur. Pikiranku berkecamuk, antara bangga bisa membuat Mama Tania orgasme, dengan rasa bersalah. Mungkin Mama Tania juga merasa bersalah telah melakukan persetubuhan denganku dan ia menyesalinya. Aku tak tahu harus bersikap bagaimana saat bertemu Mama Tania esok paginya.
Entah kenapa, tiba-tiba muncul rasa kesal pada Mama Tania ketika aku bangun tidur pagi harinya. Jika memang tak ingin itu terjadi, seharusnya ia tak mengajakku masuk ke kamarnya. Bagaimana pun juga, aku laki-laki dewasa dan Mama Tania adalah orang lain yang kebetulan dijadikan istri kedua oleh Papah.
Mungkin saja ia malu telah kutiduri, dan menutupi rasa malunya dengan menangis. Kekesalanku kemudian malah melunturkan rasa bersalahku. Aku bertekad untuk membuang jauh-jauh kecanggungan pada Mama Tania.
Justru sebaliknya, akan kutunjukkan pada Mama Tania kalau aku benar-benar menyukainya. Kekesalanku pada Mama Tania membuat semangatku menyala lagi.
Bergegas aku bangkit dari tempat tidur. Saat sayup-sayup kudengar gemercik air dari kamar mandi, kuraih handukku. Dengan langkah ringan kumasuki kamar Mama Tania yang terbuka lebar. Kuketuk pintu kamar mandi dari dalam kamar tidurnya.
Ma, ikutan mandi dong, ujarku begitu Mama Tania membuka pintu sedikit dan menampakkan wajahnya. Sebuah handuk ia tutupkan di tubuhnya yang basah. Mama Tania tampak kaget melihat permintaanku yang tiba-tiba itu.
Boleh ya, Ma? Aku pengen sekali-sekali dimandiin Mama, rayuku dengan wajah memelas. Mama Tania menatapku dalam-dalam. Ia seperti sedang berpikir. Mungkin sedang menimbang-nimbang, apakah memperbolehkan atau tidak. Aku mematung tepat di depan pintu kamar mandi menunggu jawabannya.
Hatiku girang bukan kepalang ketika Mama Tania mundur sambil membuka pintu kamar mandi. Tanpa sungkan aku nyelonong masuk, menggantung handuk di hanger, lalu melepas baju dan celanaku.
Tak kuhiraukan Mama Tania yang mematung di depan pintu kamar mandi. Kuguyur tubuhku dengan air yang mengucur dari shower.
Saat itu sebetulnya aku sudah terangsang. Aku yakin Mama Tania tahu aku terangsang karena jelas-jelas senjataku mulai membesar, tapi belum berdiri. Aku berharap ia pun terangsang melihat milikku.
Tapi aku menahan diri agar Mama Tania merasa nyaman dulu. Aku tak ingin terlihat grusa-grusu. Aku menjauh dari shower untuk menggosok gigiku, sementara Mama Tania mulai membasuh tubuhnya dengan sabun cair.
Usai menggosok gigi, aku kembali ke bawah shower, meminta sabun dari Mama Tania dan menyabuni diriku sendiri. Setelah itu aku berpindah ke belakang Mama Tania untuk menyabuni punggung sampai ke kakinya.
Sejauh itu Mama Tania masih diam membisu. Tapi aku tak peduli. Aku terus saja menyabuni paha dan betis belakangnya sebelum kemudian beralih ke betis dan paha depan.
Gantian, Ma, ujarku sambil berdiri dan memunggunginya. Mama Tania menuruti permintaanku. Sambil berlutut, Ia sabuni punggung hingga betisku, persis seperti yang kulakukan padanya.
Kuputar tubuhku hingga Mama Tania bisa beralih menyabuni betis dan paha depanku. Tak hanya itu, Tanpa kuminta, Mama Tania menyabuni juga senjataku.
Sesaat kemudian Mama Tania berjalan menuju hanger dan mulai membersihkan tubuhnya dengan handuk, sementara aku masih mengguyur tubuhku dengan air shower. Ngocoks.com
Saat Mama Tania mulai memakai baju, aku menyusulnya dan menghanduki tubuhku. Saat itulah kupeluk Mama Tania dari belakang. Ia tampak seperti kaget dan berusaha menyingkir dariku.
Kupererat pelukanku sambil mencumbui rambutnya yang basah, sementara satu tanganku bergerilya di dadanya dan satu lagi di pahanya. Tak lama kemudian kuputar tubuh Mama Tania agar menghadap ke arahku.
Mama Tania memandangku dengan tatapan yang tak kumengerti maknanya. Tapi aku sudah kepalang nekad. Dengan lembut kupagut bibirnya.
Mama Tania diam saja, tak membalas ciumanku. Masa bodoh, pikirku. Kuhujani bibirnya dengan ciuman lembut, kemudian turun ke lehernya. Senjataku menempel ketat di perutnya.
Sedikit demi sedikit kudorong Mama Tania sampai ke dinding dekat pintu kamar mandi. Dengan begitu aku lebih mudah mencumbui Mama Tania tanpa khawatir ia terdorong lalu jatuh.
Dari leher, cumbuanku beralih ke kedua bukitnya.
Sudah, Langsudah, desisnya lirih disertai dorongan di bahuku. Aku tak menggubrisnya. Kumainkan lidahku di kedua putingnya bergantian melalui belahan dasternya.
Setelah puas menyusu, pelan-pelan ciumanku beralih, turun ke perutnya, dan berakhir di miliknya yang tertutup celana dalam. Satu tanganku menyibak dasternya.
Sudah, Lang, sekali lagi Mama Tania mencoba mendorongku ke belakang. Tanganku menggenggam kuat-kuat pinggulnya sambil terus memainkan lidahku. Saat dorongannya melemah, kulepas celana dalam Mama Tania.
Jangan, Lang, cetusnya sambil menahan celana dalamnya yang sudah melorot sampai ke paha. Aku tak memaksa. Kulanjutkan jilatanku di miliknya yang sudah tak tertutup celana dalam.
Pelan-pelan kuisyaratkan pada Mama Tania untuk membuka kedua kakinya. Semula ia bergeming, tapi sedikit demi sedikit mulai merenggang.
Bersambung…