Mendengar ucapan tante, aku tidak bisa berkata apa-apa. Cukup lama mereka menunggu jawaban yang tak kunjung kuucapkan.
“Tom… ga perlu dijawab sekarang… kamu pikir-pikir dulu aja…” kata tante Shelly. Kini mereka semua meninggalkanku diruang tengah.
Masih terngiang ditelingaku kala tante Shelly mengucapkan permintaannya padaku. Aku belum berbicara apapun sejak sore tadi.
Tante sangat mengerti keadaanku saat ini, sehingga ia tidak sampai hati jika harus mendesakku. Kini aku duduk termenung di teras rumah. Memandang kosong kearah semak dan rerumputan. Aku sama sekali tidak bisa berfikir saat itu. Pilihan itu sangat sulit untuk kucerna saat ini. Baru kali ini kurasakan benar-benar merasa sendirian, menanggung beban yang entah sampai kapan aku mampu menopangnya
Seekor kucing berwarna abu-abu dengan loreng hitam masuk ke pekarangan melalui sela jeruji pagar berwarna hitam itu. Aku menoleh ke arahnya.
Terbesit dalam pikiranku, kucing itu sendirian. Hidup tanpa tujuan pasti, tanpa teman, tanpa jaminan apakah ia bisa mendapatkan makanan esok hari. Aku mengulurkan tanganku kebawah mendekati lantai keramik berwarna merah itu. Kucing itu menoleh dan berjalan kearahku. Ia mengendus jemari tanganku. Kucing itu lapar, mungkin ia berpikir aku akan memberinya makanan.
Aku berjalan kedapur, mengambil sisa-sisa makanan yang sudah ditinggalkan dan membawanya dengan piring kecil. Aku berjalan menuju teras.
Kucing itu sudah tak ada disana, mungkin ia sudah pergi mencari makan ke tempat lain.
Kuletakkan piring kecil itu dibawah meja teras, mungkin saja kucing itu kembali, pikirku.
Jam tanganku kini menunjukkan pukul 11:30. Sudah malam, pikirku.
Aku bangkit dan berjalan kedalam rumah. Tak lupa kukunci pintu rumah dengan kunci yang menyangkut di bawah handle bagian dalam. Aku berjalan perlahan menuju kamarku, kamarku sendiri. tak terasa sudah beberapa bulan aku tidak tidur disana, semenjak hari pertama berhubungan sex dengan mama dan Naya, aku tidur bersama mereka di kamar mama.
Kulihat debu mulai menebal disudut meja, tempatku biasa menumpukkan buku-buku novel yang kupinjam semasa SMA dulu. Kini tempat itu kosong, tanpa ada sesuatu yang mengisinya.
Aku membuka laci paling atas di meja belajarku. Kulihat disana ada foto kelulusan ketika aku masih mengenakan seragam putih abu-abu. Kupandangi sejenak, mengenang masa-masa itu, dan kuletakkan foto itu di sudut meja yang berdebu.
Ranjang tidurku tertata rapi, bed cover berwarna merah dengan motif garis-garis itu menutupi seluruh permukaan ranjangku. Aku menekan saklar lampu dan bergegas naik ke ranjangku. Kusingkap bedcover tebal itu dan mulai menyelusup dibawahnya.
Bantal yang sudah lama tak kutiduri terasa begitu empuk. Aku memiringkan tubuhku kearah meja belajar. Kupandangi lekat-lekat foto kelulusanku. Dalam remangnya cahaya dikamar itu, hanya satu wajah yang kulihat dengan jelas. Indah ada disana dan tersenyum manis.
Akal sehatku tak kunjung pulang memasuki kepalaku. Dimana ia berada ketika aku sangat membutuhkannya. Aku mencoba berpikir, namun yang kudapat hanya ketakutan. Rasa khawatir akan akibat buruk yang bisa menimpa keluargaku. Aku memejamkan mata, berusaha mengusir ketakutan yang menguasaiku. Tanpa sadar air mataku menetes.
Mungkin ini adalah ganjaran dari tuhan, atas apa yang telah aku lakukan selama ini. Persetubuhan sedarah yang selama ini terjadi dibawah atap rumah ini, kusadari adalah dosa. Namun apa daya, aku hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki hasrat, nafsu, dan cinta.
Ohh.. tuhan, apa yang harus hamba lakukan untuk mengakhiri penderitaan ini.
Malam itu sunyi sekali, sampai-sampai aku bisa mendengar suara jangkrik terbawa deru angin malam. Lamunanku akhirnya membawa aku terlelap.
Aku bermimpi, berada di sebuah padang pasir tandus. Kemanapun mata ini memandang, yang ada hanyalah lautan pasir berwarna kuning, teriknya matahari membakar kulitku, tak ada tempat berteduh, tak ada makanan, tak ada minuman, tak ada teman. Aku sendirian. Kurasakan kedua kakiku gemetar, aku jatuh tersungkur.
Tubuhku berguling keras menuruni bukit pasir tempatku berpijak. Tanpa daya untuk melawan, tubuhku terperosok jauh sekali. Kini, pemandangan padang pasir itu telah berubah, menjadi sebuah tebing curam. Apakah aku jatuh dari tebing ini? Apakah aku sudah mati, pikirku. Aku terlentang di atas sebuah batu besar berwarna hitam.
Aku terjebak, tak bisa berbuat apa-apa untuk keluar dari penderitaanku.
Terdengar ditelingaku suara air yang menetes dari stalagtit di langit-langit goa itu. Aku berjalan mendekat, berusaha mengumpulkan tetesan air itu di kedua telapak tanganku. Namun ketika aku menegadahkan tanganku dibawahnya, tetesan itu berhenti. Seakan tuhan tidak memberikan jalan untukku bertahan hidup.
Sebuah cahaya terang berwarna putih menyinari wajahku, silau sekali. Aku mengangkat sebelah tangan menutupi wajahku. Samar-samar kulihat seseorang disana. Aku tersenyum, mungkin inilah saat aku mati.
“jangan menyerah anakku…” sapa sosok itu.
Aku memicingkan mata untuk melihat siapa gerangan yang berbicara.
“ayah…” kataku. Aku berlari menghampiri sosok ayah dan memeluknya.
“masa depanmu masih panjang, yang harus kamu lakukan adalah melewati cobaan ini nak…” katanya.
Aku tak kuasa menahan tangis. Air mataku jatuh bagai rintik hujan yang tak dapat kubendung. Aku memeluk erat sosoknya.
“maafin aku yah… Aku udah khianatin ayah…” Ucapku disela tangisanku.
Ayah mengusap lembut kepalaku. Usapan itu begitu hangat, penuh kasih sayang.
“ayah tidak menyalahkan kamu… Ayah bangga punya anak yang kini bisa menggantikan peran ayah… maaf ya Tom… ayah pergi terlalu cepat.”
“aku harus bagaimana yah…?” Tanyaku.
“ayah tidak bisa memberi nasihat apapun… sekarang kamu sudah dewasa… Kamu adalah ayah.. apapun yang kamu pilih, ayah akan selalu mendukung kamu dari belakang… jangan menyerah sampai disini…” sosok tubuh ayah kembali bercahaya, terang sekali. Perlahan cahaya itu memudar, aku larut dalam tangisanku.
Aku duduk bersimpuh, dalam tangisanku aku berdoa. Semoga tuhan memberikan jalan padaku, walaupun jalan itu sangat sulit, sangat terjal, aku hanya berharap jalan itu terbuka untukku.
Tetesan air itu kembali menetes. Menciptakan bunyi berdecak yang bergema di seluruh goa.
Aku segera berjalan kearahnya, menegadahkan tanganku kembali. Tetesan air itu semakin cepat, perlahan tetesan itu berubah menjadi air yang mengucur. Deras sekali, memenuhi celah tebing itu dengan genangan air. Aku tenggelam di dalamnya.
“naik ke atas nak…” Kudengar suara ayah berbisik.
Aku segera berenang ke permukaan. Dalam riak air aku melihat ayah mengulurkan tangan dari atas. Aku mengulurkan tangan menyambut ulurannya.
“Tom… Kamu kenapa? Tom bangun…” Kata Naya.
Aku terbangun dari mimpiku. Wajahku basah oleh linangan air mata, kaus yang kukenakanpun tak luput dari keringat.
“sayang… Kamu kok nangis… Ada apa?” kata Naya seraya memelukku.
Aku masih mengatur napas, tak mampu menjawab pertanyaannya. Jam di dinding menunjukkan pukul 03:00.
“kakak dengar kamu nangis, jadi kakak turun, kamu kenapa sayang… cerita dong sama kakak…” kata Naya.
Kulihat air mata Naya menetes di pipinya.
“kak…” Kataku.
“kenapa Tom…” Naya melepaskan pelukannya. Kini ia memegang wajahku dengan sebelah tangan.
“kalo menurut kakak, aku harus bagaimana…?” Tanyaku.
Naya tersenyum, ia sangat mengerti perasaanku.
“kamu turutin aja permintaan tante, biar bagaimanapun tante adalah orang yang sedang tertimpa musibah lebih berat daripada kita… kita harus tolong..” katanya.
“tapi… aku ga bisa khianatin kakak… Aku sayang sama mama dan kakak… Aku ga bisa berhubungan sex selain sama kakak, sama mama…”
“ini demi keluarga Tom… kita diajarkan menolong sesama… kalau ada seribu orang yang butuh pertolongan, sementara ada satu diantaranya adalah keluarga, kita wajib menolong keluarga lebih dulu… kamu jangan mikir terlalu jauh, kakak sama mama udah setuju, yang perlu kamu lakuin Cuma hamilin tante Shelly, setelah tante Shelly hamil, semua terserah kamu…
Aku diam sejenak, akal sehatku mulai kembali. Terima kasih Ayah, pikirku.
“mama ada dikamar?” tanyaku.
“iya mama dikamarnya…”
“tante?”
“tante ada dikamar kakak…”
“aku mau ngomong sama mama…” kataku.
Naya mengangguk, kini kami berjalan menaiki tangga ke kamar mama.
Mama sedang duduk termenung memeluk bantal besar berwarna putih yang menutupi tubuhnya.
Mama menoleh kearahku ketika aku memasuki ruangan itu. Naya menutup pintu kamar. Mama bangkit dan memelukku erat.
“sayang… maafin mama ya… mama meminta terlalu banyak sama kamu…” kata mama.
“mah… Aku punya permintaan…” Kataku.
Naya duduk diranjang dan menarikku untuk duduk disebelahnya. Mama mengikuti kami, kini aku berada diantara mama dan Naya.
“permintaan apa Tom…?”
“setelah semuanya selesai, aku mau kita pindah dari sini…” Kataku.
“memang ada apa sayang?” tanya mama.
“karena…” kini aku menoleh, menatap wajah Naya. Wajah yang selama ini selalu terbayang dalam lamunanku.
“kak… aku mau kakak nikah sama aku…” kataku.
Naya tersentak mendengar perkataanku. Kami bertiga kini diam seribu bahasa. Mama dan Naya seperti tak tau harus berkata apa.
Cukup lama Naya diam dan termenung. Akhirnya senyum tipis menghiasi wajahnya yang cantik. Mama masih terdiam menunggu jawaban dari Naya.
“menurut kamu kakak jawab apa?” kata Naya.
“ihhhh… Kakak… Aku serius…” Kataku.
Naya tertawa kecil melihatku merengek. Mama memelukku dari belakang, ia menyandarkan dagunya pada bahuku.
“ohhh… Jadi begitu syaratnya… oke deh… mama merestui…” Kata mama.
Naya kembali tersenyum dan mengecup bibirku. Kami bertiga berpelukan, erat sekali. Kehangatan kasih sayang dalam keluarga kami tak bisa kupungkiri.
Naya melepaskan ciumannya dan mengangguk.
“iya… kakak mau kamu jadi suami kakak…” Katanya.
Ucapan Naya bagaikan air dingin di tengah padang pasir yang terik. Begitu melegakan hati dan perasaanku yang gundah gulana dirundung cobaan yang tak ada habisnya.
Keputusan kami sudah bulat. Mungkin ini adalah yang terbaik bagi kami. Walaupun segala resiko sudah menanti akibat keputusanku, namun aku bertekad menghadapinya. Kali ini tanpa penyesalan.
“aku mau ke kamar tante… Mama sama kakak mau ikut?” tanyaku.
Naya menggelengkan kepala.
“kamu aja sayang… Selesaikan kewajiban kamu…” Kata mama.
Aku mengangguk dan berjalan melewati pintu kamar itu. Meninggalkan mama dan Naya berdua yang menunggu aku menyelesaikan kewajibanku.
Kuketuk pelan pintu kamar tante Shelly.
Tak butuh waktu lama. Tante Shelly membukakan pintu, rupanya ia belum juga tertidur.
“eh… Tom… ayo masuk…” Kata tante.
Tante Shelly membalikkan badan dan berjalan menuju ranjangnya, kulihat sepitas dari balik punggungnya, tante Shelly menyeka air mata diwajahnya.
Aku menutup pintu kamar itu dan berjalan kearahnya. Tante Shelly duduk di ranjang itu, aku mengikutinya. kini aku duduk berdampingan dengannya.
“tante kok nangis?” tanyaku pelan.
“maaf ya Tom… Tante ga maksud nyusahin keluarga ini… tante Cuma ga mau dihamilin sama pria-pria gak jelas diluar sana…” kata tante.
Aku tersenyum lebar, berusaha mencairkan suasana yang kurasa sangat canggung ini.
“udah si tan… Santai aja… tapi…” kataku.
“tapi apa Tom?”
“nanti anak kita gimana?” tanyaku.
Tante tersenyum, ia mendekap tanganku dengan tanannya yang hangat. Kurasakan tangan tante masih lembab oleh air mata.
“tante gak akan gugurin kandungan tante… tante akan urus anak kita sampai besar… kamu ga perlu khawatir, anak kita gak akan tau apa yang terjadi sebenarnya… tante akan bilang sama dia, kalau ayahnya ninggalin tante waktu tante mengandung…” kata tante.
“tapi sekali-sekali tante bawa anak kita ya.. main ke tempat Tomi… Tomi kan mau liat perkembangan hasil antara Tomi sama tante…” kataku.
Tante tersenyum dan mengangguk. Kini ia memeluk bibirku dan menciumku dengan lembut.
Dalam ciuman itu kami merebahkan diri keranjang.
Ia memeluk tubuhku dengan erat. Kurasakan nafasnya yang hangat berhembus diwajahku.
Sambil berciuman, kini tanganku membuka pakaian yang dikenakan tante. Ohh… kulit tante yang mulus membuat nafsuku bangkit. Aku menjelajahi lekuk tubuhnya yang sintal dengan kedua telapak tanganku.
Kedua tangannya kini mulai melucuti pakaianku. Tangannya yang lembut menarik tubuhku untuk merebah di atas tubuhnya yang sudah tidak terbalut apa-apa.
Payudaranya yang besar kurasakan sangat hangat ketika menyentuh kulit dadaku. Lembut dan kenyal sekali. Aku melepaskan ciumanku dan mulai menjilati lehernya.
“Mmm… geli sayang…” kata tante.
“kulit tante mulus banget… kaya masih perawan…” kataku.
Aku melanjutkan aksiku. Kuhisap lehernya dengan kuat, sampai meninggalkan bekas cupangan yang memerah dilehernya.
Perlahan, nafas kami mulai memburu. Kurasakan degup jantung tante ketika jilatanku merambah payudaranya. Mungkin ia gugup karena baru pertama kali ini ia bersetubuh selain dengan suaminya.
Tante meluruskan tangannya keatas kepalanya. Ia kini pasrah saja menerima semua rangsangan yang kuberikan.
“Aaaahhh… Mmmpph…” Tante mendesah dan menggigit bibir bagian bawahnya ketika aku menjilati kedua putingnya bergantian. Puting berwarna merah muda itu sungguh sangat menggoda. Bagaikan setangkai buah chery diatas kue tart.
Kumainkan putingnya dengan lidahku. Aku kini merebahkan diri disampingnya. Tanganku mulai bergerilya di vagina tante. Kuraba belahan vagina yang mulai basah itu. Tante mulai bereaksi. Tubuhnya mulai menggeliang pelan. Ia menggerakkan pinggulnya maju mundur, seakan haus akan belaian di selangkangannya.
“keatas sedikit sayang… elus-elus klitoris tante… Ahhh…” pintanya.
Aku tak terlalu terburu-buru dalam permainan kami. Kubiarkan nafsunya memuncak. Jemariku kini menjamah lubang vagina yang sudah mulai licin itu. Kubuka lubang itu dengan jari telunjuk dan jari manisku, lalu kumasukkan jari tengahku perlahan.
“Aaaaaahhh… Kocokin memek tante sayang…” Ia kembali memintaku menaikkan tempo permainan. Nampak gelora nafsunya sudah mulai memanas. Ia kini meremas kuat payudaranya yang tak kumainkan.
Aku memasukkan jari tengahku lebih dalam. Kurasakan kehangatan dalam vaginanya. Cairan kenikmatan itu mulai meleleh di bibir vagina berwarna kemerahan itu. Perlahan jilatanku mulai menjalar turun dari payudara tante.
Kini kumasukkan dua jariku kedalam lubang vaginanya dan kugerakkan perlahan. Lidahku kini menyapu perutnya yang langsing. Sungguh bodoh suaminya, ia menyianyiakan kemolekan tubuh tante. Kini tubuh ini sudah menjadi milikku.
Jilatanku kini sudah sampai di selangkangannya. Kumasukkan lagi satu jari kedalam lubang vagina itu. Sempit sekali rasanya vagina itu ketika ada tiga jari yang memasukinya. Aku tidak leluasa menggerakkan jariku keluar masuk dalam liang vagina itu.
“Mmmmpphhh… Mmmmm… Aaaaaahhh…” ia mendesah ketika jilatanku sampai pada klitorisnya. Ia menekan kepalaku, pinggulnya bergerak liar. Lubang vaginanya semakin basah. Dapat kurasakan kini tiga jariku semakin leluasa menjamah lebih dalam.
“Ahhh… enak sayang… terus jilatin sayang…” Desahan yang keluar dari bibir tante menggema dalam ruangan kamar itu.
Waktu mulai bergulir. tak sampai tiga jam lagi matahari akan terbit. Namun permainan kami yang sebenarnya bahkan belum dimulai.
“Tom… Masukin tom… tante pengen ngerasain kontol kamu… Aaaah…” Ceracaunya.
Tak kupungkiri, nafsu birahiku juga mulai menggelora. Penisku sudah menegang keras, siap menghujam lubang vagina tante yang sudah basah.
Perlahan aku mengatur posisi. Aku membuka selangkangan tante lebar-lebar. Kuarahkan kepala penisku kelubang vaginanya. Ngocoks.com
Dengan sekali hentakan kuat penisku menghujam lubang hangat itu.
“Aaaach…” Tante memekik.
“Ohh… Memek tante enak banget…” kataku. Aku mulai menggerakkan tubuhku maju mundur. Membiarkan penisku menjelajahi vagina tante. Tanganku kini meremas kuat kedua payudara tante yang berguncang keras karena gerakanku.
“terus tom… Enak banget… Aaaahhh… entotin tante tom…” ceracaunya.
Aku merebah di atas tubuhnya. Mendekatkan bibirku kewajahnya.
Tante merangkul leherku dan kami mulai berpagutan. Lidahnya bergerak liar dalam rongga mulutku.
Aku mempercepat gerakanku. Kini tante tak kuasa menahan desahannya.
“Aaahh… Aaah… Aaaah… Ahh…” tante mendesah singkat seirama dengan gerakanku.
Aku menekan bibirku erat kebibirnya.
“Mmmhhh… Mmmmmhhh…” desahnya.
Kurasakan denyutan vaginanya, membuat birahiku mulai memuncak.
“Mmmm… Aaaahh… Ahhhh… Ahhh…” desahannya makin liar. ia kini mendekap erat kepalaku di lehernya. Leher jenjang dengan kulit putih itu kujilati dengan liar.
“Aaaaccchhh.. AaAaaaaahhh… terus sayang… Aa… tante… mau keluar…”
Vaginanya yang berdenyut kencang membuatku tak mampu lagi menahan luapan birahi ini.
“Ahh… tante… Aku juga… mau keluar…” kataku.
Tante mencengkeram tubuhku dengan kedua tangan dan kakinya. Tubuhnya menegang.
“Aaaaaa… sayang… Aaaaaaa.. Aaaahhhhh… Aaaaa”
Orgasme pertamanya datang.
Aku menghujamkan penisku sedalam mungkin. Aku sudah bersiap menumpahkan spermaku dalam rahimnya.
(sfx: Croottttt… Croottt…)
“Aaaaaaaahhhhhh… Aaaaach… hhaaaaaahh…”
Tubuhku terkulai lemas setelah menembakkan spermaku kerahimnya. Aku terkulai lemas disisinya.
Tak kukira, tante segera bangkit.
Ia mengulum penisku yang masih berlumuran dengan cairan kenikmatan kami.
Penisku yang sudah tidak sekeras tadi dikulumnya dengan liar. nampaknya nafsu birahi tante masih belum terpuaskan.
Penisku yang sudah mulai melunak ia masukkan seluruhnya kedalam rongga mulutnya. Ia menghisap batang penisku sambil menariknya agar kembali mengeras.
Tak butuh waktu lama. Kini penisku perlahan mulai bangkit.
“sekarang ronde dua ya…” kata tante.
Tante menaiki tubuhku yang terkulai. Dengan jemari tangannya yang lembut, ia mengarahkan penisku memasuki lubang vaginanya.
Tante menggerakkan tubuhnya naik turun. Matanya terpejam, kulihat senyum tipis memekar diraut wajahnya.
“Ahhh… Kontol kamu gede tom… enak… Ahhh… Tante jadi ketagihan…” ceracaunya seraya menggerakkan tubuhnya.
Kedua payudaranya kini bergoncang naik-turun seirama dengan gerakannya.
Ranjang itu berderit. Seprei yang menutupinya kini sudah berantakan.
Aku masih terlentang tanpa berbuat apa-apa. Mengumpulkan tenaga untuk mengimbangi permainanya. Tante kini mulai merebah diatas tubuhku.
Ia menjilati bibir dan leherku. Lidahnya sungguh lembut kurasakan ketika jilatannya menelusuri kulitku. Gerakan pinggulnya semakin cepat.
Ia kini menjilati sekujur dadaku. Putingku dihisapnya dengan kuat.
“Ahhhh… enak banget tante… Ahhh…” ceracauku.
Gerakan tubuh tante semakin liar. ia mengusap klitorinya dengan sebelah tangan ketika ia menghujamkan penisku kedalam vaginanya.
“uuuhhhh… Mmmmppph… Ah…” tante mendesah. Ia kini bangkit dari posisinya. Kedua tangannya kini bertumpu di dadaku. Gerakan tubuhnya yang liar membuat kedua payudaranya kembali berguncang.
Aku meraih kedua putingnya dengan tanganku. Kupilin puting yang mengacung itu dan sesekali kutarik dengan kasar.
“hhhaaaahh… Aaaaaahhh… Aaaaaaaahhhhhhh…” tante mendesah panjang.
Irama gerakannya menurun, tampaknya ia baru saja menggapai orgasmenya yang kedua.
Penisku masih tertancap dalam vagina tante ketika ia kembali merebahkan diri di atas tubuhku.
Aku beralih posisi. Aku bangkit dari ranjang itu dan beranjak ke belakang tante. Kutarik pinggulnya agar ia menungging. Kumasukkan kembali penisku yang masih menegang kuat dan kuhujamkan berkali-kali kedalam vaginanya.
“Aaaaahhhh… Ahhhh… Ahhhhh…” desahnya.
Bersetubuh dengan tante dengan posisi doggy style benar-benar nikmat. Aku meraih kedua payudaranya dengan sebelah tanganku dan kuremas kuat. Tangan kananku kini meraih rambut tante yang tergerai di punggungnya.
Bersambung…