Empat bulan berselang sejak hari itu. Hari dimana keperjakaanku kuberikan kepada Naya kakakku.
Kini aku dihadapkan dengan momok yang menhantui hampir seluruh remaja di seluruh dunia. Ujian kelulusan. Ya, bagiku sangat menegangkan untuk menjalani ujian ini. Jika aku tidak lulus, maka aku harus mengulang satu tahun lagi. Apa kata tetangga nanti kalau mengetahui kalau diriku tidak lulus ujian kelulusan.
Memang sih, nilai-nilai pelajaranku akhir-akhir ini semakin membaik. Itu semua berkat kerja keras Naya yang selalu mensupportku ketika aku belajar. Buat apa punya kakak pintar kalau tidak kumanfaatkan, pikirku. Apalagi kegiatan sex yang kami lakukan rutin setelah belajar. Membuat hasrat belajarku tak habis-habis.
Pagi itu aku bangun pada pukul setengah enam pagi. Mama dan Naya masih terlelap disisiku. Sejak enam bulan lalu kami selalu tidur bersama. Karena hampir setiap hari aku selalu melakukan threesome sex dengan mama dan Naya, seperti tadi malam. Aku bangkit menuju kamar toilet untuk mandi dan menggosok gigi.
“mau mandi bareng kak?” tanyaku.
“boleh…” kata Naya seraya memelukku dari belakang.
Air kran pagi itu terasa begitu dingin. Maklum lah, harga pemanas air cukup mahal. Untung saat itu ada Naya yang mandi bersamaku. Sehingga kami bisa berbagi kehangatan.
Kuusap payudara Naya dan kukecup bibirnya. Naya mendesah, diraihnya batang penisku yang belum menegang dan di remas-remas.
“hari ini kamu ujian kan?” tanya Naya.
“iya kak… Kenapa?”
“kita ML dulu yuk… biar kamu semangat ngerjain tesnya…” kata Naya.
“disini?” tanyaku.
Naya mengangguk dan mengangkat sebelah kakinya. Kedua tangannya dirangkulkan keleherku untuk menjaga keseimbangan. Aku memeluk tubuh Naya dan merapatkan tubuhnya padaku. Naya mengarahkan penisku ke vaginanya sambil menciumku. Setelah tepat berada di vaginanya segera kudorng pantatku. Seketika penisku sudah menancap divaginanya.
Lama kelamaan Naya mulai pegal mengangkat kakinya. Kini aku diarahkan untuk duduk di kloset. Naya duduk di atasku dengan posisiku memangkunya dan Naya membelakangiku. Penisku kembali ia arahkan ke vaginanya. Naya menggerakkan tubuhnya naik turun. Goncangan pada payudaranya menimbulkan bunyi seperti menampar.
“Ahhh… Ssssshhhhh…” begitulah desahannya.
Lama sekali kami berada pada posisi itu. Aku meminta Naya untuk bangkit dan berganti posisi. Naya menyandarkan sikunya di bak mandi. Kini kami bersetubuh dengan posisi doggy-style. Posisi ini adalah salah satu posisi yang paling mudah bagiku untuk melakukan penetrasi. Aku bisa menancapkan penisku sangat dalam agar lawan mainku tenggelam dalam kenikmatan.
“Tommm.. Ohhhh… Ohhh… Hmmmmppphhh.. Ahhh…” begitulah ia mendesah.
Penisku sudah mulai berdenyut tanda bahwa orgasmeku tidak jauh lagi. Kupercepat gerakanku untuk menggapai kenikmatan. Naya menyadarinya, bahwa sebentar lagi aku orgasme. Digenggamnya pergelangan tanganku dan ditariknya menuju dadanya. Seakan tidak rela aku menggapai orgasme sebelum dirinya.
Kuremas payudaranya, kupilin putingnya, dan kujilat tengkuk Naya. Naya melenguh karena kenikmatan itu. Irama gerakanku yang cepat masih kupertahankan. Tubuh Naya menegang. Vaginanya kini mencengkeram penisku semakin kuat. Aku tak kuasa menahan rangsangan itu.
“Ahhhh… Kakkk… aku udah mau keluar… Ahhh…” Kataku.
“sama tom.. kakak juga mau keluar… Aaahhhhh… Aaahhhhhhh…”
(sfk: Crot… Croooot… Crrrroooottt…) spermaku menyembur di rahimnya, bertepatan dengan erangan Naya yang tertahan.
“kakak udah sampai belum?” tanyaku terengah-engah.
Naya mengangguk.
“ayo kak, kita udahan mandinya… nanti kalo telat aku ngak boleh ujian…” kataku.
Kami bergegas menyelesaikan mandi dan menyiapkan diri menghadapi hari ini. Tampaknya persetubuhan kami pagi ini cukup membantuku menghadapi ujian. Pikiranku sekarang ini sangat senang, tenang, dan bahagia.
Aku dan Naya berpaitan pada mama. setelah mengantar Naya ke kampusnya aku bergegas menuju sekolahku.
Aku sampai diruang kelas sepuluh menit sebelum ujian dimulai. Kulihat teman-teman sekelasku semuanya sedang giat membolak-balik buku pelajaran. Mungkin sedang mengingat kembali apa yang dipelajari mereka kemarin.
Bel berdering. Semua orang kini mengambil posisi sesuai dengan nomor tes masing-masing. Aku duduk di barisan kedua dari belakang. Saf kedua dari kanan. Guru pengawas yang didatangkan dari sekolah lain mulai membagikan soal tes hari ini.
Jantungku berdegub kencang. Berharap apa yang telah kupelajari selama satu minggu terakhir bersama kakak bisa membantuku melewati ujian ini.
Guru pengawas kini berdiri di depan kelas. Membacakan peraturan dan tata tertib ujian. Rasa sesak memenuhi dadaku. Takut, khawatir, tidak percaya diri. Sampai saat dimana pengawas akhirnya memperbolehkan kami membuka lembar soal.
Kubaca soal-soal itu satu persatu. Mencari soal yang termudah terlebih dahulu untuk menghemat waktu, begitu kata kakak. Perlahan-lahan, nomor demi nomor kuterlusuri.
Perlahan aku mulai bisa tenang dan tersenyum. Terima kasih tuhan, apa yang kupelajari selama ini benar-benar tercantum dalam soal-soal itu. Aku mulai percaya diri dan mengisi jawaban di lembar yang telah disediakan.
Satu setengah jam berlalu. Lembar jawaban sudah kuisi penuh. Aku memanfaatkan waktu yang tersisa untuk mengecek kembali jawabanku.
Lega rasanya, delapan puluh persen jawabanku sangat kuyakini sebagai jawaban yang benar. Aku mulai tenang.
Hari demi hari kulalui menghadapi ujian tersebut. Hingga hari ini. Hari ujian terakhir.
Kulihat raut wajah teman-teman sekelasku. Ada yang tenang, panik, sedih, bahagia, perasaan mereka tercermin jelas.
Bunyi bel membangunkanku dari lamunan. Kertas lembar jawaban terakhir sudah diambil oleh guru pengawas hari itu. Sekarang hanya tuhan yang bisa menentukan nasibku. Yang penting aku sudah berusaha maksimal, begitu pikirku.
Aku dan teman-temanku bersorak. Merayakan berakhirnya ujian kelulusan ini. Walaupun tidak dapat dipungkiri ada beberapa yang masih terlihat muram. Mungkin dia tidak percaya diri dengan apa yang telah dikerjakannya.
Aku duduk bersandar dibawah pohon beringin tua di halaman sekolahku. Menikmati saat-saat terakhirku berada di sekolah ini. Teringat jelas semua kenanganku selama aku bersekolah disini. Menjadi anak baru, memiliki teman dan sahabat, kecewa dan jatuh cinta. Kutersenyum dalam lamunanku mengingat itu semua.
“brayy… gimana ujian lo?” tanya Andi. Andi merangkul bahuku.
“alhamdulilah… Aman bray… lumayan pede lah gw… walaupun gak seratus persen…” kataku.
“baguslah… Gw juga lumayan pede sih… walaupun beberapa kali hampir ketauan nyontek… hahahah” Andi tertawa dengan tawanya yang khas.
Kami berbincang sejenak mengenai masa depan. Andi berencana melanjutkan kuliah, impiannya adalah untuk dapat diterima di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Andi memang cukup cerdas jika kunilai. Walaupun kadang sifatnya yang ‘begajulan’ tidak dapat disembunyikan. Sedangkan aku belum memutuskan apa-apa.
Kami terdiam beberapa saat, mungkin melamunkan harapan-harapan kami. Tiba-tiba Andi berbicara.
“bray…” Andi memulai pembicaraan.
“oit…”
“menurutlu Indah orangnya gimana?” tanya Andi. Indah adalah teman sekelas kami sejak kelas satu. Dia adalah perempuan yang cantik. Rambut panjang sebahu berwarna cokelat, tubuh tinggi semampai, tipikalnya baik dan ramah, prestasinya juga tak kalah cemerlang. Dan lagi Indah adalah salah satu sahabat karibku juga.
“emang kenapa bray…?” Aku bertanya balik.
“jiahhh… dia malah nanya balik… Jawab dulu menurutlu Indah orangnya gimana?”
“hmmmm… gimana ya… dia itu orangnya baik, gak sombong, pinter, supel… tipe cewe idaman cowo-cowo lah pokoknya… emank kenapa lu tanya tentang dia bray… lu suka sama dia ya… Hayoooooo…” aku tertawa.
“hus ngaco… mana berani gw suka sama dia…” kata Andi.
“kok ga berani?”
“ya pasti di tolak lah hahahahah…” Lagi-lagi Andi tertawa dengan tawanya yang khas.
“yakin amat lo bakal di tolak…” Kataku.
“scara gitu… dia tuh dari kelas satu sukanya sama lo… Lo-nya aja yang ga sensitif” kata Andi.
“ohhh…” kataku. Aku memang tidak tau pasti apakah yang dikatakan Andi itu benar, atau hanya mengada-ada. Andi memang jarang membohongiku selama kami berteman.
“kok Cuma Oh… Lu sendiri gimana sama dia… ada rasa ga?” tanya Andi.
“sekali pun gw ada rasa… Lu kan tau prinsip gw.. gak akan pacaran selama gw masi minta uang sama ortu gw…” kataku
“yeeee… Tapi tetep aja lu ga jawab pertanyaan gw… lu ada rasa gak sama Indah…?”
“iye-iye… Ada rasa… lu mah ada-ada aja yang ditanya…”
“ada rasa kok ga di omongin Tom… Saling suka kan ga mesti pacaran…” kata suara di belakangku, yang aku yakin itu adalah suara Indah.
Aku berbalik kaget mendengar suara itu. Mukaku merah padam melihat Indah yang tersenyum. Entah sejak kapan dia ada dibelakangku. Andi sialan, rupanya dia menjebakku.
“hus… ngagetin aja lu Ndah…” Kataku sambil mengelus dada. Indah hanya tertawa.
“oke… Sampe disini tugas gw berakhir… selamat bersenang-senang pangeran dan tuan puteri… hahahahah” Andi berlari menjauhi kami.
“dasar monyong…” umpatku.
“maaf ya Tom… Gue yang minta tolong sama Andi untuk nanya itu semua… Soalnya ga ada waktu lagi. Sebentar lagi kita udah lulus…” kata Indah.
“hadehhh… tengsin abis gw dah… iya-iya gpp…” kataku.
“Tom… kalo udah lulus lo mau ngapain?” tanya Indah.
“blom tau… Antara kuliah atau langsung kerja… tapi kalo kuliah gw takut nyusahin mama dan kakak gw…” kataku.
“kalo gitu kerja aja Tom… Kalo udah punya penghasilan sendiri kan kita bisa pacaran…” Kata Indah.
“hus… Ada-ada aja lu Ndah…” kataku
“ihhh… kenapa kan katanya gak mau pacaran kalo masih minta uang saa ortu… kalo udah kerja kan gpp” kata Indah sambil tertawa.
Kami berbincang beberapa lama sampai sekolah sudah mulai sepi. Jam ditanganku menunjukkan pukul dua siang.
“Tom… anterin gue ambil tas dong…” kata Indah.
“emang lu taro dimana?”
“di kelas…”
“yeeee… Nanti kalo ilang gimana…”
“ngak lah… siapa juga yang mau nyolong buku-buku bekas…” katanya.
Kuturuti permintaanya. Kami berjalan naik ke kelas kami di lantai tiga. Benar saja, tasnya ada di meja di pojok kelas tempat Indah biasa duduk.
“nah… tu dia tas lu… Pulang yuk… udah sepi nih…”
“duduk sini sebentar sih… gue mau ngomong…” kata Indah pelan.
“emang ada apa Ndah… kayanya penting banget… ada masalah ya… kalo ada masalah cerita aja, kalo bisa gw bantu pasti gw bantu kok…” Kataku
Kami duduk di bayang-bayang tembok sekolah. Duduk dibangku kelas yang terbuat dari kayu. Kami berdua duduk bersebelahan, memandang keluar jendela menikmati langit siang itu.
“Tom… sebenernya gue udah suka sama lu sejak kelas dua…” kata Indah.
“maaf ya Ndah… gw sebagai teman dekatlu sampe ga tau hal itu… Habis memang gw ga ada niat pacaran juga…” Kataku.
“gue kurang menarik ya buatlu?” tanya Indah.
“hahaha… Ngak gitu ndah… Emanknya lu pikir gw homo yang udah ga suka sama perempuan?” kataku.
“terus…?”
“ya pasti menarik lah… lu baik, ramah, cantik, pinter, berprestasi lagi… mna ada cowo yang ga tertarik sama lu…” kataku.
“buktinya lu ga pernah ngomong suka tuh ke gue…” Kata Indah.
“karena di dunia ini ada dua orang perempuan yang paling gw sayang…” kataku.
“jadi lu udah punya pacar..?” tanya Indah.
Aku menggeleng.
“dua orang itu adalah mama dan kakak gw…” Kataku.”gw g mau nyusahin mereka hanya untuk pacaran yang belm tentu ujung-ujungnya sampai nikah. Lagipula gw pikir kecil banget kemungkinan seseorang yang pacaran sejak sekolh bisa langgeng sampai nikah. Seumuran kita kan masih labil.”
“jadi alasannya lu ga mau pacaran Cuma itu… jadi dua tahun ini gue mendam perasaan ke lo Cuma karena itu?” kata Indah
Aku mengangguk pelan. Sadar bahwa ucapanku barusan membuatnya kecewa padaku. Tapi apa boleh buat. Kurasa itu yang terbaik untuk kami.
“Tom…” kata Indah.
“hmm… apa ndah?” tanyaku.
“boleh ga gue minta sesuatu… kali ini… aja…” pinta Indah.
“selama gw bisa… Pasti gw kasih…”
Indah mendekatkan wajahnya padaku. Kurasakan keharumah di tiap hembusan nafasnya. Mungkin dia baru makan permen, pikirku ^^.
Aku memundurkan posisi tubuhku, khawatir bila tanpa sengaja aku mencium bibirnya. Bahaya, pikirku.
“perawanin gue Tom…” kata Indah.
Aku terentak kaget dan jatuh kebelakang karena posisi kursiku yang memang sudah miring.
“gile lu Ndah… Sadar-sadar… istigfar…” kataku.
Indah tak mendengarkan apa yang aku katakan. Indah segera duduk di pahaku dalam posisiku terbaring di lantai. Dibukanya kancing seragamnya satu persatu sampai kancing terakhir.
Aku terdiam, bingung apa yang harus kuperbuat untuk mencegahnya. Indah menyibakkan seragam tanpa melepasnya. Kini terpampang dua payudaranya yang masih terbalut bra.
“Tom… Kali ini aja… Penuhin permintaan gue… gue ga rela lu hilang dari hidup gue, tanpa gue meninggalkan sesuatu sama lo…” kata Indah. Diraihnya tanganku dan diletakkan di kedua payudaranya.
“Tom… Kok diem aja.
Aku masih terpaku dalam lamunanku. Penisku mulai memberontak. Kurasakan ukuran celanaku semakin menyempit. Di pangkuanku telah duduk seorang perempuan cantik yang rela memberikan kehormatannya padaku.
Aku diam sejenak. Akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri semua ini.
Aku memindahkan tanganku yang berada di payudara Indah menuju kancing bajunya. Perlahan kukaitkan kembali kancing bajunya satu persatu. Indah menitikkan air mata.
“kenapa Tom… Kenapa… kenapa lu ga mau nurutin permintaan gue… Sekali ini aja Tom…” kata Indah sambil terisak.
Aku bangkit dan duduk di sampingnya. Kupeluk tubuh Indah dengan erat. Indah memelukku, isakan tangisnya kini semakin keras. Kuusap rambut Indah yang tergerai di bahunya.
“Ndah… Jangan…” aku berbisik ditelinganya.
“kehormatanlu gak pantas lu berikan ke cowo seperti gw…” kataku.
“apa yang udah kita jalanin selama tiga tahun sekolah bareng-bareng udah merupakan kenangan manis di hidup gue.” Kataku.
“lagipula…”
“lagipula apa Tom…” Tanya Indah yang masih terisak.
“keperawananlu harusnya lu berikan kepada suamilu nanti… bukan kepada cowo yang udah ga perjaka seperti gw…” Kataku. Ngocoks.com
Indah terkaget mendengar apa yang kukatakan. Dia melepaskan pelukannya padaku.
“maksud lo apa Tom… lo udah pernah ML sama perempuan lain?” tanya Indah.
Aku terdiam sesaat. Kuceritakan tentang apa yang sudah terjadi dalam hidupku. Mengapa aku melakukan hal itu. Konsekwensi apa saja yang sudah ku ambil, semuanya. Kuceritakan pada Indah tanpa ada yang ditutup-tutupi. Air mata Indah kembali mengalir membasahi kedua pipinya yang halus. Aku tidak berani menyekanya.
Indah menyeka air matanya sendiri.
“oke… terus kenapa lu ga mau ngambil keperawanan gue?” tanya Indah.
“karena gw sayang sama lu Ndah… gw ga tega ngerusak hiduplu, kesucianlu, hanya karena nafsu sesaat. Mungkin sering lu denger, kucing ga akan pernah nolak kalau diberi ikan. Tapi itu ga berlaku di gw. Gw sangat sayang sama lu, mungkin udah gw anggap seperti saudara. Untuk hari ini gw mohon maaf. Gw tau lu pasti jijik ngeliat gw.
Tiba-tiba saja Indah menciumku. Dipeluknya tubuhku erat. Aku tidak kuasa menolaknya kali ini. Kupeluk erat tubuh Indah. Mungkin beberapa hari lagi kami tidak akan pernah bertemu lagi. Entah, hanya tuhan yang tau.
“lu cowo baik Tom… gak nyesel gw menghabiskan waktu dua tahun untuk mencitai lu… first kiss gue sekarang gue titip sama lu. Gue harap lu ngak menganggap gue cewe murahan…” kata Indah.
“ga akan Ndah…” kataku.
Kami tersenyum bersama dan membereskan pakaian kami yang berantakan.
Kami berjalan berdua menyusuri tangga untuk bergegas pulang. Aku mengantarkan Indah terlebih dahulu kerumahnya. Sepanjang perjalanan, Indah tak mengucapkan sepatah kata pun. Apakah dia marah padaku. Wajar kalau dia marah, pikirku.
Kuantarkan Indah sampai gerbang rumahnya.
“hati-hati ya Tom…” Indah melambaikan tangannya padaku. Aku hanya mengangguk dan menarik gas motorku dalam-dalam. Dalam lamunanku aku berjalan pulang.
Sesampainya dirumah Naya sudah menungguku. Dia menyambutku di pintu, kututup pintu rumah dan kupeluk Naya dengan erat. Rindu sekali perasaanku saat ini. Peristiwa di kelas membuat perasaanku kacau balau.
“ada apa Tom…? Ujiannya gak lancar ya?” tanya Naya.
“lancar kok… Makasih ya kak udah bantu aku belajar…” kataku.
“terus ada apa?” tanya Naya.
Aku menceritakan pada kakak tentang apa yang terjadi di sekolah. Naya hanya tersenyum dan sesekali tertawa.
“ihhhh… Kok aku di ketawain sih kak…” Kataku
“hahahah… gapapa lanjut-lanjut… lagi seru nih kakak dengerin ceritanya…” kata Naya.
“kakak ga marah?” tanyaku.
“ya ngak lah… Adikku ini sudah melakukan hal yang benar…” Kata Naya.
Syukurlah, tadinya kupikir hubungan kami akan bermasalah karena hal itu. Ternyata kakakku ini memang sangat pengertian. Rasa sayang dan cintaku padanya kini jauh melebihi sebelumnya.
“trus kapan pengumuman kelulusannya..?” tanya Naya.
“senin depan kak… nanti list nama siswa yang lulus ditepel di mading…” kataku.
“kakak doain semoga nilai kamu bagus ya… kakak bangga deh punya pacar kaya kamu…”
Kamipun kembali berpelukan. Naya mendekap erat wajahku di dadanya. Kusingkap kimononya dan mulai kujilat payudaranya. Naya mendesah ketika aku mengeksplorasi payudara dan lehernya. Kujilat gundukan payudaranya, namun kubiarkan putingnya, agar naya penasaran pikirku ^^. Ku jilat lehernya sampai telinganya.
“Sssshhh.. Tom… Di isep juga dong…” Pinta Naya.
“pengen banget ya kak…” Godaku.
“Ihh… Dasar kamu…” Naya mencubit pipiku.
Kulucuti kimono yang menempel di tubuh Naya hingga kini tak sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang menawan. Kulepaskan juga seragam sekolahku yang sudah penuh dengan keringat.
Belakangan ini aku cukup sering menonton video porno yang kuunduh dari internet bersama Naya. Banyak juga adegan foreplay yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. Hari ini aku akan mencobanya, pikirku.
Naya yang kini terbaring di sofa, tampak sudah siap menerima jurus baruku. Diacungkan jari telunjuknya dan digerakkan maju mundur. Seakan menantangku untuk segera melancarkan aksiku.
Tanpa menunggu lama langsung kuserang payudaranya. Kujilat seluruh payuaranya, lagi-lagi kusisakan putingnya untuk saat terakhir. Perlahan jilatanku mulai menjalar. Ketiak Naya tak luput dari jilatanku. Perlahan kujilat seluruh lengan Naya sampai ke jarinya. Kumasukkan jari Naya kedalam mulutku dan kuhisap pelan.
“hihihi… Geli Tom… Ayo dong cepat masukin… kakak udah gak tahan…” kata Naya.
Naya mendesah dan sesekali tertawa kecil. Tampaknya foreplay yang kupelajari benar-benar membawa kenikmatan tersendiri bagi Naya.
Tak sampai disitu, kini leher Naya menjadi objek eksplorasiku. Kujilat lehernya hingga ke belakang telinganya.
“Tom… Ahh… Ahhh… udah Tom… kakak ngak kuat… masukin aja Tom” kata Naya.
Haha… ini belum apa-apa, pikirku. Kuhisap kuat leher naya seperti vampir yang menghisap darah korbannya. Naya mengeliang kuat, kulit lehernya merona merah akibat cupangan dariku.
“Ahhh… Tom… enak banget Tom… “ceracaunya.
Penisku menegang dengan keras. Aku sendiripun sudah tidak sabar untuk menghujamkan penisku kedalam vaginanya. Namun kutahan hasrat itu.
Rangsanganku kini beralih ke perutnya. Kujilat pusar Naya, otot perutnya menegang menahan sensasi geli yang kuberikan. Perlahan-lahan aku turun ke pahanya. Kujilat paha Naya dan daerah sekeliling vaginanya. Seperti tadi, kubiarkan lubang vagina dan klitorisnya tak menerima rangsangan.
“Tom… ayo dong… kapan nih dimasukinnya… kakak udah ga tahan… Ahhh…” kata Naya.
Aku tersenyum saja mendengarkan ceracau dan desahannya.
Bersambung…