Permainan kami kini berlangsung cepat. Kuhujamkan batang penisku kedalam vaginanya ketika aku menjambak rambutnya yang lembut.
“Aaaaahh… terus sayang… Enak… Ahhh…”
“Sssshh… ahhh.. Aahh… memek tante enak banget… Gak kalah sama memek mama dan Naya… Aaaahh…” gerakanku semakin liar.
Beberapa menit berlalu. Orgasmeku tak kunjung datang.
“Aaaaaaaahhh… Aaaaahhh… Aaaahhaaaa…” Tante memekik ketika aku menhujamkan penisku dengan kasar kedalam vaginanya.
Cairan kenikmatannya menyembur di selangkangan kami. Ia sudah mencapai orgasmenya yang ketiga.
Jam dinding kini menunjukkan pukul 04:45. Tak terasa hampir satu jam kami melakukan permainan sex.
“kamu belom keluar lagi sayang…?” tanya tante.
“belum tante… abis sayang kalo keluar lagi… Aku belom puas nikmatin tubuh tante…”
“hihihi… emank tubuh tante nikmat ya… sampe mainnnya kasar gitu…”
“iya tante memek tante enak banget… Maaf ya tante, aku kebawa nafsu”
“gapapa sayang… tante suka kok digituin… Orgasme tante cepet nyampenya…”
Tubuhku mulai lelah, kini aku berbaring di samping tante. Ia mengangkat sebelah pahanya dan mulai memunggungiku.
“masukin lagi sayang… Tante masih kepengen nih…”
“lagi nih tan?”
“iya… Abis kontol kamu nikmat banget sih…”
Aku kembali memasukkan penisku kedalam vaginanya. Kini dalam posisi kami berdua merebahkan diri di ranjang.
Aku menusukkan penisku dengan liar sementara tanganku meremas kuat payudara tante.
“Aaaaaahhh… aaaaaahhh… Aaah…” ia kembali mendesah
Tante mengusap cepat klitorisnya dengan tangannya. Sepertinya ia menikmati perlakuanku yang kasar terhadap tubuhnya.
“Ohh my god… memek tante sempit banget… Aaaahhh…” ceracauku.
Tante hanya tertawa kecil sambil terus mendesah.
“tante jarang ngentot sama om ya?” tanyaku.
“sering kok… tapi kontol dia gak segede punya kamu… Aaaahhh… Aacchh.. Aaaahh…”
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Pantas lubang vaginanya masih sempit. Rupanya ia belum pernah dimasuki oleh penis yang cukup besar.
Aku menggengam payudara tante dengan kuat. Kutarik kedua payudaranya kebawah agar penisku masuk semakin dalam ke liang vaginanya
“Aaaaaahh… Aaaahhh… terus sayang… remas yang kuat…”
Gerakan jemari tante di klitorisnya semakin cepat. Vagiannya kembali berdenyut.
Jam dinding menunjukkan pukul 05:20. Kurasakan orgasmeku sudah mulai datang
“Ahhhhh… Ahhh. aku mau keluar tante… Ahhhh…”
“hhhhhAaahhhh… Haaaahhh… tante… juga Aaaach… mau sampai… aaaaahhh… Aaahhh”
Kupercepat gerakanku. Tubuh tante juga menggeliang liar. rasa lelah pada tubuh ini kutahan sekuat tenaga. Aku bersiap memuntahkan spermaku setelah tante orgasme.
Tante menundukkan kepalanya. Tanganku yang meremas payudaranya kini terjepit kuat di ketiaknya. Tubuhnya menegang. Aku semakin mempercepat gerakanku.
“Aaaaaaaahahhhhhh… Aaaaaaaaahhhh… AAAaaaahh…” tante mendesah panjang.
Kini saatnya aku memuntahkan spermaku dalam rahimnya.
Aku menekan kuat penisku.
(sfx: Crooooooootttt… Crooootttt… Crooottt…)
Orgasmeku sampai. Kali ini jauh lebih nikmat dari sebelumnya. Tubuhku terkulai lemas. Penisku masih kubiarkan mencancap di vagina tante.
Tante menarik bedcover tebal untuk menutupi tubuh kami. Spermaku mulai meleleh di paha tante. Hangat dan lembab kurasakan lubang vagina tante yang masih berdenyut.
Aku memejamkan mata, beristirahat sejenak memulihkan tenagaku.
Pagi menjelang.
Kamar yang berantakan itu menjadi bukti, betapa liar permainan yang kami lakukan semalam.
Aku meninggalkan tante yang masih terlelap tanpa busana menuju ruang tengah. Kulihat mama dan Naya sudah ada disana. Mereka menoleh kearahku bersamaan. Mereka tersenyum lebar
“gimana? Tantemu oke ga?” tanya mama.
“kalian mainnya berapa ronde tuh? Sampe kedengeran ke sini…” Kata naya.
“emank udah lama disini?” tanyaku.
“dari jam lima pagi…” Kata Naya.
“gimana tom? Rasanya body tante kamu? Masih mantep kan?” tanya mama.
“tante mainnya hot banget mam… Aku sampe kewalahan…” Kataku.
“berarti kemungkinan hamilnya gede nih… syukurlah… soalnya tantemu bilang sekarang lagi masa subur…” Kata mama.
Aku duduk di samping Naya. Kupeluk tubuhnya dari belakang.
“amin mah… Semoga keinginan tante cepat terwujud… Terus aku bisa nikah deh sama kakakku ini…” Kataku sambil mencium pipi Naya.
“iya-iya… duh… calon suamiku ini udah ga sabar ya? Kan malam pertamanya udah sering…” kata Naya sambil tersenyum.
“beda dong… kan kalo nanti udah sah…” kataku.
“hihihi… dasar.. anak-anak mama ini lagi jatuh cinta ya…” Kata mama.
“iya dong mam…” Kata kami berbarengan.
Mama dan Naya hari ini akan pergi keluar. Mereka akan mengurus penjualan rumah kami ke agen property terdekat. Selain itu kami juga akan mengiklankan rumah kami di media internet. Harapanku cuma satu, masa depanku bersama Naya dan mama akan bahagia.
Kami bertiga kini mandi bersama, bersiap-siap menjalani hari ini.
“sayang… Udah kepingin lagi belum?” tanya Naya.
“kakak kepingin ya…” kataku sambil mencubit putingnya yang sudah mengacung tegang.
Naya mengangguk. Kini Naya berdiri berhadapan dengan mama.
Mereka berpelukan erat. Naya mengangkat sebelah kakinya yang kini dipegang oleh mama.
Penisku sudah mengeras. Aku membimbing penisku dengan tanganku menuju lubang vagina Naya.
Perlahan penisku mulai memasuki lubang hangat itu. Naya mengulum payudara kanan mama. sementara aku menghisap payudara kirinya. Aku menyelusupkan tangan melalui pinggang Naya, mencari letak lubang vagina mama.
Lubang vagina mama juga mulai licin. Aku memasukkan tiga jari kedalam lubang itu dan mulai mengocoknya.
“Aaahhh… Aaahhh… Kocokin yang cepet sayang…” Kata mama.
“Ahhhhh… Aahhhhh… terus sayang… masukin yang dalem…” Naya pun tak mau kalah.
Permainan kami dimulai.
Naya menyalakan shower. Kucuran air yang deras itu kini membasahi tubuh kami.
Tetesan air yang mengalir melewati punggungku menghasilkan sensasi merinding. Hujaman penisku di vagina Naya menghasilkan bunyi ‘plop.. plop..’ karena basah oleh guyuran air.
“Mmmmh… Ahhh.. Ah Nay…” kata mama.
“Aahhh a… pa mah…?”
“masukin… juga Ahh… jari kamu…”
Nampak mama merasa kurang terpuaskan. Hasratnya yang menggebu menghipnotisnya. Membuatya haus akan sex yang liar. Naya merogoh selangkangan mama. mama kini mengangkat sebelah kakinya untuk memudahkan Naya memasukkan jemari tangannya.
Entah apa yang dipikirkan Naya. Bukannya memasukkan jari ke vagina mama, ia kini memasukkan jari ke anusnya.
“AaaaaaaaaAahhh… Aahhha. Nay… Kocokin Nay… Ahhhh…”
Sensasi itu membuat mama menggila. Ia kini menjambak rambut kami dan menekan erat kepayudaranya. Aku merespon dengan menggigit pelan puting mama. Naya pun mengulum payudara mama dengan beringas.
Aku sudah tidak bisa menahan permainan ini. Tenagaku mulai habis.
Aku mempercepat gerakanku. Penisku keluar masuk dengan cepat melalui lubang vagina Naya yang licin oleh guyuran air.
“kak… Ahhh.. Ahhhh… aku udah ga tahan… Ahhh…” ceracauku sambil terus menghujam vagina Naya dengan penisku.
Naya menggenggam lenganku.
“keluarin aja tom… Gapapa… Ahhh… Ahhhh…”
“Uhhh… Ahhhh… kocokin yang cepet sayang… Ahhh… Mama mau keluar… Ahhhh…”
Mama semakin menggila. Gerakan pinggulnya menekan jemariku lebih jauh memasuki lubang vagina mama. tubuhnya menegang. Aku memainkan jemariku dengan liar di dalam vagina mama. kugerakkan jemariku seperti sedang mencuci gelas. Mama melenguh panjang.
“Aaaaaaahhhh… Aahhh…”
Orgasmenya begitu hebat. Mama segera melepaskan bibir kami dari payudaranya dan berjongkok di depan Naya. Kini Naya bertumpu pada dinding.
Kedua tangan mama kini meremas payudara Naya. Mama mendekatkan lidahnya ke vagina Naya yang sedang dihujam oleh penisku. Ia mulai menjilat.
“Ahhhh.. Ahhhhhhh… AaAaaaaaahhh… terus mah…”
Jilatan demi jilatan membuat Naya semakin lupa diri. Tampaknya double penetration yang dilakukan Naya kepada mama sangat dinikmati oleh mama. aku membasahi jari tengahku dengan air liur dan mengarahkannya ke anus Naya.
Dengan sekali tekan aku menusuk anusnya dengan jariku.
“Aaacchhhhhhh…” ia memekik.
Sepertinya Naya merasakan agak perih, namun ia sama sekali tidak mengeluh.
Aku mempercepat gerakanku. Sesekali lidah mama menyapu buah penisku. Rasa geli itu membuat birahiku memuncak.
“Ahhhhh… Ahhhh… kak… Aku udah mau… keluar…”
Kurasakan vagina Naya juga mulai berdenyut. Aku meremas tangan mama yang menggenggam payudaranya dengan kasar. Berharap orgasmenya sampai sebelum aku.
“Ahhhh… Ahhhh… Kakak… Juga… Ahhhhh…” ceracaunya.
Perkataan Naya membuatku semakin bersemangat. Kupercepat lagi gerakanku. Penisku perdenyut kencang. Aku menahan sekuat tenaga untuk tidak memuntahkan spermaku terlebih dulu.
Tubuh Naya menegang, ia mendorong tubuhnya kebelakang dengan tangannya yang menumu di dinding kamar mandi itu. Penisku menancap lebih dalam.
“Aaaaaaaaahhhhh… Aahhhh…” ia melenguh panjang.
Kini saatnya aku menyelesaikan permainan ini.
Dengan sekali dorongan kuat aku menekan penisku kedalam vagina Naya.
“Aaaaaahhhhhh…” Aku memekik tertahan.
(sfx: Crrroooootttt… Crooooottt…)
Spermaku sudah kukeluarkan. Penisku terasa ngilu, mungkin karena beberapa kali berhubungan sex dalam waktu yang berdekatan.
Aku melepaskan jariku dari anus Naya dan menyandar di dinding kamar mandi yang dingin.
Denyutan Vagina Naya masih terasa di penisku.
“dimasukin di pantat enak juga ya mah…” Kata Naya.
“iya kan… sensasinya beda…”
“walaupun agak perih tadi… tapi lama-lama enak…”
Aku melepaskan penisku dari vagina Naya. Spermaku meleleh keluar dan menetes di kamar mandi itu. Guyuran air yang menggenang mengalirkan sisa spermaku menuju saluran air.
Aku masih menghela nafas panjang. Kedua kakiku gemetaran. Aku kesulitan berdiri.
“mah… Udahan yuk… aku udah ga kuat…” Kataku.
“yuk… kita bilas…”
Kami menyudahi permainan kami, bersamaan dengan orgasme Naya. air kini mengucur deras, membasahi tubuh kami dan melepaskan sisa-sisa busa sabun yang masih menempel.
Kami keluar dari kamar mandi bertiga tanpa busana.
Kulihat tante Shelly baru saja keluar dari kamarnya tanpa sehelai benang pun. Tampaknya ia tidak canggung untuk bertelanjang ria bersama kami.
Mama menghampiri tante dan mengelus perutnya.
“semoga cepet hamil ya Shel…” kata mama.
“tenang aja Sher… Tomi hebat banget… Aku sampai orgasme empat kali semalam… Kemungkinan hamilnya pasti besar…” Kata tante.
Aku dan Naya hanya tersenyum-senyum saja sambil bergegas menuju kamar untuk mengenakan pakaian.
Aku berniat pergi ke bengkel hari ini, untuk membicarakan kepindahanku kepada Andi.
Kutunggangi motorku dan kupacu menuju tempat itu.
Sesampainya disana kulihat Andi sendang briefing bersama kedua karyawan kami.
“wetssss… tumben pagi-pagi uda nongol… sini lah… kita lagi dapet project baru…”
Aku menghampiri mereka, kami saling bertukar ide untuk membuat pemilik motor merasa puas dengan hasil modifikasi kami.
Tak lama, kami telah selesai berbincang. Aku mengajak Andi untuk berbicara diwarung kopi yang berjarak sepuluh meter dari bengkel kami.
Disana aku duduk bersama Andi disebuah bangku kayu panjang berwarna cokelat. Pesanan kopi kami segera tiba.
Andi mengambil kopinya dan meniup uap panas yang mengepul.
“eh… Gue mau ngomong penting nih…”
“soal apa bro… ngomong aja…” kata Andi sambil menyeruput kopinya.
“gw mau keluar dari bengkel…” Kataku.
(sfx: Buurrrrrrr…)
Andi menyemprotkan kopi dimulutnya. Kopi itu membasahi kaca etalase diwarung itu.
“ehhh… kenapa mas… Masi panas jangan di seruput dulu…” kata penjaga warung seraya menyerahkan lap putih bermotif kotak-kotak kepada kami.
Aku mengambil lap itu dan mulai mengelap kaca etalase yang penuh dengan lelehan kopi.
Andi memandang kearahku, terdiam. Aku menyadarinya, namun aku tetap tak berbicara sambil masih sibuk membersihkan sisa-sisa kopi yang kini mengalir di meja.
“maksudlu gimana bray? Lu mau ninggalin gw sendirian?” tanya Andi, wajahnya kini menunjukkan keseriusan. Kontras sekali dengan kebiasaannya yang ‘selengean’ dan ‘urakan’. Aku masih terdiam.
“coba-coba… Lu kasih gw satu alasan yang bagus kenapa lu mau ninggalin bengkel kita… Kita udah kerja keras bro… dan kerja keras kita udah berbuah manis… masa lu mau tinggalin gitu aja?” tanya Andi.
“gw bakal pindah rumah…” Kataku singkat.
Andi terdiam. Cukup lama aku menunggu hingga Andi kembali berbicara.
“oke… alasan yang bagus… sekarang pertanyaan kedua.. lu kasih alasan ke gw, kenapa lu harus pindah rumah…” Tanya Andi lagi.
“masalah keluarga bray…” kataku.
Andi menggaruk rambut dikepalanya. Rambutnya yang tadi tersisir rapi kini berubah awut-awutan seperti daun nanas.
“kok tiba-tiba begini…” tanya Andi.
“namanya masalah kan ga tau kapan datengnya bray…”
“ya… tapi lu ga pernah cerita apa-apa ke gw kalo lu ada masalah… ternyata selama ini lu ngelamun kaya ayam sakit, ada masalah keluarga… dan bisa-bisanya lu ga mau cerita ke gw kalo lu ada masalah. Gw bakal bantu lu bray…”
“kalo yang ini maaf bray… sampai matipun gak akan gw ceritain ke siapapun lagi…” Kataku.
“lagi? Berarti lu pernah cerita keseseorang…”
“dua orang tepatnya…”
“siapa?” tanya Andi.
“lu kepo banget si… Udah lu ga perlu ambil pusing… Jalan satu-satunya ya gw pindah rumah…”
“gini-gini-gini… emang seberapa serius masalah keluarga lu?”
“mau tau aja apa mau tau banget?” kataku sambil tersenyum.
“ahhh… Ngehe banget ni anak…” kata Andi. Andi langsung memiting leherku dengan tangannya sambil mengacak-acak rambutku.
“awww… ampun… ampun…” kataku.
“emank seberapa serius?” Andi bertanya lagi.
Aku diam sesaat. Raut wajahku berubah serius
“gue cuma punya dua pilihan… bunuh diri, atau pindah rumah… Kalo lu jadi gw lu pilih mana?” tanyaku.
Andi terdiam, mungkin ia kini menyadari, betapa serius masalah yang menghampiriku.
“apa ga ada yang bisa gw lakuin buat bantu lu?” tanya Andi.
Aku menggelengkan kepala.
“kalau ada… gw pasti udah cerita… lu sohib gw bray. Mana mungkin gw ga cerita satu masalah kalo lu bisa cari jalan keluarnya…” kataku.
“jadi seserius itu masalahnya…?” tanya Andi.
Aku kembali mengangguk sambil menyeruput kopiku yang sudah agak dingin.
“oke gini… kalo memang itu jalan satu-satunya… Gw dukung… Tapi sampai kapan pun lu ga boleh keluar dari bengkel… titik” kata Andi.
“tapi kalo gw pindahnya keluar pulau, atau keluar negeri gimana? Gw masih belom dapet kepastian…” kataku.
“emank gw pikirin… kalo lu masih di pulau jawa… Lu bisa dateng kesini sebulan sekali, kalau di luar pulau atau luar negeri lu bisa tetep briefing sama kita via internet… abad 21 nih bray…” kata Andi.
“ya tapi kan gw ga enak sama lo… masa lo doang yang cape di sini sementara gw enak-enakan…”
“pokoknya… kalo lo masi nganggep gw temen lo… Lo jangan keluar dari bengkel… titit… Ehh titik… bengkel ini kita bangun berdua… kalo bengkel ini mau diakhirin, kita harus akhirin berdua… Sekarang kalo lo emank kekeh mau keluar dari bengkel… lo pecat Dadang sama Woko… dan persahabatan kita berakhir…
“ya elah… parah lu… ga kasian lu ama anak bini mereka?” tanyaku.
Andi mengangkat bahunya.
“yah… Itu semua tergantung lu…” andi kembali menyeruput kopinya yan tinggal separuh gelas itu.
Aku menghela nafas dan bersandar di tembok. Kupejamkan mataku, tak tau harus berkata apa.
“yawdah… Kalo lo ga enak sama mereka, biar gw yang mecat…” Andi bangkit dari tempat duduknya.
Kutarik tangannya untuk kembali duduk.
“iye-iye oke…” kataku.
“hahahahahaha… nah gini kan baru sohib gue…” andi tertawa dengan tawanya yang khas.
“ketawalu bikin rumput liar aja mati tau… ngaca sono… lo kalo ketawa mukalu mesum…” kataku.
“hahaha… Udah-udah yang penting masalah sekarang uda kelar… Gw ga perlu tau masalahlu apa… pokoknya lu selesaiin masalahlu trus lu kontak gw… oke… sekarang kita back to work mannn… mas kopi dua berapa?” Andi bangkit dari duduknya.
“lima rebu aja…” Kata penjaga warung. Andi menyerahkan selembar uang berwarna cokelat.
“oke mang… Tengkyu…” kata Andi.
Kami pun kembali menuju bengkel. Sekali lagi aku menghela nafas panjang.
Teringat kembali kenanganku bersama Andi, ketika kami merintis usaha ini bersama-sama. Belajar bersama, gagal, memperbaiki kesalahan, merugi, sampai sekarang kami telah sukses. Andi memang sahabat terbaikku sejak dulu. Walaupun muka mesum dan perilaku ‘selengean’ itu tak kunjung sembuh, namun kuakui baru kali ini aku memiliki sahabat yang selalu ada ketika aku membutuhkan.
Waktu berlalu. Jam tanganku menunjukkan pukul 14:00. Aku bersiap untuk pulang.
Aku pamit kepada Andi dan kedua karyawanku. Aku berjanji akan memberikan kabar secepat yang aku bisa. Kutunggangi motorku dan bergegas pulang.
Sesampainya dirumah kulihat mobil mama tidak ada. Mungkin belum pulang, pikirku.
Kuparkir motorku dihalaman. Kulihat piring kecil yang kuletakkan dibawah meja teras kini telah kosong. Kucing itu kembali rupanya. Aku mengambil piring itu dan meletakkannya di dapur.
Sesampainya di dapur, tante Shelly baru saja keluar dari kamar mandi. Kuletakkan piring itu di bak cuci.
“mama sama kakak belum pulang tan?” tanyaku.
“belum sayang… Tadi mereka telpon… katanya mereka nemu rumah bagus di daerah bogor. Mereka minat, jadi mereka langsung kesana buat lihat lokasi.”
“wah… bogor, deket juga… Alhamdulilah… kirain nyari rumahnya di jawa tengah gitu…” kataku sambil tersenyum
“tante minta maaf sekali lagi Tom… Tante jadi nyusahin kalian…” Kata tante.
“ga papa tante… Tomi suka kok ML sama tante semalam… tante hebat banget..”
“Ahhhh… masa sih tante jadi malu…” Kata tante yang kini menutupi wajah dengan kedua tangannya.
“kita main lagi yuk tan… Mau ga?”
“ehhh… tadi pagi kan udah main sama Naya sama mamamu… udah kepingin lagi?”
“hehehe… abis tante sexy banget sih…” kataku sambil meraba tubuh tante yang hanya terbalut kimono berwarna merah.
“kalo gitu… Puasin tante lagi dong sayang…” tante berbisik ditelingaku.
“lagi nih tan?” maniak juga tanteku ini, begitu pikirku.
Tante menggengam lenganku dan menarikku keruang tengah
Kami berjalan menuju ruang tengah. Tempat dimana aku sering melakukan hubungan sexual bersama mama dan Naya. Aku merebahkan tubuh tante kesofa dan mulai membuka seluruh pakaianku.
“sekarang mau gaya apa lagi nih tan…” Tanyaku.
“apapun lah… Yang penting kan sama-sama enak…” kata tante.
Kini ia meraih penisku yang belum menegang. Dalam satu hari ini sudah tiga kali aku orgasme, entah aku mampu melayani nafsunya kali ini atau tidak.
Ia mulai mengulum penisku. Mulut tante menyedot kuat batang penisku yang masih lunak. Bibirnya menyapu kulit peniku dari pangkal sampai ujung.
“Mmmmmm… tante pinter banget nyepongnya… emank sering begini sama om ya?”
“ahh dia mah susah bangun, mesti di kenyot dulu kontolnya baru bisa bangun… bisa orgasme sekali aja udah sukur…” kata tante. Ia kembali memainkan bibirnya yang lembut. Ngocoks.com
Penisku mulai menegang, ia mulai kewalahan memasukkan seluruh penisku kedalam mulutnya. Namun bak seorang pro, ia tetap mengulum penisku sampai ke pangkal. Kurasakan penisku menyentuh pangkal lidahnya.
“Ahhhhh… gila… enak banget tante…” ceracauku.
Tante hanya menggumam ketika ia tertawa kecil. Aku meraih rambutnya dan menggenggamnya erat. Payudara tante berguncang pelan ketika ia memajumundurkan tubuhnya yang sintal.
“lama-lama keluar di mulut ini tan… Ahhhh… nikmat banget…” Kataku.
“jangan donk… Keluarin di memek tante aja… masa dibuang sia-sia spermanya.”
Aku mengerling ke halaman belakang rumah. Sepertinya asik juga berhubungan sex di udara terbuka. Apalagi halaman belakang rumah kami ditutupi oleh dinding yang cukup tinggi. Sehingga aku tak khawatir ada orang yang memergoki kami.
“tan… ML diluar yuk…”
“ehh… nanti kalo ada yang liat gimana?”
“temboknya tinggi kok tan… yang penting jangan terlalu berisik…” Kataku.
Tante tersenyum lebar.
“ponakan tante ini ada-ada aja… Yuk keluar, tante juga udah ga tahan nih…”
Kami berjalan melewati pintu kaca menuju halaman belakang. Di halaman itu tumbuh dua pohon yang cukup besar salah satunya adalah pohon mangga, yang lain adalah pohon jambu.
Dibawah pohon jambu itu ada sebuah kursi taman yang panjang berwarna putih, namun karena cuaca warnanya kini mulai merubah kecoklatan. Aku menuntun tante menuju bangku yang terbuat dari semen itu.
Tanpa di komando, tante langsung merebahkan diri di atas bangku yang dingin itu. Udara luar yang segar membuat hasratku mulai bangkit. Aku menundukkan badan dan mendekatkan wajahku ke vagina tante.
Kujulurkan lidahku dan mulai menjilati klitorisnya.
“Ahh… Ahh… mmmhh…” tante mendesah perlahan, ia khawatir ada yang mendengar desahannya.
Aku menjilati klitorisnya dengan liar sementara kedua tanganku memegang paha tante.
Ia mengulurkan kedua tangannya meraih kepalaku. Menekan erat hingga aku agak kesulitan bernapas. Ia menggerakkan pinggulnya naik turun perlahan, nafsunya mulai bangkit.
“Sssssh… Tom… ayo masukin… tante udah kepengen banget…” kata tante setengah berbisik.
Aku bangkit dan mengarahkan penisku ke lubang vaginanya.
Tante menarik kepalaku mendekat ke wajahnya.
“puasin tante sayang…” bisiknya.
Ia mulai mengulum bibirku yang basah karena cairan kewanitaanya. Aku menekan penisku perlahan. Ohhh man… Berhubungan sex di alam terbuka benar-benar nikmat. Hembusan angin yang berdesir membuat bulu kuduk merinding, suara gemeresik daun menambah syahdu suasana di halaman belakang saat itu.
Aku mulai menggerakkan penisku. Perlahan-lahan kunaikkan tempo gerakanku semakin cepat.
Tante menekan bibirnya pada bibirku
“mmmmmhh… mmmhh… mhhh…” ia mendesah di sela hembusan nafasnya.
Aku mendekap erat tubuh tante. Tubuhnya begitu lembut, kulitnya kenyal dan mulus. Nikmat sekali kurasakan kehangatan tubuh tante ketika kulit kami menyatu. Hawa dingin dari hembusan angin tak mampu menggoyahkan nafsu kami yang mulai membara.
Gerakanku kini mulai liar. aku tau, tante menyukai permainan yang kasar. Maka dari itu aku menghujamkan penisku dengan keras ke liang vaginanya.
“MMmmmm… Ahh… mmmmm…” desahannya mulai tak terbendung.
Tante membuka mulutnya, membiarkanku memainkan lidahku diantara bibirnya yang lembut. Ia “hhhhaa… hhaaahh… hhaa…” Ia mendesah pelan ketika lidah kami bertautan.
Hujaman demi hujaman kulancarkan. Penisku menusuk vagina tante dengan liar. tak kusisakan sedikitpun penisku diluar vaginanya. Aku menancapkan penisku dengan kuat hingga seluruhnya tenggelam.
“Mmmhh. hh… sayang… Cepetin lagi dong…” Pintanya.
“hhhahh… Hhaaahh… aku gak kuat tante…”
“capek ya? Sini gantian, tante aja yang di atas… kasian kamu kecapean..”
Aku mengangguk. Kami bertukar posisi, kini aku merebahkan diri di bangku itu.
Tante menaiki tubuhku. Meski tante bertubuh sintal nan berisi, namun badannya tidak begitu berat. Ia mengarahkan penisku menuju liang vaginanya.
Tante mulai bergerak naik turun, payudaranya berguncang keras sekali. Indah sekali pemandangan buah dada berputing merah muda itu bergoyang dihadapanku. Cahaya yang masuk dari sela-sela daun dari pohon rindang ini menambah eksotis pemandangan yang kusaksikan.
“mmmmppphh.. mmmmm…” tante mendesah sambil menggigit bibir bawahnya.
Ia menghujamkan tubuhnya dengan liar. penisku tenggelam kedalam lubang vaginanya yang licin. Kurasakan sensasi geli ketika kulit penisku bergesekan dengan vaginanya.
(sfx: duuugg…)
Sebuah suara di genteng rumah sebelah mengagetkan kami. Gerakan tante berhenti, kini ia mendekap tubuhku erat. Kami berdua menoleh ke tempat suara itu berasal. Jangan-jangan ada orang yang mengintip kami dari tadi, pikirku.
Bersambung…