Cerita Sex Petualangan di Kamar Rahasia – Kulit Murti putih, halus dan lembut: layaknya gadis keturunan pada umumnya. Wajahnya tidak seberapa cantik. polos dan berkacamata. Murti yang saat ini sedang menempuh kuliah di salah satu universitas swasta di kota S tinggal bersama ci Debora yang menyewakan salah satu dari 2 kamarnya yang kosong kepada Murti.
Penampilan ci Debora berbeda sekali dengan Murti: di usianya yang hampir 30, ci Debora boleh dibilang sangat pandai merawat tubuhnya – kulit putih halus dengan ukuran toket sedang: 34. Parasnya cantik, rambut panjang bergelombang. Rupanya, ci Debora yang sudah lama tidak merasakan belaian pria menyimpan, lebih tepatnya menimbun gairah yang secara perlahan-lahan telah menggerogoti moralnya (walaupun belum sampai mengenai akal sehatnya).
Selama ditinggalkan kekasihnya sejak 7 tahun yang lalu, ia sering merasa kesepian tak jarang ia berusaha memuaskan dirinya sendiri dengan berbagai peralatan dan VCD yang disewanya/dibeli melalui pembantunya, karena ia sendiri sebenarnya malu kalau harus terang-terangan membeli atau menyewa benda-benda seperti itu.
Ngocoks Demikian pula untuk bermain dengan pria yang tidak dikenal, ci Debora menganggap mereka tidak bersih sehingga ia takut untuk berhubungan badan dengan mereka. Namun demikian, ini tidak mengurangi fantasi ci Debora dalam membayangkan bentuk seks yang diinginkannya.
Bahkan sejak 2 tahun yang lalu, ia juga mulai tertarik untuk melakukan hubungan seks dengan sesamanya. Ini dapat dilihat dari reaksinya terhadap Murti sehari-hari, tak jarang ia menelan air ludah dan menjilati kedua bibirnya apabila melihat Murti mengenakan kaos ketat apabila ia ke kampus. Padahal, bentuk tubuh Murti begitu biasa apalagi apabila dibandingkan dengan dirinya sendiri yg jauh lebih seksi.
Apa yang dilihat pada diri Murti adalah dirinya sendiri 10 tahun silam; ketika ia masih berada di awal-awal usia 20 tahun, alim dan rajin namun begitu naif. Ci Debora sendiri bertekad untuk memberinya ‘pelajaran’ suatu saat.
Namun sesudah agak lama tinggal bersama Murti, barulah Ci Debora mengetahui bahwa ia sudah tidak perawan lagi, ketika ia masih SMP dulu pacarnya sendiri memperkosanya dan sejak saat itu, Murti begitu minder dan seringkali menghindar dari pergaulan sekitarnya, hingga saat ia kuliah.
Ci Debora mengetahui hal ini dari Murti sendiri yang memandang Ci Debora sebagai wanita yang sabar, bijaksana dan dewasa. Pucuk dicinta ulam tiba, seminggu yang lalu adik ci Debora yang laki-laki tiba dan hendak menginap untuk satu bulan karena suatu urusan. ‘Sekali tepuk 2 lalat’ inilah yang ada dalam pikiran ci Debora melihat adiknya sendiri dan Murti.
Suatu sore sejak 3 hari kedatangan adiknya Ci Debora sudah mempersiapkan rencana yang baik: pertama adiknya, kemudian Murti. Biasanya, Murti tiba di kos pukul 19:00 dan ia hendak memulai rencananya itu pukul 18:30 dengan melakukan ‘pemanasan’ terhadap adiknya. Pukul 18:30.
Debora memanggil adiknya untuk masuk ke kamarnya. Tanpa berprasangka apa-apa, adiknya masuk ke kamarnya. Dilihatnya Ci Debora yang mengenakan celana pendek jins ketat dan kaos tanpa lengan yang ketat pula ia sedang menghadap ke cermin dan mengikat rambutnya yang bergelombang halus itu. Ngocoks.com
Melihat bayangan adiknya di cermin, Ci Debora tersenyum dan berkata:
“Masuk saja, cici cuman sebentar koq.” Diam-2, adiknya memperhatikan cicinya dan berpikir:
“Cantik juga, walaupun sudah kepala tiga.
Badannya juga begitu padat dan seksi..” Ci Debora yang mengerti bahwa dirinya sedang diperhatikan adiknya sendiri hanya tersenyum simpul tiba-tiba ia berdiri, mendekati adiknya dan menggandeng tangannya. Adiknya kaget sekali namun ia tidak berkata apa2. Ci Debora membimbing adiknya menuju sebuah pintu sambil sesekali melirik ke belakang dan tersenyum simpul ke arah adiknya.
Ci Debora membuka pintu kamar tersebut dan menyalakan lampunya. Ternyata, apa yang dilihat adiknya adalah sesuatu yang menakjubkan namun juga membuatnya sedikit shock: sebuah kamar yang cukup luas dengan seluruh dinding ditutupi bahan kedap suara berwarna pink. Ranjang yang terletak di tengah ruangan, sebuah TV lengkap dengan stereo-setnya yang mewah: juga 3 teve hitam-putih kecil yang menampakkan situasi di ruang tamu, kamar Murti dan kamarnya sendiri.
Namun yang membuatnya begitu kaget dan sedikit takut adalah koleksi VCD, video dan DVD dewasa yang berserakan di lantai. Berbagai alat bantu seksual, dan sebuah manekin lengkap dengan kemaluan palsunya segala. Tahulah ia apa yang diinginkan dari cicinya tanpa disadarinya, Ci Debora sudah mengunci pintu kamar dan mulai melepaskan pakaiannya satu persatu.
Namun ia berhenti sampai pakaian dalam saja. Jadilah Ci Debora hanya mengenakan bra dan celana-dalam warna hitam, ia berdiri begitu seksi dan menggoda dengan rambutnya terikat (untuk memudahkannya saat permainan nanti, begitulah yang ada di pikiran Ci Debora).
“Sudahlah, kamu menurut saja toh kamu disini hanya sebulan. Masa kamu tidak kasihan sama cici yg sudah lama tidak merasakan hangatnya tubuh pria?”
Adiknya masih ragu. Ci Debora tahu ini dan tanpa membuang banyak waktu, ia segera maju ke depan membuka celana pendek adiknya dengan mudah (entah bagaimana, adiknya tidak mampu melawan cicinya sendiri). Mulailah ia mengoral batang kemaluan adiknya itu. Ci Debora mempercepat gerakan mengocoknya dengan tangan kanan, dia menengadah dan menatap wajah adiknya dengan tatapan tajam penuh birahi ia mendesis sambil berkata:
Sss.. awas kalau kamu berani keluar sebelum aku. Lebih baik kamu cari kos lain saja, meskipun kamu adikku!”
Sesudah berkata demikian, ci Debora memasukkan seluruh batang kemaluan adiknya ke dalam mulutnya. Ia menggerakkan kepalanya maju mundur membuat batang kemaluan adiknya keluar-masuk dengan sangat cepat. Adik ci Debora hanya dapat mengerang nikmat mendapat perlakuan seperti itu dari cicinya yang ternyata sangat berpengalaman dalam hal memuaskan pasangan mainnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan cicinya.
Di tengah-tengah permainan, Ci Debora melepaskan branya dengan tangan kirinya yang masih bebas. Diliriknya teve hitam putih yg secara rahasia memonitor kamar Murti. Ternyata ia baru saja datang, dan waktu menunjukan pukul 18:55. Tepatlah perhitungannya: adiknya yang gairahnya sedang menanjak pasti akan mau diajaknya berkompromi. Ci Debora menghentikan oralnya, dan tahulah ia bahwa adiknya agak kecewa.
“Tunggu sebentar aku ada tugas buat kamu: bawalah Murti ke kamar ini.” Adiknya mengerti apa yang diinginkan ci Debora. Sementara adiknya pergi memanggil Murti ia segera mematikan monitor2-nya, melepas celana dalamnya yang sedikit basah dan bersembunyi di sebelah pintu.
Begitu adiknya masuk bersama Murti ia segera mengunci kamarnya lagi dan mendorong Murti hingga jatuh ke ranjang. Murti yang bertubuh kurus dan lelah sehabis kuliah tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti terhadap perlakuan Ci Debora yang begitu tiba-tiba tersebut. Ci Debora melucuti kaos ketat yang dikenakan Murti dengan buas.
“Kyaa..!!” Murti menjerit, namun percuma karena ruangan tersebut kedap suara. Adik Ci Debora hanya diam saja karena shock melihat keganasan cicinya apalagi dengan sesama jenis! Ci Debora telah sampai pada branya. Dengan kasar, ia merenggut bra Murti dan melemparkannya ke lantai. Ci Debora melihat sepasang toket Murti yang kecil.
“Seharusnya kamu tidak usah pakai bra sama sekali. Toh tidak memberi perbedaan yang berarti..” Ci Debora melanjutkan dengan melepas kancing celana jins Murti dan membuka ritsluitngnya dan melepaskannya.
“Pahamu putih dan mulus juga yah..” Terakhir, Ci Debora menurunkan celana dalam Murti. Murti tak dapat berbuat apa-apa terhadap Ci Debora yang terus menggerayangi tubuhnya dan sesekali menciuminya. Tiba-tiba Ci Debora berdiri dan berjalan menuju lemari. Diambilnya sebuah kemaluan palsu (dildo) dan semacam lotion. Ia mengolesi dildonya dengan lotion tersebut dan memberikannya kepada adiknya,
“Kamu pakai juga. Aku tidak mau dia berteriak-teriak kesakitan.” Adik Ci Debora menurut ia melepas seluruh pakaiannya dan mulai mengolesi batang kemaluannya dengan lotion yang diberikan cicinya.
“Jangan ci.. saya takut.” Murti yang sudah lemas berkata dengan penuh kekuatiran, melihat ci Debora mengenakan kemaluan palsu (dildo) bergerigi dengan ukuran yang cukup mengerikan seperti mengenakan celana dalam. Ci Debora dengan cepat bergerak ke arah Murti.
“Diam. Mana lotionnya.” Sesudah mendapatkan lotion, ia mulai mengolesi dinding kemaluan Murti sambil berkata: “Kamu jangan takut, percaya sama cici saja. Sesudah itu, ia membalikkan tubuh Murti dan melumasi lubang pantatnya pula.
“Ayo kamu lubang yang satunya!!” ci Debora memerintahkan adiknya untuk menyetubuhi Murti yang malang di lubang duburnya. Adiknya menurut, ia berpindah duduk di atas ranjang. Ci Debora memapah tubuh Murti dengan lembut dan menempatkannya di atas adiknya.
Murti yang tidak berdaya hanya dapat memandang sorot mata penuh gairah ci Debora yang sedari tadi sibuk mengatur posisi dan membantu adiknya memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang dubur Murti. Bles! Batang kemaluan adik ci Debora akhirnya berhasil masuk ke dalam dubur Murti yang sudah tidak keruan bentuknya karena sedari tadi diobok-obok oleh ci Debora.
Rasa sakit bercampur nikmat membuat Murti membelalakkan matanya, ia membuka mulutnya dan merintih
“Aaa..” Ci Debora membaringkan Murti dari posisi terduduk menjadi terlentang dengan adiknya di bawahnya (dan batang kemaluannya yang sudah menancap ke dalam lubang dubur Murti).
“Murti, aku yakin kamu akan menyukai ini dan pasti ketagihan sesudah ini.” Ci Debora memasukkan dildo-nya ke dalam lubang kemaluan Murti.
Murti yang berada di tengah dengan keadaan tak berdaya, berusaha menahan nikmat bercampur nyeri di lubang kemaluan yang sudah dihujami dildo dari ci Debora serta batang kemaluan adik ci Debora yang menancap di lubang duburnya. Mulailah ranjang bergoyang.. mulanya perlahan, namun semakin lama semakin cepat.. demikian pula dengan rintihan-rintihan Murti..
“Aaa.. aa..” Murti masih mengenakan kaca mata minusnya ketika permainan ini dimulai.
Ci Debora tertawa melihat Murti berusaha bertahan:
“Jangan ditahan dan jangan dilawan Murti nikmati saja, sayang!!” Perlahan-lahan rintihan Murti mulai berubah menjadi jeritan nikmat penuh birahi..
“Ah.. ah.. yess.. mmhh.. MM.. AAHH..” Kenikmatan disetubuhi di kedua lubangnya secara bersamaan membuat Murti kehilangan kendali. Murti yang sopan dan alim perlahan larut.. perlahan berubah menjadi Murti yang liar, sifat liar yang seakan ditularkan dari ci Debora meracuni pikiran Murti yang semula begitu bersih dan polos.
“Yah.. teruskan!! LEBIH CEPAT LAGI CI DEBORA..!! AA.. AA.. MMHH.. MM..”
Murti menggenggam seprei ranjang dengan sangat kuat, keringat meluncur deras dari sekujur tubuhnya membuat kulitnya tampak mengkilat di bawah cahaya lampu. Hal ini membuat Ci Debora semakin bergairah mempercepat gerakan pinggulnya. Murti semakin menikmatinya ia memejamkan matanya sambil memegang rambut ci Debora.
“AGH.. Enak sekali.. Ci.. aa.. aku.. belum pernah.. uuh.. senikmat ini..” Adik Ci Debora menganal lubang pantat Murti sambil meremas-remas kedua toket Murti dari belakang, walaupun ukuran toket Murti relatif kecil namun ini tidak mengurangi rangsangan demi rangsangan yg diterimanya.
Auuh.. ah..” mulut Murti menganga dan mengeluarkan teriakan-teriakan yg semakin tidak jelas. Tubuhnya pun mulai menegang; tahulah Ci Debora bahwa “anak didiknya” saat ini hampir mencapai puncak kenikmatan.
Ci Debora mengurangi kecepatan bermainnya dan mengubah gerakan maju-mundurnya menjadi gerakan mengaduk dengan menggoyangkan pinggulnya.
Murti secara alami mengikuti gerakan Ci Debora dengan menyesuaikan gerakan pinggulnya. Hal ini justru menambah kenikmatan bagi Murti. Sampai akhirnya tubuh Murti benar-benar menegang dan Murti melepaskan teriakan yang cukup panjang dan memenuhi seluruh ruangan kedap suara tersebut.
Sesudah itu, teriakan berhenti dan seluruh ruangan menjadi sepi. Ci Debora mencabut dildo dari lubang kemaluan Murti, ternyata dildo tersebut sudah ditutupi cairan kental dan bahkan saat Ci Debora menariknya keluar ada sebagian dari cairan tersebut menetes dan adapula yang masih merekat antara dinding kemaluan Murti dengan dildo Ci Debora.
Adik Ci Debora juga mencabut dildonya dari lubang dubur Murti dan merebahkan Murti yang sudah lemas di ranjang. Murti masih memejamkan kedua matanya Ci Debora melepas kacamata Murti yang masih dikenakannya dan meletakkannya di meja yg terletak di tepi ranjang.
“Lain kali, kalau mau main jangan lupa lepas dulu kacamatanya..” Ci Debora tersenyum dan mencium Murti, kemudian ia melepaskan dildonya dan menggelatakannya begitu saja di lantai. Ia memandang adiknya dan berkata:
“Kamu jangan bengong saja, kamu masih punya tugas satu lagi.” Sesudah berkata demikian, ia duduk di lantai melebarkan kedua pahanya: mengarahkan lubang kemaluannya yang sudah basah ke arah adiknya.
Kemudian ia menunjuk ke arah kemaluannya.
“Ayo: gunakan lidahmu.” Adiknya mengerti apa yg harus dilakukan. Ia menjilat-jilat lubang kemaluan ci Debora dengan hati-hati. Keenakan, c ci Debora memejamkan matanya nafasnya tak beraturan: desahan- desahan nikmat meluncur keluar tak terkontrol dari mulutnya. Ia menjambak rambut adiknya dan menekan-nekan wajah adiknya itu ke lubang kemaluannya:
“Errghh.. aaghh.. niikkmmaatt sekkaallii.. ss..!!” Ci Debora benar-benar menikmati setiap hisapan dan jilatan yang diberikan adiknya ke liang kewanitaannya, namun di tengah ambang sadar dan tidak Debora ingat bahwa ia tidak ingin mencapai orgasme dengan cara seperti ini.
“Aah.. tunggu say bee.. berhentii duluu.. mmh.. sekarang giliran.. cici ngerjain punya kamuu..”
Adik Ci Debora menurut dan berhenti. Ci Debora bergerak kemudian berjongkok membelakangi adiknya, sekarang ia dalam keadaan berjongkok menghadap pantat adiknya. Adiknya agak kebingungan dengan tingkah laku cicinya. Namun Debora cuek saja, tangan kirinya ia lewatkan di antara kaki adiknya, dan dengan tangannya itu ia mencengkeram buah pelir adiknya dengan halus dan mulai memijat- mijatnya.
“Tenang saja, sayang kujamin kamu akan suka sekali..” Ci Debora tersenyum penuh gairah, dan dengan tangan kiri masih memegang buah pelir adiknya ia mengangkat telapak tangannya, menghadapkannya ke arah wajahnya dan meludahi tangannya sendiri kemudian mengerut-ngerutkan tangannya.
Kemudian ia melingkarkan tangan kanannya dari pinggang sebelah kanan adiknya langsung menuju ke arah kemaluan adiknya. Dan mulailah ia mengocok-ngocoknya batang kemaluan adiknya itu dengan tangan kanannya yang sudah dilumasi air ludahnya sendiri.
“Aaaghh.. duh, enak sekali ci..” Ci Debora meneruskan gerakan tangannya sampai ia merasa batang kemaluan adiknya sudah cukup keras. Sesudah itu, ia membalikan badannya dan mengambil posisi nungging di lantai. Tahulah adik ci Debora apa yang diinginkan cicinya ini. Ia juga mengatur posisi di belakang cicinya
“Awas ya pokoknya aku nggak mau anal. Maenin lubangku yang biasa aja.” Adiknya menurut, dan permainan dimulai.
Adik ci Debora memulai gerakannya dengan perlahan,
“Mmm.. masih kurang, lagi dong!” Gerakan dipercepat, Ci Debora memejamkan matanya keenakan. Ia menambah kenikmatan dengan menggesek-gesek klit-nya sendiri, dengan sebelumnya membasahi jari-jarinya dengan cara mengulumnya sendiri.
“Uuuaah.. enaakk sayaang.. Mmmh..” Permainan ini berlangsung agak lama sampai ci Debora minta ganti posisi lagi. Kali ini ia ingin disetubuhi dengan posisi tubuh menyamping. Ci Debora menyampingkan tubuhnya yang seksi dan sudah mandi keringat tadi ke arah kanan, sementara adik Ci Debora mengangkat paha mulus cicinya sebelah kanan dan menyandarkannya ke bahu sebelah kirinya.
Dengan demikian, ia dengan leluasa dapat memasukkan batang kemaluannya ke lubang ci Debora. Ia mulai bergerak maju mundur,
“Aaahh.. mm..” Untuk sekedar menambah kenikmatan, ia mengarahkan tangan kanannya ke arah pantatnya sendiri dan menggerakan jari tengahnya keluar- masuk lubang pantatnya.
“Kyyaahh.. uuhh..” Tubuh ci Debora terus bergoyang-goyang toketnya pun bergerak naik turun tak beraturan mengkuti irama tubuhnya. Adik ci Debora yg sedari tadi bergitu terangsang dengan gerakan toket cicinya sendiri itu sudah tak tahan lagi, ia memajukan tangan kanannya guna meremas toket kanan cicinya itu.
“Oh susumu begitu empuk ci..” Ci Debora hanya tersenyum, ia mencabut tangannya dari lubang pantatnya dan ikut meremas toketnya bersama-sama dengan tangan adiknya itu. Permainan terus berlangsung, Ci Debora merasakan tubuhnya sendiri mulai menegang ia sendiri sudah tidak mampu berpikir jernih lagi.
Hanya kenikmatan yang dirasakan sekujur tubuhnya sekarang.
“AAHH.. AAKKUU.. MMH..” Keluarlah Ci Debora, mencapai orgasme yang diidam-idamkannya dalam posisi menyamping. Tercapailah segala keinginannya selama ini.
Demikian pula adik ci Debora, ia segera berdiri karena sudah tidak tahan lagi, dan ci Debora mengetahui hal ini karena ia sudah berhasil meraih orgasme, maka ia berniat membantu adiknya untuk mengeluarkan seluruh peju yang sangat ia inginkan itu. Ci Debora berjongkok, tersenyum menggoda ke arah adiknya dan mulai mengocok batang kemaluan adiknya.
“Nah, sekarang cici ingin merasakan nikmatnya cairan kejantananmu. Ayo sayang.. keluarkan jangan ragu.. ayo!” Ci Debora memainkan batang kemaluan adiknya naik turun dengan gerakan memutar sambil sesekali menjilat pangkal kemaluan adiknya. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com
“Aih.. masih belum keluar juga.. sebentar..” Sambil mengocok batang kemaluan adiknya dengan menggunakan tangan kanannya, ci Debora memijat buah pelir adiknya.
“Ah.. ci.. aku mau keluar nih..!!” Ci Debora langsung mengarahkan ujung batang kemaluan adiknya ke arah mulutnya, menyambut cairan peju yang segera muncrat masuk ke dalam mulutnya. Murti yang sedari tadi tergeletak lemas berusaha bangkit dan merangkak menuju ci Debora dan adiknya.
“Ci Debora.. saya juga mau..”, kata Murti sambil menunjuk ke arah mulutnya sendiri. Tetes peju terakhir sudah habis meluncur turun ke dalam mulut ci Debora yang seksi. Ci Debora menelan sedikit peju adiknya dan menahan sisanya di dalam mulutnya.
Ia tersenyum dengan mulut belepotan peju adiknya, membelai Murti, kemudian membaringkannya, dan meletakkan kepala Murti di pangkuannya. Murti yang sudah lemas hanya menurut seperti anak kecil. Dengan gerakan yang lembut, ci Debora menyentuh bibir Murti dan menggerakannya ke bawah dengan jari telunjuknya.
Murti mengerti apa yang dimaksud ci Debora, ia membuka mulutnya. Bibirnya bergetar. Ci Debora kembali tersenyum ia mengarahkan mulutnya tepat di atas bibir Murti yang sudah merekah, kemudian membuka dan memuntahkan peju lengket yang sudah bercampur dengan air liur ci Debora, turun memasuki mulut Murti.
Peju dalam mulut ci Debora sudah habis dipindahkan ke dalam mulut Murti. Ci Debora tersenyum lebar dengan sedikit sisa peju bercampur liur pekat yang menetes dari ujung bibirnya. Kembali, dengan gerakan lembut ci Debora memberi isyarat kepada Murti untuk menutup mulutnya. Murti menuruti dan tersenyum bersamaan dengan ci Debora.
“Nah, aku tidak pernah pelit kepada gadis manis seperti kamu. Ambillah bagianmu dan nikmatilah.” Murti menelan peju yang sudah diberikan ci Debora kepadanya.
“Terima kasih ci..” Kemudian ia bangkit dan duduk Murti menyentuh wajah ci Debora dengan lembut. Murti kembali membuka mulutnya, bergerak maju ke arah bibir ci Debora sambil menjulurkan lidahnya. Ci Debora yang mengerti maksud Murti segera menyambut ciuman Murti dengan menjulurkan lidahnya pula. Mereka berciuman sampai lama dan saling menjilati sisa-sisa peju hingga bersih.
Sejak saat itu, kehidupan ci Debora dan Murti selalui dipenuhi dengan petualangan, hampir setiap bulan Murti ‘menjebak’ teman kuliahnya entah itu pria atau wanita. Mungkin dalam kesempatan lain, Murti dapat membagi kisah petualangannya disini.