Tanpa kesulitan berarti, di mana Nyai Lasmi pun telah begitu terangsang oleh tatapan birahi Ganang dan gairahnya sendiri yang sedang berada di puncak, lidah Ahmda telah mampu menembus rongga mulut Lasmi yang alim itu.
Tak lama kemudian, kedua anak Adam yang terkenal dengan keshalihannya itu telah saling hisap bibir pasangannya diiringi pergulatan lidah di dalamnya yang begitu seru dan basah. Entah karena reflek atau memang disengaja, tangan Nyai Lasmi ganti merangkul Ganang hingga keduanya larut dalam pusaran syahwat yang begitu menggairahkan.
Sebagai catatan, selama berbagai aktivitas itu terjadi, pintu ruangan Ganang, tempat semua kemesuman itu terjadi, sama sekali tidak tertutup. Pintu itu terbuka lebar, sehingga orang-orang yang berjalan dekat ruangan itu pasti bisa melihat segalanya.
Karena itu, Ganang berusaha membuat suara sesedikit mungkin. Namun untungnya, ruangan Ganang berada di ujung sebelah barat kantor radio tersebut, sedikit terpisah dengan ruangan kantor yang lain.
Sehingga suara dari ruangan Ganang tak akan bisa terdengar dari luar atau bahkan tertelan hiruk-pikuk kesibukan kantor di pagi hari. Ditambah lagi ruangan Ganang juga dilapisi dengan peredam suara karena ia sering mengedit siaran radio di ruangan tersebut.
‘Masya Allah….”, guman Ganang. Dalam hati Ganang sangat kagum dengan ulah ustazah ini. Tanpa disangka sama sekali oleh Ganang, Nyai Lasmi bergerak begitu aktif.
Tampaknya Nyai Lasmi telah begitu kuat menahan gairah seksualnya selama ini sehingga terasa bagaikan bom waktu yang menggemparkan ketika akan dilepaskan. Bibir dan lidah ustadzah kondang yang pernah dinobatkan sebagai ibu teladan itu silih berganti memagut, memberi kenikmatan erotik pada bibir lelaki beristri di hadapannya.
Tampak keduanya tak lagi mengingat status dan kedudukan diri mereka masing-masing. Keduanya telah hanyut dalam gelombang syahwat yang menenggelamkan hasrat mereka berdua dalam lautan birahi kebinalan.
Ganang yang merasa lebih berpengalaman membalas dengan tenang pagutan ummahat berjubah putih itu, dijulurkannya lidahnya bagai anjing kelaparan agar segera dihisap oleh ummahat di hadapannya itu,”hmmmm…hmmmm….hhmmppph….hhhmmmmpppf.”
“Duuh, Teteh. Kontol Ganang jadi tegang neh. Tetek Nyai merangsang banget, bikin horny. Boleh gak Ganang pegang, sedikit saja?” Ganang mulai menunjukkan niatnya secara terang-terangan. Ia mencoba memancing libido yang selalu tersimpan rapat-rapat dalam diri seorang ibu shalihah yang tengah memagut liar bibirnya itu.
Entah setan apa yang tengah beraksi, atau memang dorongan seksual ini begitu kuat. Nafas Nyai Lasmi mulai tak beraturan dan jantungnya pun berdetak lebih kencang dari kecepatan normal.
Rasa kantuk yang tadi menderanya, berubah menjadi keinginan untuk memasrahkan diri secara total kepada lelaki muda yang begitu tampan di depannya. Dengan lembut dan sedikit bergetar, ia ucapkan dengan pasti, “Iya Mas….Pegang aja tetek Nyai Lasmi, lakukan sesuka kamu…”
Mendengar kata-kata penuh penyerahan diri seutuhnya dari seorang ustadzah yang mulai mendesah-desah tak karuan itu, tubuh Ganang pun semakin panas. Tangan kirinya mulai menyelusup masuk ke balik jilbab panjang Nyai Lasmi. Ia meraba-raba peyudara suci nan terawat milik ustadzah cantik itu secara perlahan.
Ia ingin membuat Lasmi merasakan sendiri getaran syahwat yang menggebu-gebu setelah bagian sensitifnya ini jatuh ke tangan Ganang. Benarlah, sesaat kemudian, desahan-desahan pelan diselingi erangan binal meluncur di antara bibir sang isteri Ustadz itu, “ssshh…akkhhhh….maasssshhh…mas Ganang, enak masssshh….!!”
“Iya ku sayang, Ganang tahu. Pintunya Ganang tutup dulu ya, biar kita tambah bebas.” Lasmi tak langsung menjawab, bibirnya kelu dan hanya kembali memagut bibir Ganang untuk meredakan gairahnya.
Namun sebuah cubitan nakal di tangan kanan Ganang-lah yang kemudian menjadi lampu hijau bagi Ganang. Ia pun melepaskan kulumannya pada bibir Nyai Lasmi yang nampak sedikit kecewa karenanya.
Dengan jantannya, Ganang pun merebahnkan ustadzah yang sudah horny itu di atas sofa. Ukuran sofa yang kecil memaksa kaki Nyai Lasmi tidak bisa selonjor dengan penuh namun sedikit naik karena tertopang pegangan sofa di seberang.
Dalam keadaan tubuh ‘siap entot’ itu, Ganang meninggalkan ummahat seksi itu sesaat. Ia berjalan ke arah pintu ruangan dan menutup serta menguncinya. “Cklik…” bunyi itu seraya menandakan telah terkuncinya iman kedua insan yang sebenarnya telah mempunyai pasangan masing-masing ini, dan tinggallah nafsu syaithan yang menjadi hakim di ruangan itu.
Ganang pun kembali mendatangi sang bidadari surga pujaan hatinya yang telah terkapar menahan birahi di atas sofa. Subhanallah, gumamnya dalam hati. Tanpa dinyana pula, bidadari berjilbab itu mendesah dengan binalnya,
“Mas Ganang, sini dong!” Nyai Lasmi yang manis itu telah membuka jalan bagi imaji liar Ganang dengan desahan lembut menggemaskan yang pasti merangsang birahi setiap pria yang mendengarnya.
Ganang langsung melepas kancing baju kokonya dari atas ke bawah satu per satu. Sesaat kemudian, tubuh tegap laksana anggota TNI itu telah terpampang jelas di depan Nyai Lasmi yang tengah membuncah nafsunya hingga memaksa ummahat itu menelan dalam-dalam ludahnya, “Mas Ganang…tubuh kamu seksi banget. Nyai Lasmi jadi nggak tahan…”
Komentar binal seorang ustadzah terkenal itu membuat syahwat Ganang menggelegak. Ia langsung berlutut di sisi kaki Nyai Lasmi yang penuh kepasrahan hati menelantangkan tubuh sintal khas sundanya si atas sofa.
Ganang lepaskan sepatu hitam yang melekat di kaki isteri Ustadz besar itu, dan mengendus-endus bau kaki yang menyengat nan menggairahkan di kaos kaki Lasmi. Ia tanggalkan kaos kaki berwarna krem itu dan langsung mencaplok jemari kaki Lasmi yang lentik dengan mulutnya.
Nyai Lasmi sampai terkaget-kaget dibuatnya. Tak pernah sekalipun suaminya yang shalih itu memanjakan birahinya seperti ini. Suaminya hanya menganggap bersenggama adalah cukup dengan memasukkan kontol ke dalam memek wanita, dan setelah itu selesai.
Mungkin ulama besar seperti beliau menganggap foreplay atau pemanasan seksual seperti ini hanya membuang-buang waktu belaka.
Padahal Teh Lasmi dan Teh Rini pun hanya wanita biasa yang butuh sensasi-sensasi baru dalam kehidupan seksual mereka. Uups, Teh Rini? ya, Teh Rini pun begitu haus akan rangsangan-rangsangan nakal seperti ini. Insya Allah nanti saya akan ceritakan kisahnya.
Dan saat ini, seorang ikhwan yang telah mempunyai isteri dan anak, bertubuh tegap, macho, dan berwajah rupawan sedang berlutut di bawah kaki Nyai Lasmi dan menjilat-jilat serta menghisap-hisap jari-jemarinya yang indah. Hal itu seolah menghapuskan rasa dahaga Nyai Lasmi akan aktivitas seksual yang sedikit di luar kebiasaan.
Tanpa terasa, vagina suci miliknya telah berdenyut-denyut kecil dan terlontar desahan dan erangan penuh luapan syahwat dari bibir indahnya, “Ssaaa…aakkkhhhh…Mas Ganang, enak sekali kulumanmu….,”
Nyai Lasmi pun bertekad akan menundukkan diri sehina mungkin di depan lelaki yang telah bangkitkan gairah masa mudanya yang haus akan seks.
Tanpa terasa, Ganang telah mengangkangi tubuh mungil istri idaman itu di atas sofa. Ia telah menyingkapkan jubah putih Nyai Lasmi hingga pinggang.
Kini paha mulus dan berisi serta betis yang membujur indah yang selalu dijaga dari pandangan orang itu telah terekspos bebas dan telah dibanjiri air liur bekas jilatan Ganang.
Ya, Ganang telah selesai menyapu bersih sepasang paha dan betis indah seorang Nyai Lasmi, isteri Ustadz Haji yang selama ini hanya ada dalam lamunan joroknya dan menghisap sejumlah besar air maninya yang habis ketika bermasturbasi menkhayalkan bersetubuh dengan maswat itu.
“Nyai kepanasan ya? Ganang lepas aja ya jubahnya…” Nyai Lasmi tidak segera menjawab. Ia hanya memejamkan matanya sambil berdehem ringan yang langsung diartikan Ganang sebagai izin. Dalam hati wanita sholehah itu tersadar akan dosa dan zina yag ia lakukan.
Bagaikan terkejut, seolahia diingatkan akan dosa zina ini. Sesaat ia diam dan beristighfar.
“Astaghfirullah…Astaghfirullah… ia memohon ampun atas dosa ini. Hanya sedetikia tersadar dari dosa ini.
Karena desakan syahwat yang melanda dirinya tak mampu dilawannya. Ia tak sanggup menahan amuk birahi yang melanda. Ia pun kembali larut dalam perzinaan yang nikmat dan syahdu.
Dalam sekejap, jubah putih ummahat itu telah tergeletak di atas lantai meninggalkan pemiliknya tanpa busana, hanya jilbab kuning, bra putih dan celana dalam putih berenda yang tersisa menutupi tubuh indah Nyai Lasmi. “Nyai, tubuh Nyai indah banget, putih, mulus, beda banget sama punya isteri saya. Memek Nyai juga pasti lebih indah dan lebih legit!”
“mas…Ganang, malu neh. Jilbabnya gak dilepas sekalian?” Nyai Lasmi mulai membuka mata dan membalas perkataan-perkataan cabul Ganang.
“Nggak usah, Nyai. Ganang lebih suka Nyai pakai jilbab itu. Lebih cantik dan lebih anggun. Jadi lebih semangat buat merasakan manisnya tubuh ustadzah kayak Nyai.”
“Panggil aku Nyai saja ya Ganang. Mau kan”
“Iya deh, Nyaii sayang. Kamu kok binal banget sih. maswat binal kayak kamu tuh cocoknya dientot tiap hari sama kontol gede ku. Ya, masirnya sang ustazah itupun kehilangan sifat-sifatnya yang santun dan alim. maswat sunda itu telah menjelma sebagai maswat binal dan sundal (bukan sunda lagi).
Ruangan sempit itu, juga busana muslimah Nyai Rini yang telah berserakan di lantai semua telah terjadi. Seolah busana muslimah yang sehari-hari dipakai sang ustazah itu menjadi saksi atas perzinaan pemiliknya. Begitu juga jilbab yang masih dipakai Nyai Lasmi, seakan menjadi saksi bisu atas perbuatan dosa ini.
Mau lihat kontol Ganang gak? Banyak bulunya lho…” Kata-kata cabul Ganang membuat Nyai Lasmi tambah terangsang. Ia tak memperdulikan lagi bahwa Ganang adalah suami orang.
“Mas Ganang….Mau dunk. Kasih lihat kontol kamu sama Nyai dong.”
“Apa Nyai? Ganang nggak denger. Coba ulangi lagi?” Ganang pun memancing rasa penasaran ummahat yang sudah setengah telanjang itu dengan menyodorkan daun telinga sebelah kanannya. Syahwat Nyai Lasmi pun makin berkobar melihat tingkah Ganang yang seperti mempermainkan dirinya.
Dengan birahi terbakar dan siap meledak, Nyai Lasmi meraih telinga Ganang san berbisik lembut, “Ganang sayang….kasih liat dong kontol kamu sama Nyai.
Nanti Nyai kasih liat memek Nyai deh, mau ga? Nyai Lasmi merasa begitu terhina dengan tindakannya sendiri. Ia merasa harga dirinya telah tercabik-cabik di depan ikhwan perkasa ini.
Ia langsung terkapar lemah sedangkan Ganang malah makin bersemangat mendengar bisikan luapan syahwat ustadzah alim yang telah menunjukkan kebinalannya itu telah ikhlas sepenuh hati merelakan bagian paling sensitif dan paling suci miliknya untuk dijamah Ganang.
“Iya deh Nyai Sayang. Ini Ganang buka kejantanan Ganang, habis Nyai maksa teruz sih” Tanpa butuh waktu lama, Ganang, sang suami shalih yang merupakan kepala divisi dakwah di stasiun radio tersebut, telah menelanjangi dirinya sendiri. sumber Ngocoks.com
Ia hadapkan kontolnya yang telah menegang dan mengangguk-angguk seksi itu pada wajah ummahat shalihah di depannya. Ia sorongkan seonggok daging berurat yang berdiameter 5 cm dan panjang yang lebih dari 20 cm serta berkepala kemerahan bekas sunat itu pada bibir Nyai Lasmi.
Ganang tersenyum melihat Nyai Lasmi yang terkagum-kagum melihat batang kemaluannnya. Ustazah cantik itu menelan ludah, sementara kontol Ganang menganggguk-angguk tepat di dekat wajah sang ustazah. Nyai Lasmi menjulurkan tangan menggapai batang perkasa itu…. dan….Ganang mendesis sshhhh………
Nyai, bolehkah aku menyentuh memek Nyai ?
Tangan Ganang turun ke bawah meraih bawah perut Nyai Lasmi, turun lagi, dan mengusap-usap gundukan daging yang terletak di bawah perut sang ustazah.
“Ya Allah….. Nyai Lasmi……empuk sekali memek Nyai…”
Nyai Lasmi yang masih mengenakan jilbab itu memejamkan mata menikmati usapan-usapan lembut di kemaluannya.
Cukup lama tangan Ganang bermain-main di kemaluan Nyai Lasmi. Tangan Ganang yang telah terlatih begitu lembut mengusap-usap daging empuk aurat milik sang ustazah. Dibelai-belai, dan diremas secara ritmis nan lembut, membuat Nyai Lasmi tak mampu lagi bertahan.
Pertahanannya runtuh total. Iman nya pun jebol.
Kesetiaan yang selama ini menjadi pagar dirinyapun tak lagi diingatnya.
Seratus persen Nyai Lasmi telah berniat menuntaskan perzinaan terlarang ini.
Di ruangan yang sempit itu, seorang muslimah suci telah melepaskan jubah putih sehingga telanjang di hadapan seorang lelaki yang bukan suaminya. Hanya jilbab yang masih tersisa di kepalanya.
Dan sang lelaki bernama Ganang itu terus membangkitkan birahi sang ustazah, terus mengusap dan membelai-belai daging empuk di bawah perut Nyai Lasmi.
Tangannya masuk ke dalam celana putih berenda milik sang ustazah. Dengan kelima jari yang seolah bekerja secara kompak, jari-jari itu menggelitik setiap inci daging montok itu. Sementara si Nyai cantik berjilbab itu merintih-rintih menahan nikmat.
Bersambung…