Perasaanku sore itu berbeda dari dua hari kemarin. Betul, saat ini aku juga deg-degan, tetapi, ada perasaan lain berkecamuk di hatiku. Ada perasaan harap-harap cemas yang kurasakan. Bila kali ketiga dan ternyata nanti hasilnya sama, maka ini berarti bahwa ibu sebenarnya tidak marah ketika aku melihat tubuhnya setengah telanjang.
Ketika ibu keluar kamar, ibu merengut menatapku.
Ibu: “Mau ngelihatin ibu ganti baju lagi?”
Aku hanya menggeleng sambil belagak baca komik. Bila ibu suka berkontradiksi, aku juga akan berkontradiksi.
Aku: “Hadi mau baca komik sambil ngadem.”
Setelah dandan singkat, ibu memakai celana dalamnya, lalu membuka handuk seperti biasa. kali ini ia membelakangiku. ketika ia menengok ke arahku, aku melirik komik. kemudian aku melirik lagi tubuhnya yang setengah telanjang, ia tampak mencari-cari baju. terkadang ia menengok aku, dan aku pura-pura lagi baca komik.
Ibu: “Gitu dong. jangan ngelihatin ibu ganti baju.”
Aku hanya tersenyum. Tapi dalam hati bingung. Apakah mungkin ibu tidak tahu bahwa aku sebenarnya hanya pura-pura baca komik saja? Apakah ini termasuk dalam karakter ibu yang penuh kontradiksi? Apakah berarti aku harus pura-pura terus?
Selama sebulan itu, tiap sore aku akan melihat ibu ganti baju. semakin lama ibu semakin jarang menengok ke arahku. terkadang aku begitu asyiknya menatap tubuhnya sampai ibu sering juga menangkapku melihati tubuhnya, namun begitu aku sadar dan aku melirik komik, maka ibu akan melanjutkan apa yang ia lakukan saat itu.
Bulan kedua ketika ibu berdandan, aku yang punya rencana baru memberanikan diri berkata padanya.
Aku: “Ibu, biasanya kalau ga ada Hadi, ibu dandan pakai handuk? kan basah tuh.”
Ibu: “Biasanya sih dibuka. tapi kan ada kamu. Masak dibuka.”
Aku: “Emangnya kalau ada Hadi kenapa Bu?”
Ibu: “Kan malu ibu ga pakai baju.”
Aku: “Kan Hadi ga ngelihatin ibu. kenapa harus malu?”
Ibu menatapku, aku pura-pura baca komik lagi. tak lama kulihat ia mengambil celana dalamnya di lemari, lalu membuka handuknya. Yes! rencanaku berhasil. Kini aku menikmati tubuh ibu dari samping, karena meja rias ada di samping tempat tidur. dapat kulihat bagian samping payudara kanan ibu yang bulat.
Ibu: “Hadi…”
Aku melihat wajah ibu yang ternyata sedang melihatku dari cermin. sial, pikirku, apakah ibu kini akan marah?
Ibu: “Kamu ga akan ngelihatin ibu yang cuma pakai BH dan celana dalam ini kan?”
Aku: “Enggaklah bu, masak Hadi kurang ajar sih.”
Sejenak aku lirik komik lagi. lalu aku kembali melirik ibu yang masih berdandan. kulihat kini ibu berdandan agak lama. biasanya ia memakai bedak dengan cepat, namun kini ibu gerakannya perlahan. wah, ibu sungguh baik dan membiarkan aku menatapnya lebih lama. ibu terkadang melirikku, namun kini aku tidak mau lagi melirik komik tiap kali ibu menoleh.
Ketika ibu bangkit dari tempat duduk riasnya, ia membalikkan badan menghadapku.
Ibu: “Kamu ga ngelihatin ibu lagi, kan?”
Aku: “Enggak dong bu. Hadi lagi asyik baca komik nih.”
Namun mataku tetap menatapi payudaranya yang kini terlihat dari depan. aku hanya menaruh komik di depan hidungku, namun aku tetap jelalatan menikmati tiap inchi tubuh ibuku yang seksi itu.
Ibu: “Gitu dong.”
Ibu lalu memakai dasternya yang kini dilakukan dengan perlahan. kemudian ibu berlalu dari kamar. Ibuku meninggalkanku yang sedang berbahagia. Kini aku dapat melihat tubuh setengah telanjang ibu tanpa ada protes dari ibu.
Keesokan harinya hari Sabtu, berhubung sekolahku swasta maka aku libur Sabtu Minggu. Pagi-pagi aku ke pasar dan membeli bangku pendek. ini bagian dari rencanaku yang terbaru.
Setelah semalaman puas masturbasi dengan membayangkan tubuh ibu sambil memikirkan bagaimana caranya aku dapat lebih dari sekedar menonton ibu dari tempat tidur, aku mendapatkan akal bulus yang baik lagi.
Tempat duduk itu tingginya hampir sama dengan tempat duduk rias ibu, dan kutaruh di samping tempat duduk rias ibu dan lemari pakaiannya. Aku duduk di situ sambil menunggu ibu. Ketika ibu keluar, ia agak terkejut melihatku duduk di samping meja riasnya.
Ibu: “Loh bawa tempat duduk?”
Aku: “Biar lebih deket ke AC, bu.”
Ibu melepas handuk dan rupanya celana dalam sudah ia pakai dari kamar mandi, dan kini aku hanya berada beberapa senti di samping ibu yang setengah telanjang. bau wangi sabun ibu tercium membuat aku setengah mabuk.
Sementara payudaranya yang didepanku begitu jelas terlihat, kulitnya yang coklat dan sedikit urat-urat di bawah kulit payudaranya secara detil dapat kulihat.
Jantungku berdegup bagaikan lari berkilometer jauhnya, menyebabkan darahku dapat kurasakan berdesir sampai ke ubun-ubun. Ibu membuka ikatan rambutnya sehingga dapat kulihat ketiaknya. ketika aku kemarin di tempat tidur, aku hanya bisa lihat dari jauh, jadi posisi ini tidak begitu berarti bagiku sebelumnya.
Ibu: “Kenapa Di?”
sambil menahan posisi kedua tangannya yang terangkat itu. Aku menatap ketiaknya dengan lekat-lekat dan beberapa kali meneguk ludah.
Aku: “Ce… ce… ceritanya… ba… bagus…”
Ibu: “Sampai kaget kayak serangan jantung aja.”
Dan ibu lalu merapikan rambutnya yang sebahu itu agak lama, ia menatapku yang sedang asyik menatap ketiak telanjangnya.
Ibu: “Bagus ceritanya?”
Aku: “Sejauh ini bagus banget. Paling bagus malah dibanding sebelumnya.”
Setelah beberapa saat, dengan kecewa aku lihat ibu melanjutkan dandannya. tak lama kemudian ia memakai daster dan keluar kamar. tak tahan, aku masuk kamar mandi ibu untuk masturbasi.
Saat itu kulihat ember dan ada celana dalam ibu yang dipakai dari pagi. aku segera mengambil celana dalam itu dan menghirup aromanya dalam-dalam.
Bau memek ibu begitu kuat, agak menyengat campuran bau pesing air kencing dan juga bau cairan tubuh ibu yang keluar. di tengah celana dalamnya di bagian selangkangan kulihat ada noda gelap, yang secara cepat aku endus-endus bagaikan anjing yang mencari makanan.
Sore itu aku tidak turun ke dapur, tetapi aku di kamar sambil mengendusi celana dalam ibu sambil masturbasi lagi, entah berapa kali aku masturbasi dengan celana dalam ibu. Kemudian aku mengerjakan PR sambil mengendusi celana dalam ibu. saking asyiknya aku tak tahu bahwa ibu membuka pintu.
Ibu: “Hadi! Kamu ngapain?!”
Begitu kagetnya aku tertangkap basah. Namun, untungnya tadi aku sudah menyiapkan rencana kalau ketahuan ibu, aku harus melakukan apa.
Aku: “Hadi pilek, Bu. ini bikin PR sambil ngelap hidung di sapu tangan.”
Aku meneruskan bikin PR sambil membenamkan hidungku di selangkangan celana dalam ibu, dan mengendus bagaikan sedang pilek.
Agak lama ibu terdiam lalu ia menghela nafas.
Ibu: “Sapu tanganmu udah kotor tuh, nanti taruh di cucian aja.”
Aku: “Besok sore aja gantinya.”
Aku tahu bahwa ibu mengerti maksudku. Ibu kemudian meninggalkan kamarku setelah memberitahukan bahwa makan malam sudah siap.
Waktu makan malam ibu tampak agak terdiam, namun ia memperlakukanku dan kakakku seperti biasa saja.
BAB EMPAT
Ketika ibu keluar dari kamar mandi aku yang sudah menunggu bergegas masuk ke kamar mandi.
Ibu: “Ngapain?”
Aku: “Ambil sapu tangan baru.”
Kuambil celana dalam ibu lalu aku duduk disamping ibu yang sudah setengah telanjang. aku mengendus celana dalam yang baru dipakai itu sambil menatap ibu.
Ibu: “Kalau mau lap hidung di kamar kamu saja. jangan di sini. risih ibu. jorok.”
Ibu sedang mengambil ikat rambutnya sehingga ketiaknya terlihat lagi. sementara kulihat di mata ibu ada permohonan untuk tidak mengendusi celana dalamnya didepan ibu. Aku mengangguk lalu mengantongi celana dalam ibu.
Namun, aku yang sudah mulai berani, dan sudah mempunyai rencana lain, mendekatkan hidungku ke ketiak ibu.
Ibu: “Mau ngapain kamu?!”
Aku: “lap hidung, kan tadi ga boleh pakai sapu tangan.”
Aku tak tahu reaksi ibu karena dia diam saja ketika hidungku mengendus ketiaknya. kurasakan bulu-bulu halus ketek ibu membelai hidungku. kurasakan aroma sabun ibu yang halus namun wangi memenuhi kepalaku. hidungku ku geseki sambil menghirupi ketiak ibu dalam-dalam.
Entah berapa lama, mungkin lama mungkin tidak, aku tidak tahu lagi waktu, tubuh ibu doyong kebelakang, lalu ibu mendorong kepalaku. Ngocoks.com
Ibu: “pegal badan ibu.”
Aku berdiri lalu menaruh bangku tepat di belakang ibu. ibu hanya terdiam, tangannya masih memegang rambut. Aku lalu menopang punggung ibu dengan badanku, memeluk perutnya yang telanjang lalu menghirup tangan kirinya yang terbuka itu. tangan kanan ibu kini turun menopang tubuhnya dengan bertumpu di paha kananku.
Lengan atas kedua tanganku merasakan bagian bawah dua buah payudara ibu, begitu lembut dan kenyal. aku memperketat pelukanku, dan tangan kanan ibu sedikit meremas pahaku. sekitar tiga menitan aku mengendusi ketiak ibu ketika aku mulai merasakan libidoku tak tertahankan.
Ibu: “Udah ah entar kotor. baru dicuci.”
Aku: “Kalau gitu sebelum dicuci boleh ga lap hidung Hadi lagi?”
Sambil merapikan rambutnya ibu hanya mengernyitkan hidung.
Ibu: “Bau dong.”
Aku: “Biarin. Hadi suka.”
Lalu aku rasakan ingin sekali mengocok kontolku karena sudah tak tahan, namun aku tak bisa melakukan di sini. ibu belum siap, maka kataku.
Aku: “Hadi sakit perut.”
Lalu aku kabur ke kamarku dan menggunakan CD ibu pagi ini sebagai bahan endusan, dan cd ibu yang kemarin sebagai bungkus kontol, aku kocok kontolku. ga sampai dua menit spermaku tumpah ke CD ibu yang kemarin.
Sore itu sampai malam, aku marathon masturbasi hanya diselingi makan malam. Waktu makan malam, ada senyum aneh ibu setiap kali ia berbicara padaku.
Bersambung…