Setelah cukup lama aku merangsang pahanya, kini kujilat klitorisnya. Hanya satu kali kujilat klitorisnya, Naya langsung menegang. Diraihnya kepalaku seakan tidak ingin aku berpindah dari titik itu.
Tapi memang begitu rencanaku. Setelah aku menjilat klitorisnya satu kali, aku berpindah menjilat liang vaginanya yang sudah basah oleh cairan kenikmatan.
“Tom… Masa Cuma satu kali sih… Lagi dong…” pinta Naya.
Aku cuek saja mendengar permintaanya. Tetap kujilat lubang vaginanya dan sesekali kumasukkan lidahku.
“Ohhh… Ahhhh… Ahh… terus Tom…” pinta Naya. Kini kedua tangan Naya sedang meremas payudaranya sendiri. memilin-milin putingnya yang sedari tadi tak kusentuh.
Kujilat panjang tubuh Naya dengan lidahku. Mulai dari liang vagina, melewati klitorisnya, pusarnya, belahan dadanya, lehernya, dagunya, sampai ke bibirnya.
“udah pengen banget ya kak?” tanyaku sambil tersenyum.
“iya nih… Ayo masukin aja Tom… beneran deh… Udah ga tahan nih… memek kakak udah gatel pengen dimasukin…” Kata Naya.
Naya melumat bibirku. Lidah kami beradu saling bertautan.
Kuarahkan penisku ke liang vaginanya dan kumasukkan perlahan. Senti demi senti kumasukkan penisku. Pelan sekali, nafas Naya mulai memburu. Setelah seluruh penisku sudah tenggelam di liang vaginanya, kutarik kembali. Lagi-lagi dengan perlahan.
“Ahhhh… Tom… Jangan siksa kakak Tom… ayo gerakin yang cepat…” kata Naya.
Aku hanya tersenyum. Perlahan-lahan, lebih tepatnya sangat perlahan mulai kunaikkan tempo gerakanku.
“Ahhh… Ahhh… Terus Tom… Ahhhh… Lagi… Lebih cepat…” Naya mendesah.
Kuhujamkan penisku ke dalam vaginanya. Kali ini dengan sangat cepat.
“ahhhh… Ahhhh… Ohhh… Terus tom… Ahhh…”
Vagina naya mulai berdenyut. Penisku yang merasakan itu pun ikut berdenyut.
Gawat, masa sih aku sudah mau orgasme, pikirku. Padahal baru lima menit kami berhubungan sex tetapi kenikmatannya sungguh menghipnotis diriku.
“Ohh… Tom… Ahhh… Ahh… kakak… Mau keluar… Ahhh…!!!” Pekik Naya.
Denyutan vaginanya kurasakan mulai menguat. Aku pun tak kuasa menahan spermaku yang sudah berada di ujung penisku, siap menghambur keluar.
“Ahhhhhhh… Ahhhhhhhh…” Naya mendesah panjang merasakan denyutan pada panisku.
“Ahhhhhhh… kakak… kel… luar… Ahhh…” cairan kenikmatan menyembur dari vaginanya membasahi penisku.
Lubang vagina yang semakin licin memudahkanku menaikkan kecepatan hujamanku.
“Ahhhh… Ahhh… kak… aku juga… keluar… Ahhh…”
(sfx: Crooottttt… Crottttt… Crooott..)
Spermaku tumpah kedalam vaginanya. Banyak sekali kurasakan. Tak seperti biasanya.
Aku terkulai lemas dalam pelukan Naya.
“kok tumben sebentar Tom…” tanya Naya.
“habis kakak cepet banget nyampenya… aku kan juga jadi ikutan tuh…”
“hihihi… habis enak banget sih… Memek kakak udah penasaran, jadi gitu tuh… kebanyakan dirangsang mainnya jadi sebentar.” Kata Naya.
“enakan mana kak… Yang sekarang atau yang kemaren-kemaren?” tanyaku.
“enakan yang sekarang…” kata Naya.
“tapi kan Cuma sebentar…” kataku.
“beneran… enakan yang sekarang… besok-besok kita foreplaynya kaya gini lagi ya…” kata Naya.
“beres…” Kataku.
Aku masih terkulai dalam dekapan Naya. Penisku yang masih sedikit menegang kubiarkan tetap menancap divaginanya.
Sore pun menjelang. Langit kini berwarna kemerahan. Kudengar deru mesin mobil mama yang sudah sampai di depan gerbang. Segera kukenakan pakaian dan kubukakan pintu gerbang agar mobil mama bisa masuk.
Kugandeng mama masuk kedalam rumah menghampiri Naya yang masih telanjang di sofa.
“ehh… Ada yang baru bersenang-senang ya…” kata mama.
Naya merangkul mama dan mencium bibirnya.
“Tomi sekarang hebat banget mah… Naya Cuma tahan lima menit loh tadi…” kata Naya.
“masa sih…”
Aku memeluk mama dari belakang dan mulai melucuti pakaian mama.
“yuk mah kita main bertiga…” Kataku.
Aku mengulangi permainanku dengan Naya, namun kini dengan mama sebagai lawan mainku. Kuperlakukan mama seperti tadi aku memperlakukan Naya. Naya merangsang tubuh bagian atas, dan aku merangsang tubuh bagian bawah.
“Tom… Masukin tom… Ayoo… mama udah gak tahan lagi Tom…”
Ketika mama sudah memohon-mohon untuk segera dimasukkan oleh penisku, baru aku melancarkan aksiku.
Kuhujamkan penisku ke vagina mama dengan irama yang cepat.
“Ahhh… Ahhh… Tom… Terus… nikmat banget Tom… Ahh…” Ceracaunya.
Seperti Naya, tak sampai lima menit vagina mama mulai berdenyut.
“Ahhhhhhh… Ahhhhhhhh… tom… mama sudah mau… keluar…” katanya
Kupercepat gerakanku. Kurasakan spermaku juga sudah berontak ingin membasahi vagina mama.
“Ahhhh… Tom… Ohhhh…“mama mendesah panjang.
“Ahhhhhh… mahh… Ahhhh…” Aku pun mencapai orgasme bersamaan dengan mama.
(sfx: Crooooottt… Croootttt… Crrrooooott…)
Spermaku tumpah di rahim mama. kenikmatan sex hari ini sungguh tiada tara. Mama masih terengah-engah mengatur nafasnya.
“haduh… Capek mah.. jangan minta nambah dulu ya…” Kataku.
Aku merebahkan diriku disofa, mengatur nafas dan mengumpulkan tenagaku. Mama tersenyum mendengar ucapanku.
“anak mama makin lama makin hebat deh…” kata mama.
“keseringan nonton bokep sama aku kayanya mah…” Kata Naya.
Aku hanya tersenyum saja. Kupejamkan mata menikmati posisi dudukku yang kurasa sangat nyaman.
Mama dan Naya kini bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Mereka mengajakku, tapi aku masih terlalu lelah untuk berdiri dan kuputuskan untuk berdiam diri di sofa sementara waktu.
Banyak hal baru yang terjadi dalam hidupku belakangan ini. Setelah apa yang terjadi antara aku dengan Indah, aku kini bisa lebih memahami arti kesucian wanita. Aku merasa beruntung mendapatkan kehormatan untuk memperoleh keperawanan Naya kakakku sendiri. Namun dibenakku masih tersisa tanda tanya besar.
Beberapa hari berlalu. Hari ini adalah hari senin, hari dimana kelulusan para siswa akan diumumkan.
Pukul setengah delapan pagi aku tiba di sekolahku. Kuparkirkan motorku di baris kedua lahan parkir sekolah.
Dari kejauhan kupandangi Indah berlari ke arahku. Payudaranya melompat-lompat seiring dengan langkah kakinya. Terbesit ingatanku tentang apa yang terjadi di kelas beberapa hari yang lalu, ketika aku memegang kedua payudara itu. Arrghhh… Kenapa aku berpikiran kotor, pikirku. Kutepis jauh-jauh bayangan nakal itu.
“Tom… Kamu lulus tom…” kata Indah berteriak.
“ahh… Yang benar… hore…” kataku.
Indah berlari dan memelukku. Teman-teman sekolahku memandangi kami, seakan ingin meledekku. Perduli setan, pikirku. Indah menarik tanganku menuju mading yang dikerumuni banyak siswa.
Kutelusuri baris demi baris, angka demi angka, nama demi nama. Kupicingkan mataku untuk melihatnya dengan sesama. Dan akhirnya kutemukan namaku terpampang di mading.
Dalam hati aku bersyukur kepada tuhan.
Terimakasih tuhan, engkau telah memberikanku anugrah berupa kelulusan.
“selamat ya Tom… kamu lulus…” Kata Indah.
“iya… Kamu juga lulus tuh… Selamat ya…” aku menjabat tangan Indah.
(sfx: “Ciiiiiiyeeee…)
Teman-temanku menyoraki kami. Indah hanya tersenyum mendengarnya.
Aku sampai tak bisa berkata apa-apa saat itu.
Seusai melihat pengumuman, aku memisahkan diri dari teman-temanku. Indah kini telah bergabung dengan teman-temannya sesama perempuan. Aku berjalan sendiri menuju ruang BP. Aku ingin menemui Bu Reni. Mengucapkan terimakasih atas bimbingannya padaku selama ini.
Kuketuk pintu ruangan itu namun tidak ada jawaban. Tampaknya dia sedang tidak ada di ruangannya. Apakah dia tidak masuk sekolah hari ini, tanyaku dalam hati. Tiba-tiba seseorang menghampiriku.
“nyari bu Reni ya?” dia adalah penjaga perpustakaan. Bu Santi namanya, berumur 45 tahun. Ia sangat akrab denganku, mungkin karena aku sering mengunjunginya di perpustakaan.
“iya bu.. ibu liat?” tanyaku
“ada di perpus, lagi baca novel” katanya.
“sendirian?”
“iya… guru lain kan sudah pada pulang… ibu sendiri juga sudah mau pulang nih…” katanya.
“lho.. terus nanti perpus siapa yang kunci?” tanyaku.
“katanya nanti bu Reni yang kunci… Ibu titip ke dia, karena ibu ada urusan…”
“ohh… yasudah bu makasih, saya ke perpus dulu…”
“ya sudah, kamu temani ya… Kasihan bu Reni sendirian..” katanya.
Aku berjalan menuju perpustakaan, ruangan itu berada di sudut lahan sekolahku. Jarang sekali ada murid yang datang kesana, kecuali mendapatkan tugas mencari materi.
Pintu ruangan perpustakaan terbuka. Kulihat lampu menyala dari dalam.
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam dan kulihat Bu Reni sedang duduk di meja panjang membaca novel.
“sibuk ya bu…?” tanyaku.
“ehh… kamu tau darimana ibu di sini?, ayo sini temenin ibu” kata Bu Reni.
Aku berjalan ke arahnya. Saat itu masih ada Mang Ujang petugas kebersihan yang sedang mengepel lantai.
“ada apa?” tanya Bu Reni.
“saya mau ucapin terimakasih sama ibu, selama ini udah ngasih bimbingan ke saya…” kataku.
“itu kan sudah kewajiban ibu…” katanya.
Kami berbicara lumayan lama sampai Mang Ujang selesai membersihkan lantai. Ia keluar dari ruangan itu.
“mamang duluan ya… mau ngepel laboratorium dulu…”
“iya mang… nanti perpus biar saya yang kunci…” kata Bu Reni sambil menunjukkan kunci perpus yang dipegangnya.
Satu menit berselang, bu Reni menyerahkan kunci perpus padaku.
“kok dikasih saya bu?” tanyaku.
“kamu kunci sana…” Perintahnya.
“ihh kok pake di konci sih… saya ga akan kabur kok…” Kataku.
“biar ga ada yang ganggu…”
Waduh… Pikirku. Apa yang mau dilakukanya terhadapku.
Aku segera mengunci pintu perpus.
“ada yang mau di omongin ya bu?”
“ibu mau minta tolong… Ayo sini…” bu Reni menarik tanganku menuju rak buku di pojok ruangan.
“minta tolong apa nih…” tanyaku.
Bu Reni tidak menjawab dan segera melepaskan kancing bajunya satu persatu.
“wuuuaduuhhh… ibu mau ngapain?” kataku.
“tolongin ibu dong… ibu udah seminggu lebih gak ML sama adik ibu… stress ujian katanya..”
“eeee… ahh ibu becanda aja nih…”
Bu Reni menanggalkan bajunya serta roknya. Dia membuka kait bra dan menurunkan celana dalamnya. Bu Reni kini telah dalam keadaan bugil sempurna. Saat itulah aku tau bahwa dia memang tidak sedang bercanda.
Bu Reni mendekatiku dan meremas penisku yang sudah menegang dari balik celanaku.
“Ihhh… hehe… ibu serius bu?” tanyaku.
Bu Reni tidak menjawab. Dia membuka celana dan bajuku. Pakaianku dilucutinya hingga aku benar-benar bugil.
Bu Reni bersimpun di depanku dan mulai mengulum batang penisku yang mengeras.
“Ahhh… aduh bu… geli bu…”
“hihihi… sudah ga bisa menolak kan sekarang?” katanya.
“aduh bu… saya ga kuat nih…” kataku.
Kudorong bu Reni yang sedang mengulum penisku. Kini bu reni merebah dan terlentang.
Kulumat bibir bu Reni dan kuremas payudaranya.
“Mmmmmm… Ahh… mm…” begitu gumamnya dalam kulumanku.
Kumainkan putingnya dengan jari tanganku. Bu Reni menggeliat. Diraihnya batang penisku dan mulai di kocoknya. Ohh… lembut sekali tangannya. Baru kali ini penisku disentuh oleh orang lain selain mama dan Naya. Sensasinya sungguh berbeda karena baru kali ini aku akan berhubungan sex dengan bu Reni.
Lumatanku di bibirnya kini mulai menjalar ke bawah. Bu Reni melepaskan kocokannya dari penisku karena tidak dapat lagi di raihnya. Bu Reni menjambak rambutku ketika aku bermain dengan putingnya. Kujilat, kukulum, dan kugigit sembari meremas payudaranya dengan tanganku.
“Ahhhh… Ssshhh… Enak banget… terus…” ceracaunya.
“ibu sexy banget…” kataku merayunya.
Ukuran payudara bu Reni terbilang besar, tubuhnya ramping namun tak setinggi tubuh Naya.
Kuraba vaginanya yang berbulu lebat dan kumainkan klitorisnya dengan jariku.
Crekkk… Crekkkkk… handle pintu berbunyi. Tampak ada yang mencoba membukanya dari luar.
Jantungku berdegub kencang. Bu Reni mendekap mulutku agar aku tidak bersuara.
Terdengar langkah kaki seseorang menjauh dari pintu. Tampaknya tadi Mang Ujang yang mengecek apakah perpus sudah di kunci atau belum.
“hufff… hampir aja…” kataku.
Bu Reni tersenyum.
“ayo Tom… lanjutin dong… Lagi enak nih…” kata bu Reni.
“coba kalo ketahuan… Bisa bisa kelulusanku di batalin bu…” kataku. Bu Reni tertawa.
Aku kembali mengeksplorasi payudaranya. Kujilat kedua belah payudara itu, tak satu titikpun terlewat.
“Ngggg… Sssshhh… enak tom…” ceracaunya.
Rangsanganku kini turun ke perutnya, kujilat-jilat pusarnya. Bu Reni menegang.
“Ahhh… Ssssshhh… turun lagi tom…” pintanya.
Perlahan aku turun keselangkangannya. Kujilat kedua pahanya di bagian dalam. Bu Reni mengcengkeram kepalaku seolah tak ingin aku menyudahi permainan itu. Perlahan rangsanganku mendekati vaginanya.
“Ahhhhh… cepet Tom… udah gak tahan nih…” Kata bu Reni.
Ku jilat lubang vaginanya. Bu Reni kembali menggeliat liar. Kumasukkan lidahku dan kumainkan dalam vaginanya.
“Ohhh… Ahhhhh… Ahhh… Sssshhh… terus Tom…”
Kumasukkan jari tengah dan jari manisku ke dalam vaginanya dan kujilat klitorisnya.
“Ohhhh…” bu Reni melenguh panjang.
Kukocokkan jariku dengan tempo yang cepat. Bu Reni semakin menggila. Gerakannya semakin liar. Ia mendorong pingggulnya maju mundur. Seakan ingin aku memasukkan jariku lebih dalam.
Aku sudah tidak bisa menahan hasratku. Penisku yang menegang mulai terasa sakit menyaksikan tubuh wanita cantik ini menggeliat liar di hadapannya.
“ayo tom… Masukin sekarang…” katanya.
Tanpa berlama-lama langsung kutancapkan seluruh penisku ke dalam vaginanya. Penisku tenggelam sepenuhnya kedalam lubang kenikmatan itu. Kugerakkan dengan tempo yang cepat.
“Ahhh… Ahhh… Punya… kamu… gede… bang… nget… tom… Ahh… Ahhh… enak…” Ceracaunya.
Aku semakin bersemangat melanjutkan aksiku. Tubuh sexy bu Reni begitu menantang. Membuat birahiku memuncak. Ngocoks.com
Vagina bu Reni berdenyut. Padahal baru dua menit kami bermain. Tampaknya bu Reni yang terlihat liar dan haus sex ternyata gampang terpuaskan. Aku menghujamkan penisku dengan dalam dan cepat.
“Ahhhhh… Ahhhh… Tom… Ahhh…” Bu reni melenguh panjang.
Ia telah menggapai orgasmenya. Sial, padahal aku belum apa-apa.
Bu Reni terkulai lemas, menikmati sisa-sisa orgasmenya. Penisku belum aku cabut dari vaginanya dan kurasakan cengkeraman vaginanya pada penisku mulai mengendur.
“yah… Masa udahan bu… Belom keluar nih…” kataku.
“hehe… Maaf ya… habis udah beberapa hari gak ML… jadi kebawa nafsu…” Kata bu reni.
“kamu udah pernah main anal sex blom Tom?” tanya bu Reni.
Aku menggelengkan kepala.
Bu Reni mengubah posisi, kini ia berlutut membelakangiku dalam posisi doggy style.
“masukin ke pantat ibu Tom…” Pintanya.
Aku mendorong penisku memasuki duburnya. Sulit sekali, pikirku. Benar-benar sempit. Perlahan-lahan penisku menerobos masuk ke dalam dubur bu Reni.
“Asssssshhh… Sempit banget bu… enak…” kataku.
Langsung saja kugerakkan penisku maju mundur di dalam duburnya. Sensasinya sungguh berbeda dengan vagina. Rasa jijik bercampur dengan nafsu yang membara, melahirkan sensasi yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Bu Reni memainkan klitorisnya dengan tangan menikmati sisa orgasme yang tadi ia rasakan.
Himpitan dubur bu Reni yang sempit meremas batang penisku. Penisku mulai berdenyut.
“Ssssshhhh… Nikmat banget pantat ibu… Sempit… Ahhh…”
Kupercepat kocokanku untuk mengejar kenikmatan. Denyutan di penisku semakin kuat kurasakan.
“Aaaaahhhhh… Ahhhh…”
(sfx: Croooottt… Croootttt…)
Spermaku tumpah di duburnya. Ohh… Nikmat sekali. Kucabut penisku dari duburnya dan spermaku meleleh keluar.
Bu Reni membersihkan sisa spermaku dengan tisu. Kami kembali berpakaian dan bersiap untuk pulang.
“sekali lagi makasi ya bu… Untuk semuanya…” kataku.
“iya Tom… ibu juga ngucapin makasih banyak udah mau nolongin ibu…” katanya.
Bu Reni mengecup bibirku dan kami bergegas pulang.
Beberapa hari berlalu. Tibalah saat pembagian ijazah. Hatiku berdebar, ingin melihat nilai-nilai yang sudah kuperjuangkan selama tiga tahun aku bersekolah. Aku datang ke sekolah bersama mama, ketika namaku dipanggil aku dan mama maju ke depan kelas. Wali kelasku menyerahkan ijazah kepadaku. Senang sekali saat itu.
Nilai-nilaiku cukup bagus. Dengan rata-rata nilai delapan koma dua aku cukup optimis dapat diterima di universitas negeri jika aku melanjutkan kuliah nanti.
Sesampainya di rumah Naya memelukku, mengucapkan selamat atas kelulusanku. Kami bertiga berbincang diruang tengah sambil menonton TV. Dari tasnya mama mengeluarkan tiga tiket pesawat menuju bali. Hadiah kelulusan katanya.
Senang sekali kami sekeluarga akan berlibur selama tiga hari di pulau dewata. Bagiku tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding menghabiskan waktu bersama mama dan Naya.
Tak bisa di pungkiri, hari kelulusanku dari sekolah adalah pengalaman hidup yang tak mungkin kulupakan selamanya…
Bersambung…